“Hahaha….Mbah Wiro ada-ada saja…..” jawabku enteng sambil membayangkan apakah Mbah Wiro masih ingat aku dulu pernah pacaran dengan Cipluk anaknya yang kini telah tiada.
“Sudah berapa tahun Bapakmu meninggal?”
“Lima belas tahun Mbah.”
“Ingin aku bermain di sungai bersama Noto, Bapakmu seperti pada jaman Jepang dulu.”
“Nanti pasti akan bertemu kok Mbah…”
“Tapi aku belum berani….dosaku masih banyak.”
Aku hanya diam dan mengira-ira dosa apa yang telah dilakukan Mbah Wiro dan bertanya-tanya apa hal ini yang membuat Mbah Wiro takut mati.
“Kamu punya ilmu*?”tanya Mbah Wiro
“Tak punya Mbah…”
“Kukira punya. Aku juga tak punya….”jawabnya enteng.
Pengakuan ini membuat saya kaget dan bertanya-tanya, mengapa selama ini banyak yang menganggap Mbah Wiro orang sakti. Apakah kisah masa lalu saat terhindar dari tembakan tentara Jepang yang mengejarnya saat dia memberontak bersama teman-temannya. Padahal dua temannya gugur dan telah dimakamkan di TMP di Tumpang Malang. Atau kemampuannya meredakan hujan saat ada hajatan di desa. Atau kepandaiannya menjadi calak atau dukun sunat yang pernah dilakukannya.