Festival ini merupakan akhir dari seluruh rangkaian pertunjukan gandrung Banyuwangi. Setelah istirahat sejenak, bagian sebelum fajar dimulai. Dimulai saat penari bergerak perlahan dan dalam, terkadang dengan kipas yang bergerak mengikuti irama atau tanpa kipas sama sekali, sambil menyanyikan lagu bertema sedih seperti seblang lokento. Suasana misterius terasa pada bagian subuh ini karena masih erat kaitannya dengan ritual seblang yaitu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan oleh penari wanita yang lebih tua (walaupun sulit ditemukan). Saat ini, bagian seblang subuh sering dihilangkan, padahal sebenarnya bagian ini merupakan akhir dari pertunjukan gandrung.
Pada saat ini pengerjaan Gandrung Banyuwangi masih tetap kokoh meski mendapat serangan globalisasi, yang dipromosikan melalui media elektronik dan media cetak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bahkan sudah mulai mewajibkan setiap siswa dari SD hingga SMP untuk mengambil ekstrakurikuler kerajinan Banyuwangi. Salah satunya diperlukan untuk menguasai tari Jejer yang merupakan sempalan dari pertunjukan gandrung Banyuwangi. Ini merupakan tanda kepedulian pemerintah daerah terhadap ekspresi sosial lingkungan yang memang mulai tergerak oleh pameran-pameran terkenal lainnya, misalnya dangdut dan campursari.
Mulai sekitar tahun 2000, kehebohan para pengrajin dan budayawan Dewan Kesenian Blambangan semakin meluas. Gandrung, dalam perspektif perkumpulan masa kini, merupakan sebuah karya yang mengandung sifat-sifat otentik kelompok masyarakat Using yang terus menerus mengalami ketegangan baik secara fundamental maupun sosial. Secara keseluruhan, Gandrung adalah semacam perlindungan dari budaya provinsi masyarakat Using.[4]
Lagi pula, seniman gandrung tidak pernah lepas dari bias atau gambaran negatif di wilayah lokal yang lebih luas. Kalangan tertentu, khususnya santri, menganggap bahwa seniman Gandrung adalah wanita yang memiliki panggilan yang sangat buruk dan mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya, terpojok, diremehkan dan secara mengejutkan tertindas dalam kehidupan biasa.
Gandrung adalah kegiatan adat Masyarakat Banyuwangi yang berperan signifikan di seluruh keberadaan pertempuran melawan Belanda. Untuk situasi ini tertipu bukan hanya sebagai keahlian tampilkan pesan sebanyak-banyaknya etika dan kualitas sosial diturunkan dari satu zaman ke zaman lainnya(Tari et al., 2014)
2. Peran Sektor Pariwisata, Media, dan Seni Kreatif Dalam Upaya Pelestarian Tari gandrung
Seni pertunjukan tari gandrung sebagai salah satu kebudayaan bangsa Indonesia kini mulai luntur eksistensinya, terutama pada masa covid-19 ini yang sangat jarang diadakan pertunjukan tarian tradisional karena imbuan social distancing dari pemerintah. Tak hanya itu, meredupnya pertunjukan tari gandrung juga disebabkan oleh sedikitnya jumlah organisasi budaya yang menunjang pelestarian tarian ini. Ditambah lagi, perkembangan teknologi yang semakin pesan membuat tarian tradisional salah satunya tari gandrung terancam luntur. Lunturnya kesenian tari gandrung ini menjadi hal yang tidak diinginkan bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa Timur.
Pariwisata dinilai sangat efektif sebagai strategi promosi tari gandrung karena sektor ini dapat menjual produk kesenian salah satunya tari gandrung kepada wisatawan untuk dinikmati.Â
Apalagi wilayah Jawa Timur memiliki potensi wisata yang sangat besar sehingga memberi kesempatan bagi budaya-budaya khas daerah untuk ditampilkan.Â
Tari gandrung sebagai suguhan atau sebagai produk wisata ini dapat ditampilkan dan dikemas dengan apik untuk menyambut para wisatawan local maupun mancanegara karena tari gandrung merupakan tarian selamat datang khas dari Banyuwangi. Kesenian tari gandrung termasuk dalam cakupan wisata kebudayaan karena memiliki daya tarik wisata berupa keunikan, keindahan, sejarah, dan nilai-nilai luhur.Â
Sebagai tarian yang memiliki keunikan tersendiri, tari gandrung yang dipromosikan melalui sektor pariwisata ini dapat memperkenalkan dan menunjukkan identitas dari budaya Indonesia terutama wilayah Banyuwangi sendiri. Tari Gandrung memiliki ciri khas , mereka menari dengan kipas dan ketika penari menyentuh kipasnya kepada salah satu penonton biasanya laki -- laki dan di ajak untuk menari.Â