Mohon tunggu...
Ardi Prasetyo
Ardi Prasetyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Musik, Literasi, Bisnis

Begitu banyak instrumen kehidupan, seperti halnya musik. Lalu, kupelajari satu per satu, pun agar harmonis hidup yang kumainkan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Memanah Tujuan Hidup

22 Juli 2015   05:57 Diperbarui: 22 Juli 2015   05:57 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Coba kaubidik mangga yang kaumaksud, Nak."

"Baik, Kek"

Ia mulai menggenggam kuat busur panah itu dengan tangan kirinya. Lalu tangan kanannya mulai menarik satu anak panah dari wadah di punggungnya. Lekas ia pasang anak panah pada posisinya, kemudian dengan perlahan ia tarik busur bersamaan dengan ekor anak panah itu. Ia yakin bidikannya sudah sangat tepat.

"Slaaatttt!" Melesat cepat anak panah itu setelah dilepaskan dari busurnya. Ia perhatikan, anak panahnya tidak mengenai sasaran. Justru tersangkut di ranting-ranting sisi lain pohon mangga itu.

"Begitulah, Kek. Sepertinya aku memang tak berbakat memanah."

"Tenangkanlah dirimu sejenak, Nak. Coba kita evaluasi apa yang baru saja terjadi."

"Perhatikan anak panah yang baru saja kaulepaskan itu, di situlah kekuatanmu. Anak panah itu mampu menerobos ranting-ranting pepohonan dan dedaunan baik sebelum dan sesudah melewati mangga tujuanmu. Itu berarti dirimu mempunyai tenaga yang kuat untuk menarik busur panah. Akan tetapi, dirimu menilai kerataan tempat membidik terlalu penting. Sehingga  justru kauabaikan dedauanan dan ranting pohon yang merintangi anak panahmu menuju mangga yang kautuju. Tembakanmu memang kuat, bahkan bidikanmu mungkin saja sudah tepat, tapi sentuhan anak panah dengan rintangan berupa dedaunan dan ranting pohon dapat merubah arah anak panah. Renungkanlah, dan perlahan coba kaupahami hasil evaluasi ini."

"Baik, Kek. Tampaknya aku mulai mengerti."

Kemudian, ia membidik mangga itu dari arah yang lain. Tempatnya berbatu cukup tajam dan sedikit miring, tapi dari situ tak ada rintangan yang akan menghalangi anak panahnya untuk mengenai sasaran. Kembali ia mulai membidikkan panahnya, dan "Slaaaattt!" Anak panah yang dilepaskannya pun menyerempet kulit mangga yang diincarnya. Satu senyuman ia pamerkan pada sang kakek. Ia tampak bangga dengan keberhasilannya yang semakin dekat.

Ia berjalan ke arah sang kakek dan sesekali wajahnya menampakkan kesakitan karena kakinya baru saja bertumpu pada batu tajam.

"Bagaimana, Kek? Menurutku sendiri, aku sudah mulai puas dengan apa yang aku bisa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun