Dengan suara beratnya, sang kakek tertawa, "Hahaha! Kamu memang masih terlalu muda, Nak. Tapi rasanya akan baik jika kautahu soal ini. Dalam hal seperti ini, cepat puas akan hasil usaha kita sendiri itu merupakan sifat yang perlu dihindari. Kamu harus memacu dirimu untuk berusaha lebih keras, sehingga hasil yang nantinya kauraih pun akan lebih luar biasa lagi. Jadi, kakek berpesan padamu agar jangan cepat puas ya, Nak."
Sambil menggaruk-garuk kepalanya dan dengan wajah sedikit bingung, pemuda itu menimpali, "Bisakah kakek tinggal bersama keluargaku lebih lama? Baru sebentar saja aku belajar dengan kakek, sudah banyak ilmu yang kudapatkan. Kakek sungguh bijaksana."
"Tenang lah, Nak. Aku takkan pergi sekarang juga. Aku masih akan menemani berlatih memanah."
"Kakek punya satu pertanyaan mudah, kaumau menjawabnya?"
"Apa itu, Kek?"
"Begini. Apakah mangga bisa berlari?"
"Hahaha! Kakek pasti bercanda. Sejak kapan buah mangga bisa berlari? Ternyata selain bijaksana, Kakek juga pandai berkelakar."
"Yah, kamu boleh menilai kakek seperti apa saja. Tapi, begini maksud Kakek. Jika mangga tak bisa berlari, kenapa kautak mencoba mendekatinya saja?"
"Perhatikan mangga yang kauincar, ia memang tak terjangkau dengan tangan, tapi ia tak begitu tinggi, bukan? Sekarang, coba kaudekati."
Berjalan lah pemuda itu melelui semak-semak untuk mendekati mangga itu.
"Nah, sekarang silakan kau bidik dengan panahmu."