Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Kuliner] Ikan Pais Sisa Kemarin

9 Juni 2016   23:33 Diperbarui: 9 Juni 2016   23:44 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan... Tak butuh waktu lama bagi Charaka untuk menandaskan sepiring penuh, dan merasa ndak tambuh seperti pada lirik lagu. Keringat di dahi dan atas bibir Charaka mulai terbit berbintik-bintik ketika mendadak dia ingat sesuatu. "Kok, daun talasnya tidak terasa gatal sama sekali, Nandita? Apa karena butuh 8 jam merebusnya? Lihat, bahkan tulang ikannya pun terasa lunak..."

"Oh, bukan Mas. Lamanya waktu perebusan tidak akan berpengaruh dengan hilangnya rasa gatal daun talas. 8 jam itu hanya memastikan ikannya matang dengan sempurna. Rahasia sebenarnya adalah dengan menambahkan asam gandis dan buah pinang muda di dalam air rebusannya..."

Charaka mengangguk paham. Dia tak akan menyia-nyiakan kelezatan ikan pais ini, karena belum tentu dia akan kembali ke Bengkulu. Ketika matahari tergelincir dalam kedalaman ujung laut, Charaka total menghabiskan tiga piring nasi tanpa sisa sedikitpun. Dia tidak tahu persis, apa memang masakannya yang lezat, atau senyum dan binar mata Nandita yang membuatnya lupa daratan.

*

*

Charaka berangkat ke Jakarta pagi ini. Arya sudah memberi tahu Nandita tadi malam. Kini gadis itu bingung setengah mati. Dia tidak tahu apa salahnya. Entah mengapa, sikap Charaka berubah drastis. Pemuda yang sebelumnya begitu ramah padanya, mendadak kaku sedingin es batu. Tepatnya setelah dia berterima kasih atas masakan yang barusan disantapnya.

Tatapan hangat yang kemarin hilang sudah. Bahkan tegur sapa dan gelak renyah dari pemuda itu ikut menguap sejak semalam. Sarapan berlangsung dalam diam. Hanya sesekali Pak Arya memberinya wejangan seperti biasa.

Ada apa gerangan? Mengapa Charaka mendiamkannya? Seolah itu semua belum cukup, tak ada satu kata pamit pun terucap. Bahkan walau hanya sekadar basa-basi. Pemuda itu masuk mobil yang membawanya ke bandara begitu saja. Tanpa bicara. Tanpa suara. Dan tanpa menoleh lagi ke belakang pada Nandita yang berdiri sediam patung Buddha di pintu gerbang. Padahal, Nandita hanya ingin melepas kepergian pemuda yang diam-diam mencuri hatinya.

Nandita terkesiap. Tidak mungkin, bisik batinnya. Tidak mungkin Charaka tahu kalau diam-diam Nandita jatuh cinta padanya. Tapi Nandita juga tak sanggup memikirkan alasan logis lain atas perubahan sikap Charaka. Gadis itu menggigit bibirnya menahan tangis. Hatinya luka. Jelas saja Charaka mendiamkannya... Dia tidak mungkin memaafkan seorang anak pembantu rumah tangga yang lancang jatuh cinta pada keponakan majikannya. Tapi harusnya Charaka tahu, Nandita tak pernah berharap apa-apa. Gadis itu paham akan statusnya yang bukan apa-apa.

Butiran bening yang mati-matian ditahannya akhirnya jatuh juga.

*:*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun