"Pagi, Nandita," balas Arya ramah. "Dimana ibumu?"
"Lagi di pasar, Pak.Belanja. Kan Bapak pulang hari ini, harus masak istimewa dong..."
"Ikan Pais Kakap Spesial?" tebak Arya.
Nandita mengangguk antusias. "Kesukaan Boss Besar..."
Tawa pun pecah. Bahkan Yudi, supir yang sibuk mengeluarkan koper dari bagasi ikut tertawa. Tepat saat itulah mata Nandita tertuju pada seseorang yang berdiri di dekat mobil. Wajahnya tampak asing dan canggung. Jelas dia baru pertama kali datang ke sini. Meski tampak letih, sama sekali tak mengurangi ketampanan dirinya. Siapakah gerangan? Jelas bukan anak Pak Arya, karena Bossnya itu hanya punya dua anak perempuan yang saat ini masih kuliah di Belanda.
"Charaka?" panggil Arya.
"Ya, Om?" Charaka bergegas mendekat.
"Jam 9 pagi ini saya ada urusan. Mungkin petang nanti baru pulang. Kamu tinggal di rumah ya? Istirahat. Anggap saja rumah sendiri, tidak usah sungkan," kata Arya, lalu tatapannya beralih pada Nandita. "Nandita, kamu temani Charaka ya? Jangan sampai dia tidak betah!"
***
Charaka baru selesai mandi kala membaui sesuatu yang aneh dari dapur. Amis ikan, bercampur rempah, dan... -kalau hidungnya tidak salah- bau khas kelapa yang disangrai. Terintimidasi oleh rasa ingin tahunya yang besar, Charaka pun mendekat.
Lantai dapur tampak porak poranda. Nandita yang duduk lesehan di sana tampak sibuk membungkus potongan besar ikan dalam baskom seperti pepes (tapi sepertinya jauh lebih rumit?). Jemarinya yang mungil lentik tampak kekuningan terkena kunyit. Bibirnya yang kemerahan menyenandungkan sebuah lagu bernada melayu yang sama dengan yang didengar Charaka di dalam mobil tadi pagi.