Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Kuliner] Ikan Pais Sisa Kemarin

9 Juni 2016   23:33 Diperbarui: 9 Juni 2016   23:44 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Charaka menemani Nandita hingga ikan terakhir usai dibungkus semuanya. Nandita berkisah tentang dirinya, yang yatim sejak masih dalam kandungan, namun bersyukur karena ibunya yang asisten rumah tangga itu punya majikan yang baik. Aryadinata Surya, pengusaha perkebunan sukses yang kini merambah bisnis logam mulia itu memercayakan rumah warisan keluarganya di pesisir Bengkulu ini kepada Ibu Nandita agar diurus. Bersama dua orang security dan satu tukang kebun, Nandita seperti punya keluarga yang sebenarnya. Pak Arya cukup sering menengok jika kebetulan merasa perlu mengecek beberapa anak perusahaan miliknya.

**

Angin. Bau garam. Pantai. Senja.

Charaka berharap waktu berhenti agar dia menikmati keindahan ini selamanya. Dia duduk di saung di belakang rumah. Charaka paham mengapa Arya tak berniat menjual rumah tersebut kendati hidupnya tak lagi di kota kecil ini. Berbatasan langsung dengan garis pantai Bengkulu yang landai, dan terkenal dengan pasir putihnya nan lembut... juga pohon pinus sebagai ganti pohon kelapa tumbuh subur di sekelilingnya, sulit membayangkan kalau rumah ini masih termasuk dalam wilayah administrasi Kotamadya.

"Ayo, Mas Raka. Dicicipi dulu Ikan Paisnya," suara lembut Nandita membawa Charaka menjejakkan kaki kembali ke Bumi.

Charaka melihat meja rendah di depannya sudah penuh dengan makanan. Nasi putih yang masih mengepul, menguarkan aroma khas jika dimasak dengan tungku kayu. Lalu ada Ikan Pais yang sudah dibuka bungkus daun pisangnya. Nandita memotongnya apik. Warna hijau daun talas yang tampak kontras dengan bumbu jingga itu benar-benar menggugah selera. Ditambah sambal terasi di cobek kecil di sebelahnya, ah..., sungguh menerbitkan air liur.

"Kok kamu di sini? Nanti Om Arya butuh bantuanmu," kata Charaka sembari melirik saung sebelah. Arya dan tiga orang tamunya tampak sudah mulai bersantap ria.

"Nggak papa, Mas. Ada Ibu kok," ujar Nandita sambil menyendok nasi. "Lagipula saya memang disuruh nemenin Mas Raka.. -Ini, Mas, silakan--"

"Terima kasih," Charaka menerima piring yang disodorkan Nandita. Selain nasi, sudah lengkap terisi ikan pais, sambal, dan ...

"Jering mudo ..., alias jengkol muda," kata Nandita tersenyum. "Belum lengkap kalau belum lalap itu, Mas."

Charaka memulai suap pertamanya. Rasa gurih bumbu ikan pais yang khas langsung membuat lidahnya jatuh cinta. Perpaduan daging ikan yang lembut dengan daun talas yang empuk, pedas sambal dan sepat-pahit jengkol muda benar-benar merupakan kolaborasi rasa spektakuler. Belum pernah dia makan nasi selezat ini sejak ibunya meninggal 10 tahun yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun