Mohon tunggu...
Aprisa Tasyanda
Aprisa Tasyanda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

be happy and a reason will come along.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penegakan Hukum di Indonesia dalam Ontologi Paradigma Critical Theory

6 Januari 2022   20:15 Diperbarui: 6 Januari 2022   20:43 1857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat pun tak tinggal diam, banyak yang melakukan aksi nyata seperti melakukan demonstrasi, melontarkan kritikan-kritikan ke aparat penegak hukum melalui berbagai sarana, dan lain sebagainya. Keinginan masyarakat hanya satu yaitu penegakan hukum yang adil bagi seluruh masyarakat dan terjaminnya hak masyarakat dalam hal persamaan dihadapan hukum. Hal ini terus saja berlangsung bagai roda yang berputar. 

Terdapat penegakan hukum pada kasus-kasus yang dinilai oleh masyarakat tidak adil, masyarakat yang menaruh perasaan curiga lalu melakukan aksi nyata, adanya tanggapan dari pemerintah dan aparat penegak hukum, kemudian terdapat penegakan hukum pada kasus-kasus yang dinilai oleh masyarakat tidak adil lagi, dan begitu seterusnya.

Kemudian, bagaiamana masalah tersebut bila ditinjau dari paradigma Critical Theory dalam filsafat hukum? Apakah masalah tersebut merupakan hal yang klasik dan biasa terjadi?

Pembahasan

Kata Paradigma berasal dari gabungan kata dari Bahasa Yunani paradeigma. Para berarti ‘di sebelah’, ‘di samping’, ‘di sisi’, ‘berdampingan’, atau ‘di tepi’, sedangkan deiknunai  atau deigma berarti ‘melihat’ atau ‘menunjukkan’. Sedangkan dalam Bahasa Inggris, Paradigma bermakna sebagai ‘contoh’ (example), ‘pola’ (pattern), atau ‘model’. Kemudian, dalam komunitas ilmiah pemahaman mengenai paradigma lebih kompleks. 

Terdapat beberapa ahli yang mencoba memberikan pemahaman mengenai paradigma. Salah satu ahli yang memberikan pemahaman mengenai paradigma yaitu Guba dan Lincoln (1994). Paradigma terbangun atau tersusun dari jaringan premise [yakni pernyataan dari mana sebuah kesimpulan dapat diambil secara logis] ontologis, epistemologis, dan metodologis; suatu kumpulan atau set atau system belief ‘dasar’ yang berkenaan dengan prinsip-prinsip utama dan/atau pertama, yang memandu tindakan (action) para penganutnya; me-representasi-kan suatu worldview yang men-definisi-kan –bagi penganutnya- sifat dan ciri ‘dunia’ serta rentang hubungan yang mungkin antara mereka dengan ‘dunia’ berikut bagian-bagiannya.[1] 

 

Dalam pengertian ini, 3 jaringan premise tersebut dicoba direngkuh yang nantinya berlaku di dalam suatu masyarakat ilmiah. Setelahnya, hanya akan ada beberapa paradigma [besar] yang diakui untuk dipilih kemudian dianut oleh para penganutnya. 

Paradigma merupakan kerangka berpikir yang merupakan mental tools untuk menjelaskan, memahami, mengungkapkan, dan menyelesaikan suatu hal atau permasalahan. Namun, terkadang paradigma tanpa disadari dianut begitu saja oleh masyarakat ilmiah untuk menjelaskan, memahami, mengungkapkan, dan menyelesaikan suatu hal atau permasalahan.

 

Guba dan Lincoln (1994) menawarkan pemahaman 4 paradigma utama yaitu positivism, postpositivisme, critical theory, dan constructivism. Kemudian, oleh Lincoln, Lynham, dan Guba (2011) menawarkan penambahan 1 paradigma utama dari 4 paradigma utama yang ditawarkan oleh Guba dan Lincoln pada tahun 1994. Penambahan 1 paradigma utama tersebut adalah participatory.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun