Dalam praktik pembelajaran Kurikulum Merdeka yang penulis lakukan selama ini, penulis menggunakan buku siswa dan buku guru. Penulis meyakini bahwa buku tersebut sudah sesuai dan baik digunakan di kelas karena diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata, dalam praktiknya, penulis mengalami beberapa kesulitan seperti materi dan tugas tidak sesuai dengan latar belakang peserta didik. Selain itu, penulis masih berfokus pada penguasaan pengetahuan kognitif yang lebih mementingkan hafalan materi. Dengan demikian proses berpikir siswa masih dalam level C1 (mengingat), memahami (C2), dan C3 (aplikasi). Guru hampir tidak pernah melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS). Penulis juga jarang menggunakan media pembelajaran. Dampaknya, suasana pembelajaran di kelas kaku dan anak-anak tampak tidak ceria.
Untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0, peserta didik harus dibekali keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).  Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada HOTS (Higher Order Thinking Skills) dan disarankan dalam implementasi  Kurikulum  adalah model pembelajaran berbasis masalah Student Team Achievement Division (STAD). STAD merupakan model pembelajaran yang mengedepankan strategi pembelajaran dengan menggunakan masalah dari dunia nyata sebagai konteks siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan penyelesaian masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi yang dipelajarinya. Dalam STAD siswa dituntut untuk mampu menyelesaikan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual). Dengan kata lain, STAD mengajarkan peserta didik untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mencari dan menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Â
Setelah melaksanakan pembelajaran matematika dengan model STAD, penulis menemukan bahwa proses dan hasil belajar peserta didik meningkat. Lebih bagus dibandingkan pembelajaran sebelumnya. Ketika model STAD ini diterapkan pada kelas yang lain ternyata proses dan hasil belalajar peserta  didik  sama baiknya. Praktik pembelajaran STAD yang berhasil baik ini penulis simpulkan sebagai sebuah best practice (praktik baik) pembelajaran berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills) dengan model STAD.
Best practice ini penting untuk dibagikan karena banyak guru yang mengalami masalah yang sama dalam pembelajaran, Student Team Achievement Division dapat meningkatkan keaktifan siswa dan meningkatkan kemampuan belajar siswa, media dan alat/bahan pembelajaran lebih inovatif dan tidak monoton sehingga peserta didik tidak bosan (Media pembelajaran slide PPT, Vidio motivasi), proses pembelajaran lebih tersruktur, pembelajaran lebih berpusat pada perserta didik, guru berperan sebagai fasilitator, adanya penanaman karakter seperti disiplin dan kerjasama, tercapainya tujuan pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, dan pembelajaran lebih menarik.
Dalam kegatan PPG ini, peran saya dalam melaksanakan aksi PPL 2 yang ternyata menjadi alternatif solusi bagi masalah-masalah yang saya hadapi. Â Peran saya diantaranya adalah sebagai pengelola kelas yang mengorganisasikan dan memantau kegiatan belajar siswa, menjadi fasilitator dan motivator dalam menerapkan Pembelajaran Student Team Achievement Division, memastikan Pembelajaran Student Team Achievement Division berjalan dengan baik, sebagai mediator antara materi pembelajaran dan siswa, yaitu kemampuan guru dalam membuat media pembelajaran yang bisa menjembatani siswa dengan materi pembelajaran, dan sebagai observer/pengamat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Tanggung jawab saya disini adalah sebagai administrator yang menyiapkan perangkat pembelajaran sesuai dengan materi dan karakteristik siswa, dan melakukan kegiatan pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa.
Student Team Achievement Division (STAD) adalah model pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme dan memiliki ciri-ciri yaitu ada penyajian materi, siswa belajar dalam kelompok kecil, ada kuis, dicari skor perkembangan individu dan ada penghargaan kelompok (Trianti, 2011). STAD dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan bagi siswa.
Menurut Ahmad Jamolang (2012) penggunaan model pembelajaran STAD sudah tepat. Model ini telah meningkatkan soft skills dan hard skills siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran kooperatif yakni pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik, sekaligus keterampilan sosial.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi untuk bisa tercapainya tujuan pembelajaran antara lain: (1) Tidak semua siswa aktif dalam pembelajaran; (2) Ada beberapa siswa dengan tingkat pemahaman materi yang rendah; (3) Persiapan yang kurang maksimal; (4) Kurangnya kemapuan guru dalam penerapan model dan metode belajar inovatif; (5) Kuarngnya pemaanfaatan sarana dan prasarana yang selama ini ada; (6) Tidak semua area sekolah terjangkau oleh wifi; (7) Kurangnya kemampuan TPACK (Technologi Pedagogical Content Knowledge).
Dalam pelaksanaan aksi ini guru melibatkan beberapa peran, yaitu: (1) Kepala SMPN 3 Bogorejo Satu Atap (Joko Sugiharno, S. Pd) memberikan keleluasan dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan; (2) Dosen pembimbing (Ibu Dr Swasti Maharani, M.Pd) dan guru pamong (Septina Aritaningrum, S.Pd, Gr) sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran; (3) Rekan guru sejawat yang membantu terlaksananya kegiatan ini; (4) Saya sendiri sebagai guru matematika (fasilitator); (5) Â Â Â Â Â Siswa/siswi kelas VII SMPN 3 Bogorejo Satu Atap.
Adapun tujuan dari penyusunan laporan best practice ini adalah menganalisis penerapan pembelajaran Student Team Achievement Division berbantukan PPT dan video motivasi, terhadap peningkatan Antusiasme dan Keaktifan Belajar Matematika Pada Materi Keliling dan Luas Bangun Datar Segi Empat Di Kelas VII SMPN 3 Bogorejo Satu Atap.
PEMBAHASAN