"Tapi untuk siapa, ya, Nduk? Cuma Paklikmu yang senang motif ini," jawab Bulik sedikit ragu. "Tapi ndak apa-apalah. Biar nanti Bulik aja yang pakai, bisa untuk bawahan mukena."
***
Sudah seminggu ini aku dan Bulik keliling beberapa toko mencari perlengkapan ibadah haji dan oleh-oleh yang akan dibagikan nanti. Bulik benar-benar telah siap berangkat, segalanya telah tersedia di rumah.
"Bulik, siang ini ada pengumuman dari menteri agama terkait keberangkatan ibadah haji, lho. Ini saya nunggu beritanya, masih setengah jam lagi."
"Iya, Bulik mau rebahan dulu, ya. Rasanya badan Bulik capek sekali hari ini."
Benar apa yang kuperkirakan sebelumnya, pemerintah tidak akan memberangkatkan jemaah haji dalam kondisi seperti sekarang ini. Virus yang telah menyebar ke seluruh dunia akan lebih sulit dikendalikan.
Terlebih lagi, saat di Mekkah atau Madinah nanti pasti berkumpul orang dari berbagai dunia. Bukan perkara mudah untuk memastikan jamaah yang berangkat ke sana benar-benar sehat dan tidak sedang terjangkit virus mematikan itu.
Bisa jadi jamaah itu sehat, tetapi jika dia adalah orang tanpa gejala dan pembawa virus tersebut. Bagaimana dengan nasib jamaah lain jika tertular?
Sampai sore Bulik belum juga bangun, tak biasanya ia tidur sepulas itu. Saat azan berkumandang biasanya segera bangun dan mandi lalu salat. Kali ini benar-benar terlelap.
Aku berniat membangunkannya pelan-pelan, sudah tepat pukul empat Bulik belum salat Asar. Pasti nanti jadi bingung dan akan tergesa-gesa melaksanakannya.
"Bulik, sudah sore, nggak bangun salat dulu? Sudah jam empat," bisikku pelan sambil membelai lengan Bulik.