Pintu rumah bernomor 2 itu masih tertutup, pelan kuketuk dan segera pemiliknya keluar. Mas Ardy yang membuka pintu sedikit terkejut, tak menyangka aku akan tiba sepagi itu.
"Sama siapa kamu? Sendiri?" Masih tak percaya, dia melihatku datang seorang diri.
"Hhmm, berani kamu jauh-jauh ke sini sendiri, ayo masuk!" Sambil membuka daun pintu yang sebelah lagi Mas Ardy mempersilakan masuk.
Dari belakang, ibunya juga menyambut kedatanganku. "Ooh, Mbak Ranti? Ayo, masuk dulu, Mbak." Dengan ramah ibu menyambutku.
"Baik, terima kasih, Bu, maaf mau mengganggu Mas Ardy sebentar," jawabku singkat.
"Mas, maaf, aku gak lama, ya, aku cuma mau antar ini saja. Maaf kalo kurang berkenan. Semoga bisa bermanfaat." Sambil kuserahkan bingkisan untuk Mas Ardy.
"Trus, maksudmu jauh-jauh ke sini apa kalau hanya sebentar?" Pandangan tajam itu, tak sanggup aku membalasnya.
"Iya, Mas, maaf aku harus kerja setelah ini. Aku pamit. Dipakai, ya, semoga ini bermanfaat."
Aku segera berlalu dari pandangan itu. Tak kuasa menahan air mata yang segera tumpah.
***
Aku tak tahu kalo Mas Ardy sudah berencana mengadakan pertemuan di rumah Mas Rendra sebagai acara pamitan. Mungkin, karena dia tidak ingin melihatku bersedih, sehingga aku tak diundangnya. Hanya Ratna, Arman, Andra dan Mas Rendra yang hadir pada acara tersebut.