Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pergilah, Tanpa Pamit

3 April 2020   20:24 Diperbarui: 3 April 2020   20:40 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Baiklah, Mas, kalau nanti memang jadi berangkat ke Jakarta, jangan telpon aku, ya. Jangan pamit  padaku. Assalamualaikum." Sambil tergugu kututup telepon. Aku segera berbenah pulang.

Hingga larut malam, aku risau memikirkan ucapanku pada Mas Ardy. Ada perasaan yang bergejolak. Antara takut kehilangan, dan marah karena tak ada kejujuran dari Mas Ardy. Aku pun tak bisa bersikap dewasa menghadapi keadaan ini.

Aku tersadar, emosiku berlebihan. Tidak seharusnya bersikap begitu, mengucapkan kata-kata yang tak sepantasnya pada Mas Ardy. Aku akan minta maaf atas semua ucapan dan sikapku.

Matahari mulai meninggi, kulihat jam dinding sudah melewati pukul 8.00. Kuangkat gagang telepon, suara berat di sana tiba-tiba membuat jantungku berdetak. Suara khas Mas Ardy yang ingin kudengar. Sesaat kami saling diam. Hanyut dalam perasaan masing-masing.

"Ranti, kamu masih di situ?" tanya Mas Ardy.

"Eeee ... iya, Mas Ardy apa kabar? Aku minta maaf, ya, Mas. Aku cuma mau tanya, kapan pastinya Mas Ardy berangkat?" Suaraku memelas.

"Insyaallah lusa, pesawat pagi," jawabnya pelan.

"Baiklah, ya sudah Mas, gitu saja. Mas Ardy jaga diri baik-baik, ya. Terima kasih." Segera kuakhiri telepon. Diam sesaat, mengingat pembicaraan kami.

Aku ingin memberi sedikit kenangan untuk Mas Ardy. Lalu, kuputuskan untuk membeli sajadah dan peci hitam untuk salat. Aku ingin agar ia selalu ingat kewajibannya yang utama.

Kubungkus rapi kenangan yang akan kuberikan dengan hati risau. Namun, apa boleh buat, toh, semua untuk masa depannya. Semoga ini yang terbaik untuk dunia dan akhiratnya.

Kuantar bingkisan itu sebelum berangkat kerja. Kutelepon Mas Ardy lebih dulu, kupastikan dia ada di rumah dan menerima langsung bingkisanku. Bingkisan penuh harap, agar dia selalu mengingatku setiap dia akan salat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun