Mohon tunggu...
Anugerah Akbar Yudha Adistian
Anugerah Akbar Yudha Adistian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN RM Said Surakarta

Sebuah tujuan tidak akan bisa dicapai tanpa adanya pengorbanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi dengan Judul "Penentuan Saksi untuk Keabsahan Pernikahan" (Studi KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali)

3 Juni 2024   18:23 Diperbarui: 3 Juni 2024   18:36 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Anugerah Akbar Yudha Adistian 

NIM: 222121079

Review skripsi "PENENTUAN SAKSI UNTUK KEABSAHAN PERNIKAHAN (Studi KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali)" yang ditulis oleh Tomy Mega Pratama tahun 2021 UIN Raden mas said Surakarta 

A. Pendahuluan 

Pernikahan merupakan salah satu pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan masyarakat yang sempurna. Pernikahan mengandung aspek hukum. Melangsungkan pernikahan berarti mendapatkan hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong-menolong. Karena pernikahan termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung tujuan atau maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT

Pernikahan juga merupakan sebuah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan akad nikah. Nafsu seks merupakan nafsu yang paling kuat pada diri manusia. la selalu menuntut penyalurannya. Jika tidak ada solusi maka manusia akan mengalami kegoncangan dan mengalami beberapa gangguan. Solusi itu adalah menikah. Karena menikah merupakan satu-satunya solusi alami dan secara biologis paling sesuai untuk memuaskan nafsu seksual.

Perkawinan adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh Allah dan juga disuruh oleh Nabi. Banyak suruhan-suruhan Allah dalam Al-Qur'an untuk melaksanakan perkawinan. Di antaranya firman Allah dalam Surat An-Nur Ayat 32

Namun dalam pernikahan, yang tidak kalah penting adalah adanya saksi Kehadiran saksi sangat penting dalam penentuan sah atau tidaknya pernikahan, selain itu saksi nikah juga akan diminta tanda tangan pada Akta Nikah pada saat nikah dilangsungkas sehingga tercantum dalam Akta Nikah. Hal ini menjadi bukti bahwa telah terjadi pernikahan dengan disaksikan oleh kedua saksi nikah yang nama keduanya tercatat.

Sebagai mana yang tertera dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 25 menyebutkan bahwa yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah adalah:

1. Seorang laki-laki Muslim

2. Adil

3. Aqil

4. Baligh

5. Tidak terganggu ingatan

6. Tidak tuna rungu atau tuli

Jumhur ulama mengambil dalil tentang syarat persaksian dalam keabsahan pernikahan dari hadist yang diriwayatkan dari Daruquthni dan Ibnu Hibban:

لا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيَ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ (رواه الدار قطني وابن حبان)

Artinya: tidak ada nikah tanpa wali dan dua saksi yang adil (H.R. Daruquthni dan Ibnu Hibban)

Pada dasarnya perkawinan dianggap sah apabila telah mememhi rukun, yaitu

1. Adanya calon suami/istri

2. Adanya wali

3. Adanya dua orang saksi

4. Adanya sighat akad nikah yaitu ijab dan kabul

Ketua KUA. Banyudono menuturkan bahwa, saksi dalam akad pernikahan yang ditunjuk oleh pihak keluarga calon pengantin, kemudian pihak KUA meminta keluarga tersebut untuk mengumpulkan identitas dan akan diperiksa oleh petugas PPN yang merangkap menjadi ketua KUA, apakah saksi tersebut sudah memenuhi kriteria dan pantas menjadi seorang saksi seperti yang telah ditentukan oleh Agama dan Perundang-undangan yang berlaku, karena dua orang saksi tersebut berperan penting dalam sahnya pernikahan."

Saksi adalah orang yang melihat, mendengar, atau menyaksikan secarang langsung mengenai suatu peristiwa tersebut, maka saksi akan dimintai pertanggung jawabannya sesuai dengan apa yang ia lihat dan dengar. Hikmat disyariatkannya saksi dalam sebuah pernikaluan adalah seorang saksi dapat menolak tuduhan dan keraguan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa kesaksian dalam akad pernikahan itu berperan penting dan mempengaruhi sahnya suatu pernikahan. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui bagaimana pihak Kantor Urusan Agama dalam menetapkan seorang yang pantas dijadikan saksi dalam akad pernikahan agar pernikahan tersebut sah menurut Agama dan perundang-undngan yang berlaku.

B. Alasan memilih judul ini

Memilih untuk mereview skripsi dengan judul "Penentuan Saksi untuk Keabsahan Pernikahan (Studi KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali)" didasarkan pada beberapa alasan yang kuat dan menarik. Pertama, topik ini sangat relevan dalam konteks hukum dan sosial, khususnya dalam masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai pernikahan. Pernikahan tidak hanya dianggap sebagai ikatan antara dua individu, tetapi juga sebagai peristiwa sosial yang melibatkan keluarga besar dan masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai ketentuan saksi dalam pernikahan menjadi krusial untuk memastikan keabsahan dan keberterimaan pernikahan di mata hukum dan agama.

Kedua, penelitian ini memberikan pandangan empiris dari wilayah spesifik yaitu Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Dengan fokus pada KUA (Kantor Urusan Agama) setempat, skripsi ini menawarkan insight tentang praktik lokal dan bagaimana ketentuan saksi diterapkan dalam konteks budaya dan adat setempat. Ini memberikan nilai tambah berupa keunikan lokal yang dapat dibandingkan dengan praktik di wilayah lain, sehingga memperkaya pemahaman kita tentang variasi dalam penerapan hukum pernikahan di Indonesia.

Selain itu, skripsi ini layak untuk di-review karena mengangkat isu penting mengenai legalitas pernikahan yang sering kali menjadi polemik di masyarakat. Keberadaan saksi yang sah adalah salah satu syarat yang mutlak dalam pernikahan menurut hukum Islam dan hukum negara di Indonesia. Namun, sering kali terjadi kebingungan atau ketidaktahuan di masyarakat mengenai siapa saja yang dapat menjadi saksi yang sah, serta implikasi dari ketidakhadiran saksi yang memenuhi syarat.

Skripsi ini juga menarik karena berpotensi memberikan rekomendasi praktis yang dapat digunakan oleh KUA dan masyarakat dalam memastikan prosedur pernikahan yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Temuan dari studi ini bisa menjadi dasar bagi kebijakan atau sosialisasi lebih lanjut yang dapat memperkuat kesadaran hukum dan kepatuhan masyarakat terhadap regulasi pernikahan.

Secara keseluruhan, alasan memilih mereview skripsi ini adalah karena relevansinya yang tinggi dengan isu hukum dan sosial, fokusnya yang spesifik pada praktik lokal yang unik, serta kontribusi praktis yang ditawarkannya untuk memperbaiki dan menyempurnakan prosedur pernikahan di Indonesia. Semua faktor ini membuat skripsi ini menjadi karya yang sangat layak untuk direview dan dibahas lebih lanjut.

C. Pembahasan hasil review 10 halaman

PENENTUAN SAKSI UNTUK KEABSAHAN PERNIKAHAN

(Studi KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali)

BAB II SAKSI DALAM PERKAWINAN

A. Perkawinan (Pernikahan)

1. Definisi Perkawinan

   Perkawinan atau pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Definisi ini memiliki dasar yang kuat baik dalam hukum negara Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun dalam ajaran agama Islam yang dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam perspektif Islam, perkawinan dianggap sebagai mitsaqan ghalizan, yaitu perjanjian yang kuat dan sakral.

Pernikahan menurut Islam mempunyai suatu nilai ibadah. Maka dari itu perlu diatur dengan persyaratan dan rukun tertentu yang harus di penuhi agar tujuan disyariatkan pernikahan dapat tercapai. Antara rukun dan syarat perkawinan itu ada perbedaan dalam pengertiannya. Yang dimaksud rukun dalam perkawinan adalah hakikat dari perkawinan ins sendiri, jadi tanpa adanya salah satu rukun, perkawinan tidak mungkin dilaksanakan. Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan adalah suatu yang harus ada dalam perkawinan, namun bukan termasuk hakikat perkawinan. Kalau salah satu syarat dalam perkawinan tidak terpenuhi maka perkawinan itu tidak sah.

2. Hukum Melakukan Perkawinan

   Hukum melakukan perkawinan dalam Islam dibagi menjadi lima, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram, tergantung pada kondisi individu yang bersangkutan. Misalnya, perkawinan menjadi wajib bagi seseorang yang sudah mampu secara fisik dan finansial serta khawatir akan terjerumus dalam zina. Di sisi lain, hukum negara mewajibkan setiap perkawinan dicatatkan agar memiliki kekuatan hukum.

Imam Ghazali membagi tujuan perkawinan menjadi lima yaitu: 

a. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.

b. Memenuhi tuntunan naluriah hidup kemanusiaan.

c. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.

d. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari masyarakat yang besar diatas dasar kecintaan dan kasih sayang

e. Membutuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal, dan memperbesar rasa tanggung jawab

3. Rukun dan Syarat Perkawinan (Pernikahan)

   Rukun perkawinan dalam Islam mencakup adanya calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan ijab kabul. Setiap elemen tersebut harus dipenuhi agar pernikahan dianggap sah. Selain rukun, terdapat juga syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti adanya kerelaan dari kedua belah pihak, tidak ada paksaan, dan kedua mempelai harus memenuhi syarat usia yang ditetapkan oleh hukum.

4. Tujuan Perkawinan

   Tujuan utama dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, serta melanjutkan keturunan. Selain itu, perkawinan juga berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologis secara sah dan halal, serta sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.

5. Hikmah Perkawinan

   Hikmah atau manfaat dari perkawinan mencakup berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks pribadi, perkawinan memberikan ketenangan jiwa dan kestabilan emosi. Secara sosial, perkawinan mempererat hubungan antar keluarga besar dan membangun masyarakat yang kuat. Selain itu, perkawinan juga memfasilitasi pembentukan generasi penerus yang berakhlak mulia.

Hikmah pernikahan menurut M. Idris Ramulyo yaitu perkawinan dapat menimbulkan kesungguhan, keberanian, kesabaran, dan rasa tanggung jawab pada keluarga, masyarakat dan Negara. Perkawinan membutuhkan silaturahmi, persaudaraan dan kegembiraan dalam menghadapi perjuangan hidup dalam kehidupan masyarakat dan sosial 21 Allah menjadikan makhluknya berpasang-pasang, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan dan betina begitu pula tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia hidup berpasang-pasang, hidup dua sejoli, hidup suami istri, membangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan pertalian yang kokoh tak mungkin putus dan diputuskannya ikatan akad nikah atau ijab dan kabul perkawinan.

B. Saksi

1. Definisi Saksi

   Saksi dalam konteks perkawinan adalah individu yang menyaksikan langsung akad nikah dan memiliki kapasitas hukum untuk memberikan kesaksian. Dalam hukum Islam, saksi merupakan elemen esensial yang menjamin transparansi dan keabsahan suatu pernikahan.

2. Dasar Hukum Kesaksian

   Dasar hukum kesaksian dalam pernikahan berasal dari Al-Quran, Hadis, dan peraturan perundang-undangan. Misalnya, Al-Quran At-Thalaq ayat 2  yang Artinya "Dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah (At-Thalaq ayat 2) Hadis Nabi Muhammad SAW juga menegaskan bahwa "Dari Zaid bun Khalid Al-hihany bahwa Nabi SAW, bersabda "maukah kalian aku beritahu sebaik-baik persaksian?" yaitu orang yang datang memberi saksi sebelum sebelum dimunta persaksiannya". (HR. Muslim)

3. Fungsi dan Hikmah Saksi

   Ada beberapa fungsi saksi menurut Tihami dan Sohari Sahrani schagai berikut

1. Membantu hakim dalam menundukan dan memutuskan perkars

2. Mendorong terwujudnya sifat jujur.

3. Untuk menegakkan keadilan.

4. Saksi sebagai salah satu alat bukti.

Hikmah disyariatkannya saksi dalam pernikahan itu untuk menjelaskan pentingnya dan urgennya saksi dalam pernikahan, jelasnya keberadaan saksi diantara manusia untuk menolak keraguan dan tuduhan dari pernikahan itu sendiri. Di samping kesaksian dalam perkawinan itu untuk membedakan antara yang halal dan haram, keadaan halal itu jelas, dan keadaan itu tertutup biasanya. Melalui kesaksian, akan menjadi nyata keprcayaan terhadap urusan perkawinan dan kehatihatian dalam menetapkan perkawinan tatkala dibutuhkan.

Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa saksi adalah orang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa untuk melihat, menyaksikan atau mengetahui agar suatu ketika bila diperlukan ia dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi. Orang yang memberikan keterangan dimuka pengadilan untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa, keterangan (bukti pernyataan) yang diberikan oleh orang yang melihat atau mengetahui suatu peristiwa

4. Syarat Kesaksian

   Syarat-syarat saksi dalam pernikahan meliputi Islam, Adil, baligh dan berakal, merdeka, bersih dari tuduhan . Saksi juga harus laki-laki menurut mayoritas ulama, meskipun ada perbedaan pendapat mengenai hal ini. Selain itu, saksi tidak boleh memiliki konflik kepentingan atau berada dalam posisi yang dapat meragukan kejujuran kesaksiannya.

BAB III GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN BANYUDONO DAN PENENTUAN SAKSI DALAM KEABSAHAN PERNIKAHAN DI KUA BANYUDONO

A. Gambaran Umum KUA Kecamatan Banyudono

1. Sejarah Perkembangan KUA Kecamatan Banyudono

   KUA Kecamatan Banyudono didirikan sebagai bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi urusan agama Islam, termasuk perkawinan. Sejarah perkembangannya mencerminkan dinamika sosial dan budaya masyarakat setempat serta peran penting KUA dalam kehidupan keagamaan dan sosial.

2. Kondisi Geografis Kantor Urusan Agama Kecamatan Banyudono

   Terletak di Kabupaten Boyolali, KUA Kecamatan Banyudono melayani masyarakat yang berada di wilayah dengan karakteristik geografis tertentu. Kondisi geografis ini berpengaruh pada aksesibilitas layanan KUA serta kebutuhan masyarakat terkait pelayanan keagamaan.

3. Visi dan Misi

   Visi KUA Kecamatan Banyudono adalah menjadi lembaga yang profesional dan amanah dalam melayani urusan keagamaan umat Islam. Misalnya, misinya mencakup peningkatan kualitas pelayanan, penguatan pemahaman keagamaan, dan pemeliharaan nilai-nilai moral dalam masyarakat.

4. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi KUA

   KUA memiliki kedudukan sebagai lembaga pemerintah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Tugas dan fungsi utamanya meliputi pencatatan pernikahan, bimbingan keagamaan, pelayanan administrasi keagamaan, serta penyuluhan dan pendidikan agama Islam.

5. Struktur Organisasi di KUA Kecamatan Banyudono

   Struktur organisasi KUA Kecamatan Banyudono terdiri dari Kepala KUA, petugas pencatat nikah, dan staf administrasi lainnya. Struktur ini mencerminkan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dalam mendukung operasional KUA.

B. Penentuan Saksi Untuk Keabsahan Pernikahan Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banyudono

   Bagian ini menjelaskan proses penentuan saksi di KUA Banyudono, mulai dari seleksi saksi, verifikasi kualifikasi, hingga prosedur administrasi yang harus dipenuhi. KUA memastikan bahwa setiap saksi yang dihadirkan memenuhi syarat yang telah ditetapkan, baik dari segi hukum Islam maupun peraturan negara.

BAB IV ANALISIS PENENTUAN SAKSI UNTUK KEABSAHAN PERNIKAHAN DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN BANYUDOΝΟ

A. Penentu atau Tolak ukur Kantor Urusan Agama Kecamatan Banyudono Dalam Penetapan Saksi Untuk Keabsahan Pernikahan

   Penulis menganalisis kriteria yang digunakan oleh KUA Banyudono dalam menetapkan saksi pernikahan. Kriteria tersebut mencakup aspek legalitas, kejujuran, keadilan, dan independensi saksi. Analisis ini menunjukkan bagaimana KUA mengupayakan kesesuaian antara teori hukum dan praktik di lapangan.

B. Penetapan Saksi Untuk Keabsahan Pernikahan Di KUA Kecamatan Banyudono

   Penulis membahas implementasi kebijakan penetapan saksi di KUA Banyudono, termasuk keberhasilan dan tantangan yang dihadapi. Studi kasus dan wawancara dengan petugas KUA serta pasangan yang menikah di KUA Banyudono memberikan gambaran nyata tentang efektivitas prosedur yang diterapkan.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

   Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa penentuan saksi untuk keabsahan pernikahan di KUA Banyudono dilakukan dengan ketat dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

B. Saran

   Penulis memberikan beberapa saran praktis untuk perbaikan ke depan, seperti peningkatan sosialisasi mengenai syarat dan peran saksi, pelatihan bagi petugas KUA, serta penguatan koordinasi dengan lembaga terkait untuk memastikan kesesuaian prosedur dengan ketentuan hukum.

D. Rencana skripsi yang akan ditulis serta argumentasinya 

Saya ingin menulis skripsi dengan judul 

Analisis Perbedaan Keharmonisan Rumah Tangga antara Pasangan yang Berkenalan melalui Taaruf dan Pacaran

Dalam masyarakat yang semakin dinamis, pola-pola perkenalan dan hubungan antara laki-laki dan perempuan sebelum menikah mengalami perubahan yang signifikan. Dua metode utama yang sering dijadikan acuan adalah taaruf dan pacaran. Kedua metode ini memiliki karakteristik yang berbeda secara mendasar dalam proses pendekatan dan pembentukan ikatan sebelum memasuki jenjang pernikahan. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan keharmonisan rumah tangga antara pasangan yang berkenalan melalui taaruf dan pasangan yang melalui pacaran.

Taaruf merupakan metode perkenalan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam, di mana interaksi antara laki-laki dan perempuan dilakukan secara terbatas dan diawasi untuk menjaga kehormatan dan menghindari maksiat. Taaruf menekankan aspek kejujuran, keterbukaan, dan niat yang tulus untuk menikah. Dalam proses taaruf, pasangan difasilitasi untuk saling mengenal dengan didampingi oleh pihak ketiga, seperti keluarga atau teman yang terpercaya, sehingga interaksi berlangsung dalam batasan yang diperbolehkan oleh agama.

Di sisi lain, pacaran adalah metode perkenalan yang lebih umum dan banyak dilakukan di berbagai budaya. Pacaran memungkinkan interaksi yang lebih bebas antara laki-laki dan perempuan, memberikan kesempatan bagi pasangan untuk saling mengenal lebih dekat dalam berbagai aspek kehidupan. Pacaran sering kali melibatkan hubungan emosional dan fisik yang lebih intens sebelum menikah, dan di beberapa kasus, pacaran dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama sebelum memutuskan untuk menikah.

Perbedaan mendasar antara taaruf dan pacaran menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana metode perkenalan ini mempengaruhi keharmonisan rumah tangga setelah menikah. Keharmonisan rumah tangga dapat diukur dari berbagai indikator seperti komunikasi yang efektif, saling pengertian, kepuasan emosional, dan kemampuan menyelesaikan konflik. 

Argumentasi untuk Penelitian

1. Landasan Teoretis:

   Penelitian ini akan menggunakan teori-teori tentang hubungan interpersonal dan pernikahan untuk mengkaji bagaimana metode perkenalan mempengaruhi dinamika rumah tangga. Teori keterikatan (attachment theory) dan teori pertukaran sosial (social exchange theory) dapat membantu menjelaskan bagaimana interaksi awal antara pasangan membentuk fondasi hubungan mereka di masa depan.

2. Relevansi Sosial dan Agama:

   Dalam konteks masyarakat Indonesia yang beragam, pernikahan bukan hanya ikatan pribadi tetapi juga institusi sosial dan agama. Meneliti keharmonisan rumah tangga berdasarkan metode perkenalan dapat memberikan wawasan bagi pasangan muda dan keluarga dalam memilih cara terbaik untuk memulai hubungan yang serius dan menuju pernikahan.

3. Data Empiris:

   Penelitian ini akan mengumpulkan data empiris dari pasangan yang menikah melalui taaruf dan pacaran, melalui kuesioner dan wawancara mendalam. Dengan membandingkan pengalaman dan pandangan mereka tentang keharmonisan rumah tangga, penelitian ini dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kebahagiaan dan stabilitas pernikahan.

4. Kontribusi Akademik:

   Studi ini akan memperkaya literatur akademik mengenai pernikahan dan hubungan interpersonal, khususnya dalam konteks budaya dan agama di Indonesia. Penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi akademisi, praktisi konseling pernikahan, dan pembuat kebijakan dalam merancang program atau intervensi yang mendukung keharmonisan rumah tangga.

5. Implikasi Praktis:

   Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan praktis bagi pasangan yang sedang mempertimbangkan metode perkenalan sebelum menikah. Dengan memahami kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode, pasangan dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut.

Kesimpulan

Skripsi ini berupaya untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang bagaimana metode perkenalan melalui taaruf dan pacaran mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Dengan menganalisis perbedaan dan implikasi dari kedua metode ini, penelitian ini tidak hanya memberikan kontribusi akademis tetapi juga praktis bagi masyarakat yang tengah mencari cara terbaik untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan langgeng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun