Aku memang lelaki, tapi aku pun bisa pilu. Bahkan tersedan.
Kemudian kuusap pelipis mataku, ketika benar-benar reda. Ku buka rumah bilikku.
Terdengar suara kreot…kreot..
Kemudian kubaringkan wajahku ketika iringan gasir, jangkrik dan orong-orong yang telah berhasil menghilangkan kesunyian. Ingatan itu, Ingatan itu. Menghampiriku lagi.
Lamat-lamat, makin jelas. Bagaikan filem yang diputar.
“Kau tak pantas bersanding bersama Gendis. Makmu itu yang telah kawin dengan tiga laki yang berbeda! Yang juga telah melahirkan tiga anak yang berbeda Ayah.”
“Semua Ayahnya meninggal”
“Kakakmu, tidak mempunyai Ayah. Ayahnya mati tersetrum kabel listrik. Saat itu Kakakmu masih dalam gendongan.”
“Kakakmu kemudian, juga tak seberuntung kakakmu yang pertama.”
Dia … Dia memakai pelet untuk merayu Mamakmu dan ketika kakakmu itu berumur dua.’
Mamakmu tidak tahan akan sikapnya, karena dia selingkuh. Kemudian pisah.