Mohon tunggu...
Anton DH Nugrahanto
Anton DH Nugrahanto Mohon Tunggu... Administrasi - "Untung Ada Saya"

Sukarnois

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Membaca Narasi Jokowi Soal Kabinet

10 Juli 2019   18:15 Diperbarui: 11 Juli 2019   10:08 12909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pembaharuan politik justru memunculkan Indonesia sebagai kekuatan baru Asia Tenggara di luar model Suhartorian. Disinilah perlu kesadaran geopolitik dari Presiden Jokowi untuk memahami posisi Indonesia yang sudah mengalami "Rebranding" dari negara dibawah kekuasaan militer menjadi negara demokrasi terbesar di dunia.

Politik luar negeri dikembalikan pada marwahnya "Bebas Aktif" dan "Non Blok", seraya menjadikan Indonesia sebagai "Kekuatan Hegemoni" pembebasan nasional di negara-negara Asia-Afrika. Selama ini politik luar negeri kita hanya terbangun pada "isu-isu lama", bukan lagi sebuah isu yang bisa menunjukkan wajah dunia baru yang sudah sangat berubah. 

Masuknya RRC, Rusia dan India sebagai "tiga kekuatan dunia", sudah lama diramalkan Bung Karno dan Bung Karno menggunakan garis imajiner "Bumi Belahan Selatan Kita", dimana Indonesia menjadi yang terkuat.

Sentralitas kekuatan politik Indonesia di belahan selatan harus jadi rujukan politik, politik luar negeri kita "bukan lagi", politik sebagai sebuah arahan dari Amerika Serikat, namun sebuah "pergerakan politik luar negeri yang otentik' dengan memaknai Indonesia di depan dunia.

Keberadaan duta-duta besar kita, kedubes kita di luar negeri menjadi penting. Aktivasi peran peran KBRI-KBRI kita diluar negeri, bukan lagi sebagai "penyaji formalitas kebudayaan", tapi lebih jauh "KBRI harus jadi mesin jaringan Branding Republik yang terintegrasi" 

Aktivasi KBRI-KBRI Indonesia sebagai "mesin branding" menjadi sangat penting dalam dunia politik kita, perlu dirumuskan lagi peran aktif KBRI dalam posisi Indonesia sebagai bagian dari negara maju yang baru muncul di belahan bumi selatan. 

Pandangan geopolitik Sukarnois, adalah sebuah gagasan geopolitik yang diajarkan Bung Karno pada tahun 1956, setahun setelah konferensi Asia Afrika bahwa Indonesia harus muncul menjadi kekuatan Ko-Operatif negara-negara di dunia. 

Kekuatan Ko-Operatif ini b ukan bagian dari "Skenario Perang Dingin", bahkan hal ini menjadi sebuah antitesis raksasa terhadap gagasan "Perang Dingin". Ide Ko-operatif ini kemudian diadopsi oleh JF Kennedy yang menghendaki dunia damai, dan pada awal tahun 1960-an didirikan apa yang disebut "Peace Corps", sebuah gerakan yang diilhami atas pemikiran-pemikiran Sukarno. 

Di tahun 1960-1962, Bung Karno sangat dekat dengan JF Kennedy sekaligus memenangkan pertarungan Irian Barat dimana Belanda merasa dikhianati oleh JF Kennedy soal Irian Barat.

Pada masa masa perebutan Irian Barat inilah kemudian Bung Karno terilhami bahwa masa depan perekonomian ada di wilayah timur Indonesia atau wilayah Pasifik.

Pergeseran wilayah barat ke wilayah timur diperkirakan akan jadi pertarungan besar geopolitik di Asia Tenggara, karena Thailand sendiri sudah secara serius memotong tanah genting Kra, dan Indonesia dibawah Presiden Jokowi menyiapkan beberapa titik untuk menggeser peran Singapura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun