Si pengemis tua itu bagaimanapun juga tidak mendengarkan nasehat untuk keselamatannya, malah dengan senyum mengatakan, nanti biarlah kuusir binatang buas itu.Â
Nenek akhirnya juga putus asa dan membiarkan saja pengemis yang berkepala batu itu disana, dengan tergesa-gesa mengikuti masal meninggalkan desa.
Segera pengemis itu mulai mempersiapkan tindakan penyelamatan diri, berdasarkan keyakinannya bahwa warna merah bisa menangkis segala kesialan, maka memberi wewarna merah di sekitar pintu masuk gubuk nenek itu, dan membakar potongan bambu untuk menyalakan rumah supaya terang benderang, maka siaplah menunggu kedatangan Xi di tengah malam.
Tiba waktunya, Xi sungguh pada berdatangan, mereka merasa suasana rumah nenek tersebut lain dari pada tahun-tahun sebelumnya, seketika itu juga tercengang melihat adanya warna merah yang melapisi pintu masuk, dan mulai bergemetaran melihat ada bakaran api yang terang benderang di dalam rumah, sewaktu bambu-bambu dalam pembakaran meletus, Xi pada berlarian karena ketakutan dari suara cetusan itu.
Xi itu takut warna merah, bakaran api yang terang benderang, dan suara cetusan. Xi itulah nama binatang buas mitos yang pada setiap malam tahun baru harus diusir, maka menjadi adat Tionghoa membuang segala kesialan pada saat menjelang Imlik dengan ritual yang serba warna merah, membakar api unggun atau menyalakan lampion merah, dan menyulutkan petasan untuk menyambut tibanya tahun baru. Demikianlah, Tionghoa juga menamakan Malam Tahun Baru Imlik tersebut "malam pembasmian Xi" yaitu Chu-xi .Â
Sejak terbentuknya Republik Tiongkok, dalam pelajaran di kitab sekolahan, Nian itu disalahkan sebagai nama binatang mitos yang buas Xi, hal ini masih terus dikutip dalam tulisan yang berdasarkan ajaran lama.Â
Ternyata kosa kata Nian berarti "pertanian gandum sudah matang". Di zaman dulu kala, sewaktu setahun dimulai dari hari Tang-ci, dimana pertanian gandum sudah matang, disanalah artinya setahun yaitu satu Nian, satu fase panen gandum.
Semula cara Tionghoa menyambut Imlek hanya berkumpul di rumah dan berukun sekeluarga untuk menyambut "keajaiban hidup", karena kita berhasil bertambah umur satu tahun, maka pada malam tahun baru Imlek bagi setiap keluarga juga berarti "mempertahankan umur" Â bersama.
 Kebiasaan sekeluarga mempertahankan umur di malam tahun baru itulah yang merupakan sebab musabab adanya masa Mudik Imlek, sampai sekarang setiap tahunnya di Tiongkok "tutup" selama 2 minggu, tidak ada orang yang mau bekerja, termasuk pemerintahannya, semua pada pulang kampung halaman masing-masing.Â
Awalnya di zaman Cheng Ho dalam abad 15, akibat Cina Ming selama 50 tahun sebelumnya mengadakan transmigrasi yang luar biasa besarnya, dimana Tionghoa yang penuh sesak di utara dipindah paksakan kedaerah yang lebih longgar penduduknya di selatannya Sungai Yangtze, dari situ mulailah pada setiap masa Imlek terjadi mudik pulang kampung untuk bersama "mempertahankan umur" dengan orang tua di tempat asal mereka yang ditinggalkan. Maka juga sejak zaman itulah Imlek dirayakan selama 2 minggu, dan selesai pada malam bulan purnama pada tanggal 15 bulan pertama yaitu Cap-goh-meh .