***
Selama duduk di kelas 4, Lina berusaha bangkit di tengah kondisi psikologisnya yang mulai terganggu. Hal itu juga berdampak ketika Lina berusaha memahami pelajaran matematika di kelas. Padahal, Lina termasuk siswa akselerasi sejak kelas 2 di sekolahnya yang dulu Tetapi karena pindah sekolah dan mengalami kejadian ini, kondisi Lina semakin buruk serta sulit untuk berkonsentrasi.
Dua semester di kelas 4 berhasil Lina lewati. Tiba saatnya ia naik ke kelas 5. Berbeda dengan sebelumnya, di kelas 5 ini terdapat 3 siswa pilihan dari kelas lain yang dipindah ke kelasnya. Lina sangat berharap bisa berteman dengan ketiga siswa tersebut. Ia akan mencoba berkenalan pada salah satu siswa pindahan itu saat waktu istirahat tiba.
"Hai. Nama kamu siapa?" tanya Lina.
"Halo. Aku Sita. Kalau kamu siapa?"
"Aku Lina. Salam kenal ya." jawab Lina dengan antusias
"Hai Lina. Tas mu cantik sekali. Beli di mana?"
"Wah terima kasih, Sita. Ibuku membelikan tas ini di toko dekat rumah. Oiya, ayo kita pergi ke kantin bersama!"
"Ayo, kebetulan aku juga sudah lapar. Hehehe."
Seiring berjalannya waktu, pertemanan mereka tidak berjalan sesuai harapan Lina. Pada suatu pagi saat Lina sampai di kelas, sikap Sita terlihat aneh. Ternyata Sita ikut dipengaruhi oleh teman-teman yang lain agar tidak berteman dengannya. Hati Lina semakin rapuh. Ia pasrah dan mencoba intropeksi diri.
Di kelas 5 ini, terdapat program les tambahan dari sekolah. Semua siswa kelas 5 wajib mengikuti les tambahan yang akan dilaksanakan setiap pulang sekolah pada hari Senin sampai Kamis. Wali kelas Lina di kelas 5 yang bernama Pak Enggar membebaskan para siswa jika ingin bertukar pasangan tempat duduk dengan teman-temannya ketika les tambahan sepulang sekolah.