"Lina, itu botol minum dari luar negeri pemberian kedua orang tuaku. Mengapa kamu jatuhkan? Apa kamu tidak lihat jika ada botol minum di belakangmu?" jawab Ibnu dengan emosi.
"Maafkan aku. Aku tidak melihat ada botol minumu di belakang. Kalau aku ganti dengan uang bagaimana?"
"Udah lah, Lin. Nggak usah. PERGI KAMU!" jawabnya.
Semenjak kejadian itu, Lina sangat merasa bersalah kepada Ibnu. Ia sudah berusaha meminta maaf dan akan mengganti botol milik Ibnu namun ditolak. Hatinya sedih dan bingung harus berbuat apa lagi demi memperbaiki hubungan pertemanan mereka. Melihat peristiwa itu, Sasa dan Tia tidak hanya berpangku tangan. Segala cara sudah mereka lakukan mulai dari membujuk Ibnu hingga berusaha mempertemukan Lina dan Ibnu.
***
Singkat cerita, Lina, Sasa, Tia, dan Ibnu telah mengikuti Ujian Akhir Semester 2 dan naik ke kelas 4. Sekolah telah memutuskan jika tidak akan melakukan rolling class. Maka, Lina dan teman-temannya pun sekelas lagi. Ibnu yang masih memiliki dendam dengan Lina malah mempengaruhi teman-teman sekelas agar tidak berteman dengan Lina. Akhirnya, hampir satu kelas berhasil dipengaruhi Ibnu. Mereka tidak ada yang mau berteman dengan Lina. Sifat Sasa dan Tia juga mulai sedikit berubah. Lina tidak tahu penyebab perubahan sifat Sasa dan Tia kepadanya.
Hingga pada suatu hari, Ibnu dan teman-temannya mengejek Lina dengan sebutan "Najis". Seseorang yang tidak sengaja menyentuh Lina, maka dianggap telah terkena najis dan harus disucikan dengan cara menyentuh teman yang paling cantik di kelas yaitu si Alma. Hati siapa yang tak terluka ketika diejek dengan kata "Najis". Lina pun benar-benar sedih dan sangat terpuruk. Ia merasa kesepian karena tidak ada lagi yang memberikan semangat ketika di sekolah.
Lina berusaha kuat dan memendam masalahnya seorang diri. Selama ia duduk di kelas 4, banyak perlakuan-perlakuan buruk dari temannya. Contohnya seperti sering menuduh Lina jika ada berita kehilangan di kelas, memojokkannya, dan lain-lain. Setiap seminggu sekali, Pak Rifai, wali kelas 4, membebaskan para siswa untuk selalu mengganti teman sebangkunya. Hal inilah yang selalu menjadi momok menakutkan bagi Lina karena tidak ada yang mau satu meja dengannya. Jumlah siswa di kelas 4 juga ganjil, maka mau tidak mau Lina harus duduk seorang diri.
"Ya Allah. Aku sudah tidak kuat dengan perlakuan teman-temanku. Mengapa mereka sangat jahat kepadaku? Salahku apa, ya Allah?" ucap Lina dalam hati.
Lelah sudah Lina memendam kesedihannya. Ia ceritakan semua kejadian di sekolah kepada orang tuanya sambil menangis. Hati seorang Ibu pun hancur ketika mendengar anak yang ia besarkan dengan penuh kasih sayang telah diperlakukan semena-mena oleh teman sekelasnya sendiri.
Kedua orang tua Lina pun sepakat untuk melaporkan kejadian ini kepada wali kelas 4 agar menemukan solusi permasalahan yang terbaik dan demi kesehatan mental anaknya. Tetapi setelah melaporkan kejadian tersebut, Pak Rifai hanya mengatakan bahwa permasalahan ini adalah permasalahan kecil dan biasa terjadi di kelas. Pak Rifai juga tak berniat melaporkan masalah ini kepada Kepala Sekolah. Orang tua Lina merasa kecewa dengan respon Pak Rifai. Seolah-olah, Pak Rifai terkesan menyepelekan dan tidak memikirkan kesehatan mental atau kondisi psikologis Lina.