“Aku yakin kamu akan mengerti dengan baik. Karena kamu wanita yang baik. Aku rasa aku harus bilang ini sekarang. Karna aku menyayangimu.” Katanya. Aku hanya terdiam. Mataku mulai berkaca-kaca entah kenapa.
“Senja, aku yakin kamu tahu betapa seriusnya aku tentang niatku menikahimu. Dan aku juga tahu kamu pun sama seriusnya. Tidak ada yang salah, kita telah melakukan semuanya dengan sangat baik hingga hari ini.”
Ya Tuhan, situasi seperti apa ini, bahkan hembusan nafasnya pun terdengar begitu nyata ditengah keheningan ini. Aku tetap diam menatapnya.
“Aku yakin aku akan mengecewakanmu, bahkan menyakitimu sangat dalam. Dan bukan hanya kamu, tapi kedua orang tua kita juga. Aku sadar itu.”
“Tapi, karena aku sangat menyayangimu, sehingga aku tidak bisa membiarkanmu terluka lebih lama.”
Kini air mataku mulai menetes. Tapi aku tetap diam menatapnya.
“Jika kamu bertanya apakah aku serius? Aku sangat serius tentang niatku menikah. Jika kamu bertanya apakah aku tidak sayang padamu? Aku sungguh sangat menyayangimu. Kamu yang terbaik, bahkan tidak ada yang bisa aku komentari tentangmu, kamu berhasil melakukan semuanya dengan sangat baik di hubungan ini.”
“Lalu ?” Kataku terbata.
“Sebenarnya sudah sejak beberapa waktu lalu. Aku tak berhenti berdoa, sholat, dan bahkan berdiskusi pada banyak ustad tentang apa yang aku rasakan.” “Hingga akhirnya, hari ini aku memberanikan diri untuk berkata padamu. Sebelum rasamu terlalu jauh.”
“Jadi..?”
“Maaf, tapi aku tidak bisa meneruskan rencana indah kita.”