“Dimas Arya Baribin, tadi Kanda Amenglayaran berkata kapan-kapan ingin banyak berdiskusi dengan Dimas soal agama Islam,” kata Kamandaka. “Dia memerlukan sedikit bekal pengetahuan agama Islam. Karena dia mendapat tugas dari Ayahanda Sri Baginda Prabu Siliwangi untuk mengunjungi Demak, menemui Sultan Demak yang sempat kirim surat ke Pajajaran.”
Arya Baribin menyambut gembira keinginan Pendeta Muda itu. Arya Baribin sendiri memiliki minat cukup tinggi untuk mempelajari sejumlah agama, sehingga dia mendapat julukan Pandita Putra, karena minatnya yang mendalam pada ilmu-ilmu agama. Dia juga sudah beberapa kali melakukan diskusi dan pertemuan dengan seorang ulama agama Islam, Syekh Maghribi.
Syekh ini adalah seorang ulama asal Pasai yang tinggal di Muarajati. Syekh Maghribi beberapa kali mengunjungi Kademangan Kejawar dalam rangka mengenalkan ajaran agama Islam ke wilayah Lembah Ciserayu. Syekh Maghribi juga mendirikan sebuah pesantren di Banjarcahyana, lereng timur Gunung Agung. Syekh Jambukarang dari Padepokan Gunung Lawet, bukan hanya teman diskusi yang berhasil ditariknya memeluk Islam, tetapi juga menjadi mertua Syekh Maghribi.
“Kanda Amenglayaran, sudah ketemu Kanjeng Rama Adipati?” tanya Kamandaka. Pendeta Muda itu menggelengkan kepalanya.
“Dinda Silihwarna, antarkan Kanda Amenglayaran untuk menemui Kanjeng Rama Adipati. Disana ada Dinda Wirapati, Dinda Sekarmenur, dan kedua adiknya, Sekarmelati dan Sekarcempaka,” kata Kamandaka.
Silihwarna dan Raden Amenglayaran segera meninggalkan kedua mempelai itu untuk menemui Kanjeng Adipati Kandhadaha di Dalem Gede. Arya Baribin, Mayangsari, dan Ratna Pamekas, ikut-ikutan meninggalkan kedua mempelai yang masih saja menerima ucapan selamat dari para tamu yang datang, sekalipun tidak sepadat hari-hari sebelumnya.
“Dinda Mayangsari, Dinda Ratna Pamekas, di sini saja. Temani aku!” kata Sang Dewi mencegah kedua adiknya itu pergi meninggalkannya. Mayangsari dan Ratna Pamekas, tentu saja tidak berani menolak perintah Ayundanya itu.
“Dinda Silihwarna, tolong Dinda Sekarmenur dan kedua adiknya panggil ke sini, untuk menemani aku juga,” pesan Sang Dewi.
“Dinda Silihwarna, tidak boleh menolak perintah Kanjeng Ayu Adipati, ya!” pesan Kamandaka seperti biasa berkata sambil berkelakar.
“Baik Kanjeng Adipati dan Kanjeng Ayu Adipati,” jawab Silihwarna sambil tertawa. Dia tidak mau kalah untuk balik menggoda kakaknya itu. Begitu Silihwarna pergi, Sang Dewi langsung mencubit kembali pinggang Kamandaka, sehingga Kamandaka kembali mengaduh kesakitan.
Sang Dewi tidak suka dipanggil Kanjeng Ayu Adipati oleh adik-adiknya. Melihat Kamandaka kesakitan, Mayangsari dan Ratna Pamekas tertawa berkepanjangan.