"Wartawan kami, Pak!" jawabku.
"Ngapain?" tanyanya lagi.
"Ditugaskan pemred menemani saya di sini. Sekalian untuk bikin berita penjambretan yang saya alami."
"Lho? Mau diberitakan? Tidak malu?"
"Kenapa malu? Saya 'kan tidak melakukan kejahatan. Saya korban penjambretan di jalan yang selama ini aman-aman saja. Orang harus tahu kalau jalan itu sekarang tidak aman. Supaya orang berhati-hati," jawabku sedikit jengkel. Dalam hatiku berbisik, yang harus malu itu mestinya kantor polisi setempat karena wilayah kerjanya tidak aman dari tindak kejahatan.
Kulihat juper itu terdiam. Entah apa yang dipikirkannya. Tapi setelah itu, dia nampak mulai sedikit ramah padaku. Apalagi tidak lama kemudian, kordinator liputan, Andri, juga muncul dan melambaikan tangannya padaku.
"Kalau yang itu, siapa?" tanya juper ingin tahu.
"Itu kordinator liputan, Pak. Dia yang menugaskan wartawan untuk meliput berita," ujarku.
Juper menganggukkan kepalanya. Dia pun selesai mengerjakannya tugasnya mengetik laporan pengaduanku. Setelah diprint, dia menyerahkan berkas laporan pengaduanku.
"Baca dengan teliti dulu semuanya, sebelum ditanda-tangani," katanya mengingatkan.
Aku mengangguk. Selesai membaca, dan merasa tak ada yang salah, langsung kutandatangani, kemudian kuserahkan berkas itu pada juper.
Tak lupa kuucapkan terima kasih padanya.