"Apa saja isi tas Ibu yang mereka jambret?"
Aku pun memberitahu polisi tersebut isi tasku. Ada HP, uang dan berbagai surat penting.
"Repotnya harus mengurus KTP, STNK, SIM, ATM dan lainnya itu!" keluhku lirih dan sedih.
Kulihat polisi itu mendengar keluhanku. Tapi seperti pura-pura tidak mendengar. "Ibu tadi dari mana? Kenapa malam masih di jalan?"
"Saya baru pulang kerja, Pak. Saya kerja di koran. Rumah saya sebenarnya sudah dekat dari sini. Saya tidak menyangka kena jambret di dekat rumah saya," kataku dengan suara sedih. Tetiba aku ingin menangis. Sedih sekali rasanya, dijambret justru di dekat rumah sendiri.
"Memangnya Ibu tinggal di mana?" tanya polisi yang menurutku sangat baik itu.
"Rumah saya masuk gang, sebelah kanan, di depan kejadian tadi, Pak," ujarku.
Polisi itu nampak menganggukkan kepalanya. "Sebenarnya, saya kira tadi Ibu kena tabrak. Makanya saya berhenti. Saya tadi baru dari apotek dan lewat dari jalan itu," jelasnya. Ia mengatakan, karena tugasnya sebagai polisi lalu lintas, ia harus berhenti ketika melihat ada kejadian di jalan raya.
"Sekarang Ibu mau bikin laporan pengaduan ke kantor polisi atau bagaimana?" tanyanya lagi.
"Iya, saya mau melapor ke kantor polisi, Pak!"
Polisi itu mengambil handy talky dari dalam mobilnya. Kudengar dia melaporkan telah terjadi penjambretan dan meminta polisi yang berwenang menangani kejadian yang menimpaku, datang ke tempat aku dan polisi itu menunggu.