Mohon tunggu...
Anindita Dyah Sekarpuri
Anindita Dyah Sekarpuri Mohon Tunggu... Dosen - Perempuan Pembelajar

Widyaiswara dan Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan featured

Senarai Perjalanan Hari Keluarga, Hari Kita Semua

29 Juni 2020   15:05 Diperbarui: 30 Juni 2021   07:43 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Keluarga Indonesia dengan Siklus Kehidupan dari Anak sampai dengan Lansia

Tahap ketiga, BKKBN mulai "menggoreng" program terkait kesertaan ber-KB. Badan ini menghitung kesertaan ber-KB melalui angka kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR). Ketika itu telah muncul kebutuhan masyarakat akan  pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Konteks dalam hal ini adalah unmet need (kebutuhan KB yang belum terpenuhi).  Tahap keempat, setelah CPR > 55% BKKBN mulai masuk ke tahap Pembudayaan & Kemandirian. Pada tahap ini BKKBN lebih memperkuat pencapaian tujuan pembangunan nasional melalui berbagai kegiatan pembangunan keluarga.  Hal ini sangat penting, sebab Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) yang menjadi salah satu "goals" hanya bisa dicapai jika TFR stabil pada kisaran 2,1 selama 1 generasi (20-25 tahun).

Pada tahap inilah BKKBN melangkah pada tujuan kualitatif. Tahap  yang menonjolkan  nilai/value dan norma yg terkait dengan pembangunan keluarga. Nilai-nilai kualitatif ini mendasari peluncuran Indeks Pembangunan Keluarga (IPK) pada 2020. Indeks dalam IPK terdiri dari Ketenteraman, Kebahagiaan dan Kesejahteraan. Indikator ini  diadopsi dari berbagai kegiatan Pendataan Keluarga yang dilaksanakan BKKBN di tahun-tahun sebelumnya.  Hal ini sejalan dengan pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) karena individu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keluarga.

Atas semua kerja itu pada periode 2000-2010 rata-rata kelahiran di Indonesia menurun. Pemerintah berhasil menekan jumlah kelahiran setiap tahun yang hanya berkisar 4,5 juta bayi. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-4 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.

Dua pakar ekonomi masa itu, Wijoyo Nitisastro dan Iskandar, pernah memproyeksikan pertumbuhan penduduk Indonesia masa depan.

Data yang digunakan adalah Sensus Penduduk 1961 dan 1971. Proyeksi mereka: jumlah penduduk akan meningkat dengan cepat dan mencapai 330 juta jiwa pada  2010.  Namun, hasil Sensus Penduduk 2010 justru menunjukkan jumlah penduduk Indonesia hanya mencapai  titik pertumbuhan  237,6 juta jiwa.  Artinya, program KB berhasil mencegah  hampir 100 juta kelahiran. Itu lantaran  masifnya program KB dibumikan di seluruh daerah di Indonesia.

Keberhasilan menekan laju pertumbuhan penduduk ini telah membawa manfaat yang besar bagi pembangunan dan ketahanan nasional Indonesia. Yakni meningkatnya usia harapan hidup dari 45 tahun pada  1961 menjadi 65 tahun pada  1996; penurunan proporsi anak di bawah usia 15 tahun telah meringankan beban pembiayaan dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, pendidikan. 

Juga makin pendeknya waktu untuk melahirkan dan merawat anak memungkinkan perempuan untuk masuk bursa kerja; meningkatnya partisipasi Sekolah Dasar dari 41% pada tahun 1968 menjadi 94% pada tahun 1996. Sedangkan partisipasi Sekolah Menengah setingkat SMP meningkat dari 62% tahun 1993 menjadi 80% tahun 2002.

Tentu semua keberhasilan tersebut terukir berkat kuatnya komitmen stakeholders di semua tingkatan. Didukung Sumber Daya Manusia yang berkualitas dalam jumlah yang cukup. Tak terkecuali juga fasiltas sarana dan pra sarana yang memadai.  Pengaruh pendidikan juga mampu menurunkan angka fertilitas total dan meningkatkan angka partisipasi murni SMA (APM SMA) pada tahun 2019 yang berarti Indonesia telah makin meningkat kualitas pendidikannya.

Di tengah dinamika perjalanan program KB, menurunnya TFR secara konsisten dalam waktu panjang telah memberikan dampak positif bangi bangsa Indonesia. TFR yang telah turun menjadi pintu masuk dalam menyambut hadirnya periode bonus demografi di Indonesia di mana angka ketergantungan (defendency ratio) lebih kecil dari 50. Akan masuknya Indonesia dalam periode bonus demografi telah diprediksi dan diingatkan oleh pakar demografi dari Universitas Indonesia, Prof Sri Moertiningsih Adioetomodi tahun 2000-an. Menurutnya, bonus demografi akan dialami Indonesia pada rentang waktu  2015-2035.

Bahkan beberapa provinsi justru sudah memperoleh manfaat bonus demografi sejak 2005.  Peluang bonus demografi harus dipersiapkan cukup panjang melalui berbagai program nasional. Di antaranya program KB. Bila saja gagal meraih, bonus tersebut akan menjadi bencana demografi.

Kaum milenial adalah generasi menjadi garda terdepan dalam menyambut datangnya bonus demografi. Karena itu mereka harus dipersiapkan dengan matang. Di antaranya dalam hal pendidikan, keterampilan dan perencanaan berkeluarga karena adanya persaingan yang makin besar ke depannya dalam kehidupan dengan adanya ledakan jumlah penduduk produktif sehingga perlu merencanakan kehidupan dengan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun