Mohon tunggu...
Angke Wa Faiqoh
Angke Wa Faiqoh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Andalas

Februari 2003

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Prinsip Kerja Sama Yang Mematuhi dalam Novel Larung Karya Ayu Utami: Kajian Pragmatik

23 Juni 2024   11:00 Diperbarui: 23 Juni 2024   16:06 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Analisis Prinsip Kerja Sama Yang Mematuhi Dalam Novel Larung Karya Ayu Utami : Kajian Pragmatik

Kelompok 11

Angke Wa Faiqoh (2110723022), Epiphani Wanta (2110721020), Suci Ramadani (2110721002)

Email : angkewafaiqoh212@gmail.com, epiphaniwanta@gmail.com, suciramadani81269@gmail.com

Mata Kuliah : Pragmatik 

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universita Andalas

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan prinsip kerjasama H.P. Grice muncul dalam baris dari novel "Larung" karya Ayu Utami. Melalui pendekatan pragmatis, penelitian ini mengidentifikasi dan mengkategorikan maksim (kualitas, kuantitas, relevansi, dan maksim cara) yang dianut oleh tokoh-tokoh dalam novel. 

Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik analisis teks dengan mengkaji percakapan antar tokoh dalam konteks situasional yang berbeda. Jenis penelitian ini adalah kualitas, bentuk penelitiannya adalah deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar dialog dalam novel "Larung" menganut prinsip kerjasama, dan prinsip relevansi dan kualitas paling sering dipatuhi. Ketaatan pada prinsip-prinsip ini berkontribusi pada kelancaran alur cerita dan kedalaman karakterisasi. 

Selain itu menambah kiasan pada dialog dan menambah makna serta kompleksitas interaksi antar karakter. Kajian ini memberikan kontribusi untuk memahami lebih dalam dinamika komunikasi dalam karya sastra dan memberikan wawasan baru dalam kajian pragmatik novel kontemporer Indonesia.

Kata kunci : pragmatik, mematuhi prinsip kerja sama, maksim, novel Larung karya Ayu Utami

Pendahuluan

Berkomunikasi adalah alat dinamis di mana seseorang atau sekelompok orang mempersembahkan informasi, ide, emosi, atau titah untuk sekelompok lain. Proses ini mencengap berbagai anggota penting yang bergerak secara bergandengan menjelang meluruskan tutur dikabulkan dan dipahami pakai benar. Komunikasi yang konstruktif bercadang kesaktian tertentu, serupa talen menghiraukan pakai baik, bertutur pakai kategoris, menyampaikan irama tubuh, dan menangkap tempuh menganjung-anjung arah familia lain.

Suatu hikmah atau niat ucapan tercantum bisa kelahirannya ialah karena adanya pendongeng, keadaan ucapan, dan figur bagian dalam logat itu sendiri. Ketika seseorang berbicara, mencari jalan tidak semata-mata menggubah omongan yang mengandung perkataan gramatikal (perkataan tanya, perkataan perintah, perkataan pernyataan) saja, tetapi juga mengamalkan laku malayari perkataan mencari jalan. Bahkan ambang strata wicara pun mampu menuangkan suatu niat di dalamnya. Ujaran-omongan yang demikian itu disebut pakai tindak ucapan (speech act).

Proses koneksi antarmanusia diperlukan menjelang metode persentuhan sehingga dihasilkan setara perkataan. Kajian perkataan erat kaitannya pakai kekufuran tunggal cabang sains linguistik, yaitu pragmatik. Ketepatan rekayasa tekanan suara mampu berguna peranan arah-arah dan kesepahaman (Septiani, 2020:13). 

Tindak tutur merupakan istilah pragmatis yang mengacu pada tindakan yang dilakukan melalui bahasa. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh J.L. Austin kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh John Searle. Tindak tutur menekankan bahwa ketika seseorang berbicara, ia tidak hanya menyampaikan perkataan, tetapi juga melakukan tindakan tertentu. 

Konsep ini mencakup berbagai jenis tindakan yang dapat dilakukan melalui bahasa, seperti memerintah, menjanjikan, dan mengajukan pertanyaan. Tindak tutur terdiri dari tiga komponen utama: tindak tutur, tindak tutur, dan tindak verbal.

Tindak tutur mengacu pada tindakan mengucapkan kata-kata, termasuk produksi bunyi, kata, dan struktur kalimat. Ini mencakup aspek fonetik, sintaksis, dan semantik bahasa. Tindak tutur adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh ujaran itu sendiri, dan memuat maksud atau tujuan ujaran tersebut.

Ini adalah tindakan meminta, meminta, memerintahkan, atau menjanjikan. Klise mengacu pada pengaruh atau akibat suatu pidato terhadap pendengarnya. Hal ini juga mencakup efek yang dihasilkan dari tindakan nonverbal, seperti persuasi, ketakutan, hiburan, dan motivasi. Selain itu, tindak tutur dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi komunikatifnya.

Memahami tindak tutur sangat penting dalam komunikasi sehari-hari karena membantu kita memahami makna bahasa dan pengaruhnya terhadap interaksi sosial. 

Memahami konsep tindak tutur memungkinkan kita menjadi komunikator yang lebih efektif dan mengembangkan pemahaman akan konteks dan tujuan komunikasi kita. Selain perbuatan lisan, diperlukan kesopanan dan kerja sama. Prinsip kerja sama terdiri dari empat maksim: kualitas, kuantitas, relevansi, dan seni. Maksim kualitas mengharuskan penutur berupaya

menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipercaya, serta menghindari penyampaian informasi yang salah atau informasi yang tidak didukung bukti. Penutur diharapkan tidak menyebarkan informasi yang diketahuinya salah atau tidak benar. Kuantitas maksimum memberitahu pembicara untuk memberikan informasi yang cukup, tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit. 

Informasi yang diberikan harus memenuhi kebutuhan komunikasi tanpa membebani pendengar dengan rincian yang tidak perlu. Hal ini memastikan bahwa pendengar mendapatkan informasi yang mereka butuhkan tanpa kewalahan. Maksim relevansi menekankan bahwa penutur harus menyampaikan informasi yang relevan dengan konteks pembicaraan dan topik yang dibicarakan.

Agar pembicaraan dapat terfokus dan efektif, informasi yang disampaikan harus relevan dengan tujuan pembicaraan. Maksim etiket mengharuskan penutur berbicara dengan jelas, teratur, dan mudah dipahami. 

Hal ini termasuk menghindari ambiguitas, menghindari kejelasan yang berlebihan, dan berbicara dengan cara yang terstruktur. Pepatah ini memudahkan pendengar untuk memahami apa yang disampaikan pembicara. 

Dalam praktiknya, penyimpangan terhadap prinsip-prinsip ini, baik disengaja maupun tidak, sering terjadi. Ketika suatu maksim dilanggar, pendengar biasanya menggunakan inferensi untuk mengetahui maksud sebenarnya dari pembicara. 

Ini disebut implikatur percakapan, dan pendengar mencari makna tersirat di balik kata-kata yang diucapkan. Prinsip kerjasama ini membantu memastikan bahwa komunikasi bukan sekedar pertukaran informasi, tetapi juga saling pengertian antara pembicara dan pendengar.

Metode penelitian

Melalui pendekatan pragmatis, penelitian ini mengidentifikasi dan mengkategorikan maksim (kualitas, kuantitas, relevansi, jenis) yang dianut oleh tokoh-tokoh dalam novel. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif hanya menggambarkan berdasarkan fakta tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Septiani, 2020:17). 

Data-data dalam penelitian ini berupa penelitian deskriptif, yakni tuturan pada novel Larung karya Ayu Utami yang mengandung nilai kesatuan dan proses kerja sama yang terjalin antara penutur dan lawan tutur. 

Data dikumpulkan melalui teknik dokumentasi yaitu membaca dan mencatat percakapan yang relevan dalam novel. Proses ini melibatkan pemilihan dan pengkodean dialog antar karakter yang mencerminkan penggunaan atau pelanggaran prinsip kerja sama. Setelah pengumpulan data, dilakukan analisis isi untuk

menilai bagaimana dan sejauh mana maksim Grice diterapkan atau dilanggar oleh tokoh- tokoh dalam novel.

Analisis dilakukan dalam beberapa langkah. Pertama, setiap interaksi diklasifikasikan berdasarkan jenis maksim (kualitas, kuantitas, relevansi, atau jenis) yang diikuti atau dilanggar. Kedua, untuk setiap pelanggaran maksim, kemungkinan konsekuensi percakapan dari pelanggaran tersebut diidentifikasi. 

Singgungan dalam percakapan tersebut dianalisis untuk memahami makna tersirat dan dampaknya terhadap dinamika interaksi antar tokoh. Ketiga, menganalisis data untuk mengidentifikasi pola umum dan frekuensi penerapan dan pelanggaran maksim pada novel Larung karya Ayu Utami.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar dialog dalam novel "Larung" menganut prinsip kerjasama, dan prinsip relevansi dan kualitas paling sering dipatuhi. Ketaatan pada prinsip-prinsip ini berkontribusi pada kelancaran alur cerita dan kedalaman karakterisasi. Namun, beberapa kasus pelanggaran maksim juga telah diidentifikasi, yang penulis gunakan secara khusus untuk menciptakan implikasi percakapan. 

Implikasi ini menambah lapisan makna dan kompleksitas pada interaksi antar karakter, yang mencerminkan ketegangan dan dinamika sosial yang ada dalam cerita. Kajian ini memberikan kontribusi untuk memahami lebih dalam mengenai dinamika komunikasi dalam karya sastra dan memberikan wawasan baru dalam kajian pragmatik novel kontemporer Indonesia.

Dalam bertutur mestinya ada berkesinambungan antara penutur agar tidak terjadinya kesalh pahaman dalam berkomunikasi. Maka perlunya ada prinsip kerja sama dalam bertutur pada aspek pragmatik, agar lebih mudah berkomunikasi antar manusia. 

Seperti halnya bertutur dalam kehidpan sehari-hari, jika tidak adanya berkesinambungan maka akn terjadi pemecah antar penutur atau kesalah pahaman. Sehingga tujuan dari penlitian ini untuk mengungkapkan prinsip kerja sama yang mematuhi atau maksim-maksim yang mematuhi dalam novel Larung karya Ayu Utami,

Hasil Pembahasan

Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang memfokuskan analisisnya pada penggunaan bahasa dalam situasi komunikasi tertentu. Pragmatik membatasi kajian pada bahasa sebagai alat komunikasi, dan situasi berbahasa yang melingkupinya. Situasi berbahasa ini berhubungan dengan konteks dimana bahasa digunakan. Pragmatik mempelajarihubungan

atara tuturan dan penutur, oleh karena itu, pragmatik menelaah prinsip-prinsip percakapan yang harus dipahami oleh emua tindak tutur agar berkomunikasi dengan lancer dan sesuai dengan tujuan yang akan disampaikan. 

Objek kajian pragmatik yang mengiginkan peserta tindak tutur memberi kontribusi yang baik dalam kegiatan berkomunikasi disebut penggunaan prinsip kerja sama. Suatu kegitan yang dilakukan dalam prinsip kerja sama untuk memahami suatu tuturan seseorang untuk mengidentifikasi komunikasi dengan jelas, karena banyaknya terjadi komunikasi yang tidak jelas, maka akan terjadinya simpang siur dari pendengar.

Prinsip kerja sama dengan komunikasi menyatakan bahwa seorang pembicara dengan maksud untuk menyampaikan pesan kepada pendenga dan berharap agar pendengar dapat memahami hal tersebut, maka dari itu supaya komunikasi dapat berjalan dengan baik seorang pembicara harus memperhatikan beberapa hal, seperti pemberian informasi yang padat, menggunakan bahasa yang jelas dan menghubungkan pesan dengan kejadian yang ada. 

Tujuan utama prinsip kerja sama yaitu memastikan komunikasi yang terjadi antara pembicara berjalan dengan baik, mencapai maksud dan tujuan masing-masing penutur, dan menghindarkan kesalah pahaman. Ketika menerima presupposisi penutur pendengar harus beramsumsi bahwa seorang penutur mengatakan "mobil saya" memang benar-benar memiliki mobil yang disebut dan tidak dicoba untuk menyesatkan pendengar. Bentuk kerja sama ini ialah kerja sama yang sederhana di mana orang-orang yang sedang berbicara tidak diasumsikan untuk berusaha membingungkan, mempermainkan, atau menyembunyikan informasi yang relevan satu sama lain (Yule, 2006:60).

Prinsip kerja sama memili beberapa maksim, berikut maksim-maksim pada prinsip- prinsip kerja sama.

1)Maksim Kuantitas (The maxim of quantity)

Maksim kuantitas adalah maksim yang mengharapkan seorang penutur dapat memberikan kontribusi secukupnya dan seinformatif mungkin. Pada maksim kuantitas penutur tidak boleh memberi informasi berlebihan, karena menunjukan penutur telah melanggar maksim kuantitas (Septiani, 2020:15). 

Maksim kuantitas juga mengharapkan penutur untuk memberikan kontribusi yang cukup dan seinformatif mungkin. Apabila menerapkan jumlah yang maksimal, maka pembicara diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup dan berguna kepada pembicara tanpa memberikan informasi yang berlebihan atau tidak perlu. Ucapan yang tidak

memberikan informasi yang dibutuhkan lawan bicaranya dapat dianggap melanggar prinsip kuantitas maksimal. Di sisi lain, terlalu banyak informasi atau terlalu banyak informasi juga dianggap melanggar prinsip ini.

Contoh penerapannya pada novel Larung Karya Ayu Utami :

1."Aku melihat ke luar jendela. Kita sudah sampai? tanyaku singkat." (Larung, 2021:45).

Dalam kutipan ini, karakter memberikan informasi yang cukup ketika menjawab pertanyaan. Pertanyaan "Kita sudah sampai?" singkat dan langsung ke pokok permasalahan. Informasi yang diberikan cukup untuk menjawab pertanyaan tanpa menambahkan informasi yang tidak perlu.

2."Ya, ya... aku menjenguk simbah di sini?" (Larung, halaman 5).

Dalam kutipan ini, Larung memberikan informasi yang cukup untuk memperjelaskan bahwa dia sedang menjenguk simbahnya yang sedang sakit, kalimatnya singkat dan langsung ke pokok permasalahan dan informasinya cukup.

3."Manusia tidak terdiri dari satu," kataku.

"Tentu," bisiknya. Tapi ai tempelkan telunjuknya pada bibirku. Lambat dan lama.

"Jangan biarkan orang lain tahu." (Larung, halaman 151).

Dalam kutipan ini, karakter memberikan informasi yang cukup ketika menjawab pertanyaan. Jawaban "tentu" singkat dan langsung ke pokok permasalahan. Informasi yang diberikan cukup untuk menjawab pertanyaan tanpa menambahkan informasi yang tidak perlu.

2)Maksim Kualitas (The maxim of quality)

Maksim kualits memiliki dua inti maksim yakni, tidak mengucapkan apa yang diyakini salah dan tidak mengutarakan suatu yang buktinya tidak memiliki secara cukup (Nasution, Muhammad Muslim dkk, 2023:34). Maksim kualitas merupakan maksim yang mengharapkan penutur mampu menyampaikan sesuatu secara nyata dan benar dengan mengucapkan secara faktual. Ada kebohongan yang harus dihindari dalam pepatah ini. 

Apabila seorang penutur mengatakan sesuatu yang salah atau bohong, hal ini menunjukkan bahwa penutur tersebut melanggar prinsip mutu. Maksim kualitas adalah prinsip yang mengharapkan penutur menyampaikan sesuatu yang nyata dan benar dengan cara berbicara secara faktual. Hal yang harus dihindari dalam pepatah ini adalah kebohongan. Untuk mencapai kualitas terbaik, pembicara harus memberikan informasi yang benar dan akurat. Penting untuk mendukung

informasi yang diberikan dengan bukti yang jelas, spesifik dan terukur. Kualitas suatu tuturan dapat diukur dari apakah isi tuturan tersebut sesuai dengan fakta dan keadaan sebenarnya tanpa berbohong atau menyesatkan. Tuturan yang tidak sesuai dengan fakta dan situasi sebenarnya menurunkan kualitas tuturan.

Berikut contoh dari novel Larung, karya Ayu Utami:

1."Kenapa kita tidak bisa menerima ilusi?" Kataku heran. Yasmin masih tertawa. "karena itu tolol sekali." Katanya. "Kenapa tolol?"

"Karena tidak sesuai dengan kenyataan." (Larung, halaman 165)

Dalam dialog berikut menyampaikan suatu yang nyata dan sebenarnya dalam bertutur berdasarkan fakta yang telah ada.

2."Dia memandangku ke Odessa?" "Ya"

"Kamu mau datang?"

Kamu terdiam. "Menurutmu gimana?"

"Aku bikinkan kamu susu. Dengan kopi atau coklat?"

"Karena perempuan akan kehilangan masa tulang setelah ia menopose."

Kamu menyegir. " Masih dua putuh tahun lagi."

"Masih dua putuh tahun waktumu untuk menabung tulang." (Larung, halaman 170).

Pada dialog ini menyampaikan suatu yang nyata dan sebenarnya dalam bertutur berdasarkan fakta yanag ada, seperti dialog mengungkapkan "karena perempuan akan kehilangan masa tulang setelah ia menopose."

3."Aku tidak pernah membunuh, bang" jawabnya. Saman mengangguk. Ia harap percaya.

"Tapi salah satu sekoci yang lain hidup semuanya." (Larung, 227).

Pada dialog ini Anson berusaha menyampaikan bahwa ia berkata jujur atau sebenarnya dan tidak membunuh orang.

3)Maksim Relevasi (The maxim of revelance)

Maksim relevasi antara penutur dan lawan tutur saling berhubungan dan sesuai dengan kenyataan (Nisa & Rahmawati, 2022:50). Maksim relevasi adalah sebuah tuturan yang diujarkan harus memiliki keterkaitan denga tajuk pembicarayang dibahas sehinggz mampu dipahami oleh mitra tuturnya.

Berikut contoh penerapan maksim relevasi pada novel Larung, karya Ayu utami :

1."Larung bertanya tentang surat itu, dan saya menjawab, 'Surat itu dari seseorang yang sangat penting bagi saya.'" (Larung, halaman 78).

Jawaban ini relevan dengan pertanyaan yang diajukan. Karakter menjawab sesuai dengan topik yang ditanyakan, tidak menyimpang dari konteks.

2."Aku ingin menemanimu Bagawan."

Tapi namaku sudah Larung.

"Itu nama perempuan."

"Nak, tidakkah kamu yang tajut mengakaui bahwa sepantasnya Simbah meninggal?"

Aku tidak takut.

Aku tidak takut mengakui bahwa ia sudah tak patut hidup. Tetapi siapakah yang harus bertanggung jawab atas konssekensi pikiran itu? (Larung, halaman 18).

Jawaban ini relevan dengan pertanyaan yang diajukan. Tokoh menjawab sesuai dengan topik yang ditanyakan, tidak menyimpang dari konteks.

3."Bagaimana caranya?" "Anda kepingintahu"

"Oh, nggak. Terimakasih. Aku belum kepingin mati, kok. (Larung, halaman 63). Jawaban ini relevan dengan pertanyaan yang diajukan. Karakter menjawab sesuai dengan topik yang ditanyakan, tidak menyimpang dari konteks.

4)Maksim Cara atau Pelaksanaan (The maxim of manner)

Maksim cara adalah penutur bertutur secara langsung, jelas, tidak kabur, tidak taksa (ambiguitas) sehingga tidak menyesatkan dan tidak menimbulkan kesalah pahaman bagi lawan tutur (Wahid, halaman 6). Maksim perilaku adalah aturan yang harus dipatuhi dalam percakapan. Sebab aturan tersebut mengharuskan penutur dan lawan bicaranya berbicara dengan jelas, tidak samar-samar, tidak samar-samar, tidak hiperbola dan logis.

Berikut contoh penerapan maksim cara pada novel lrung, karya Ayu Utami :

1."Dia berkata dengan tenang dan jelas, kita harus pergi sekarang jika ingin sampai sebelum gelap." (Larung, halaman 134).

Di sini, karakter berbicara dengan jelas dan langsung, tanpa ambiguitas, mematuhi maksim cara. Informasi disampaikan dengan cara yang mudah dipahami.

2."Tahu kamu," katanya. "Beberapa aktivis yang diculik tak pernah dibebaskan lagi. Mereka dikurung kebih dari satu tahun tanpa pernah ada kepastian kapan mereka dilepaskan, atau dibunuh. Anjing-anjing ini buat kita, supaya tidak mati bosan di dalam sel. Dan jam tangan ini buat mereka."

"Mereka siapa?"

"Mereka yang menangkap kita." (Larung, halaman 249).

Di sini, karakter berbicara dengan jelas dan langsung, tanpa ambiguitas, mematuhi maksim cara. Informasi disampaikan dengan cara yang mudah dipahami.

Kesimpulan

Dalam novel Larung, karya Ayu Utami menggunakan prinsip kerjaa sama untuk menciptakan dialog antar karakter yang realistis dan dinamis. Melalui dialog dapat melihat bagaimana para karakter berusaha memahami satu sama lain dan mencapai tujuan komunikasi yang efektif. Prinsip kerjasama ini diterapkan dalam berbagai cara. 

Tokoh-tokoh dalam novel Larung cenderung memberikan informasi yang cukup tergantung konteks situasi yang dihadapinya.Hal ini memungkinkan pembaca untuk memahami dengan jelas situasi dan emosi karakter. Informasi yang diberikan tidak berlebihan atau tidak mencukupi, sehingga membuat interaksi menjadi lebih efektif. Selain itu, tokoh-tokoh dalam novel ini berbicara jujur dan berbagi informasi yang mereka yakini kebenarannya. Kejujuran dalam percakapan membantu membangun kepercayaan antar karakter dan antara mereka dan pembaca.

Hal ini memungkinkan pembaca untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang motivasi dan emosi karakter. Tokoh-tokoh dalam Larung juga berbicara sesuai dengan topik pembicaraan, menjaga agar pembicaraan tetap fokus dan tidak melenceng dari topik utama yang dibicarakan. 

Koneksi ini membuat plot tetap konsisten dan lebih mudah dipahami pembaca. Percakapan antar karakter menunjukkan penggunaan bahasa yang jelas dan tidak ambigu. Ayu Utami memastikan percakapan mudah dipahami dan tidak menimbulkan kebingungan melalui struktur kalimat yang jelas dan penggunaan kata yang benar. Meskipun secara umum mengikuti prinsip kerja sama, karakter mungkin dengan sengaja melanggar prinsip ini karena alasan tertentu. Secara keseluruhan, analisis praktis novel Larung menunjukkan bagaimana Ayu Utami dengan cermat menggunakan prinsip kerja sama dalam dialog untuk mengembangkan karakter dan memajukan alur cerita.

Daftar Pustaka

Yule, George. (2006). Pragmatik. Tej. Wahyuni, Indah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. (buku asali diterbitkan di Oxford University Press, 1996)

Rohmadi, Muhammad. 2017. Pragmatik : Taori dan Analisis. Surakarta : Yuma Pustaka.

Marni, Silvia, dkk. 2021. Buku ajar pragmatik : kajian teoritis dan praktik. Jawa Tengah : Eureka Media Aksara.

Nasution, Muhammad Muslim dkk. 2023. "Prinsip Kerja Sama Pada Keterangan Saksi Susi Asisten Rumah Tangga Ferdy Sambo Pada Siding Lanjutan Bharada Eliezer Ditinjau Dari Kajian Pragmatik." Vol.12, No.1, halaman 31-39.

Nisa & Ramnawati Fajar. 2022. "Prinsip Kerja Sama Dan Kesopanan Dalam Novel Pergi Karya Tereliye : Kajian Pragmatik." Vol.3, No.1, halaman 43-57.

Septiani, Dwi. 2020. "Pelangaran Prinsip Kerja Sama Staf Desa Cisereh, Tengerang (Kajian Pragmatik)." Vol. 6, No. 1, halaman 12-30.

Utami, Ayu. 2001. "Larung." Jakarta: PT Gramedia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun