"Dikasih pisang gue. Gila enak banget!"
Lelaki itu duduk di atas tikar, berhadapan langsung dengan lentera yang baru saja dinyalakan.
"Lo pake pelet apa sih An? Kayanya warga banyak yang sayang sama lo," Indra yang baru saja menyeduh kopi bertanya.
"Ya namanya juga anak saleh, banyak yang sayang lah!"
Riuh suara protes kami terdengar, namun hal itu tak membuat Aan gusar. Ia malah berbaring dan tahu-tahu sudah tidur.
"Yah, kebiasaan ini anak. Belum juga isya udah tidur. Mana susah lagi banguninnya."
Aku langsung menoleh ke arah Aan begitu Banyu berkata demikian. Memang benar apa yang dikatakan Banyu, Aan terlampau sering tidur lebih awal dari pada yang lain dan saat di bangunkan akan susah bukan main.
Sekali dua kali mungkin tidak apa-apa, hanya saja kadang ketika kami evaluasi kegiatan bersama tim perempuan di rumah Pak Kades, Aan masih saja tak bisa dibangunkan. Alhasil bukan cuman dia yang kena dampaknya, tapi kami semua.
"Alamat Dinan marah lagi deh," ucap Indra dengan raut wajah tak enak. "Bangunin Nyu, males gue dengerin anak-anak cewek pada ngomel."
Banyu berdecak, namun walau pun begitu ia tetap saja menghampiri Aan dan mengguncang-guncang tubuhnya hanya agar lelaki itu lekas bangun. Tapi lagi dan lagi, Aan tidur bak mayat. Bahkan lelaki itu sama sekali tak merespons ketika aku ikut turun tangan memanggilnya.
Dari sana baik aku atau pun Banyu mulai merasa ada yang tidak beres.