"Engga... Engga..." Ucapku, aku menjatuhkan diriku.
Seperti tersambar petir aku mendengar ucapan bibi, aku kembali berdiri dan memeluk bibi yang terus menatap paman dan mengatakan
"bangunlah, aku membawakan makanan untukmu"
"Udah bi, udah" teriakku sambil menahan bibi dan menangis
Berulang - ulang bibi mengatakan itu, sampai aku tak kuat menahannya. Aku keluar kamar dan melihat ayah memarahi perawat rumah sakit itu, ia memarahi semua perawat yang ada. Saat ayah melihatku ia menjatuhkan dirinya dan berkata
"Udah gaada pamanmu nak"
"Iya yah" jawabku sambil menangis, lali ayah memelukku
Ayah kembali marah kepada perawat,
"Ini anak saya yang nyiapin obat pamannya, nyiapin makan, asal kalian tahu. Ini keponakan kesayangannya, kalian kenapa bisa teledor kayak gitu?!"
"Udah yah" ucapku pelan
Ayah mengabari keluargaku lewat telepon sambil menangis. Aku tak kuat menatap ayah dan bibi yang terus menangis, tak lama datang seorang bapak yang menghampiriku dan membawaku keluar kamar. Dan kami pun duduk di kursi yang ada di lorong kamar, ia memperkenalkan dirinya. Ia adalah Pendeta yang diminta salah satu keluargaku datang dan mendoakan paman.