Mohon tunggu...
Angelina Togatorop
Angelina Togatorop Mohon Tunggu... Penulis - Pemula

@anglnnnn__

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kamu Kuat!

2 Februari 2020   13:18 Diperbarui: 2 Februari 2020   13:27 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Lagi dan lagi aku dan adikku terdiam di pojokan kamar. Hanya bisa menangis mendengar kedua orang tua kami bertengkar. Seperti biasa, hanya masalah sepele yakni perbedaan pendapat. Aku hanya bisa menenangkan adikku agar ia tidak menangis, padahal diriku juga sangat takut dan ingin menangis. Tak lama kemudian akhirnya kata itu terucap lagi, kata yang menyatakan sepasang suami istri tak akan hidup bersama lagi. Jika aku tak salah ingat, itu ketiga kalinya kata itu terucap.

"Cerai?!"

"Oke!"
Ya sontak itu membuatku kaget, adikku ditarik paksa oleh ayah dan mereka pun pergi. Aku keluar kamar, terlihat ibu yang duduk dengan emosi yang masih tak stabil dan matanya berlinang. Ibu memelukku erat, aku pun ikut menangis. Malam tiba, ibu harus pergi bekerja dan aku dititipkan di rumah saudaraku yang tidak terlalu jauh dari rumah. Karena pekerjaan ibu yang memang minggu ini giliran shift malam, maka minggu ini aku selalu tidur di rumah saudaraku dan saat pagi tiba ibu menjemputku pulang.

 Hari berlalu begitu cepat, hari ini adalah hari ke 3 ayah dan adikku tidak pulang ke rumah. Tetapi saat aku dijemput ibu untuk pulang dari rumah saudaraku, ternyata ayah dan adikku pulang. Di satu sisi aku sangat senang, karena aku sangat merindukan adikku. Tetapi di sisi lain, aku merasa takut karena ayah tidak bicara sedikitpun. Walau ibu sudah mencoba memulai percakapan, ayah tidak menjawab ibu. Aku pun mengajak adikku ke kamar agar tidak melihat ibu dan ayah yang masih bertengkar.

"De, kemarin kemana? Tidur dimana?" tanyaku

"Ke bekasi, tidur di rumah paman Nial" jawab adikku

Aku tak bertanya lagi, melainkan meminta adikku agar ia makan terlebih dahulu. Ayah pergi bekerja, begitupun dengan ibu. Mereka pulang saat malam tiba, dan tetap tak tegur sapa. Bahkan tidur pun, jadi aku yang bersama ibu di kamarnya sedangkan adikku bersama ayah di kamarku. Aktivitas dilakukan seperti biasa, tetapi suasana di rumah sunyi. Hari berlalu, sudah satu bulan lamanya keadaan rumah masih seperti itu. Dan ya untungnya paman yang merupakan adik kedua ayah datang ke rumah hanya sekedar untuk singgah dan tidak menginap. 

Memang ayah dan ibu tipe pasangan yang tidak mau satu pun keluarga tahu bahwa mereka sedang bertengkar, maka dari itu saat paman datang mereka mulai berbicara satu sama lain. Aku bercerita pada paman tanpa didengar ayah dan ibu, dan ya lagi dan lagi paman yang menyemangati aku agar aku tidak memikirkan itu terus menerus. Selama ini, memang pamanlah yang selalu menenangkan aku dan menyemangati saat ada masalah. Bahkan tiap pembagian raport tiba, jika aku masuk 10 besar pasti paman memberiku hadiah agar aku terus semangat. Walau aku tidak masuk 10 besar, paman tetap memberiku semangat dan selalu menjanjikan hadiah nantinya.

Tetapi untungnya, setelah paman pulang pun mereka sempat beradu argumen sedikit dan akhirnya mereka saling meminta maaf. Aku sangat senang begitupun dengan adik, keadaan rumah pun kembali seperti dulu. Aktivitas dilakukan seperti biasa, aku dan adik sekolah sedangkan ayah dan ibu bekerja. Aku masih berada di bangku kelas 4 SD, sedangkan adikku masih TK. 

Tak terasa, pembagian raport tiba aku mendapat peringkat ke 2. Aku langsung menelpon paman, paman memujiku dan aku sangat senang. Dari aku masih berada di bangku kelas 1 SD aku sangat senang apapun pemberian dari paman baik itu peralatan sekolah maupun uang untuk keperluan sekolah. Walau ayah dan ibu juga suka memberi, tetapi aku lebih senang jika itu diberi paman mungkin karena aku merasa bahwa jika ayah atau ibu yang memberi itu sudah jadi tugas mereka. 

Libur semester tiba, beberapa hari setelah pembagian raport paman datang ke rumah dan menginap. Ia mendapat libur natal dan tahun baru, makanya ia bisa menginap merayakan natal dan tahun baru bersama kami. Paman tak lupa akan janjinya membelikanku tas baru untuk sekolah, tiba ia di rumah langsung mengajak aku ke toko untuk membeli tas. Aku dibonceng paman menggunakan sepeda motor ke toko di cimahi, sampai di toko aku lama sekali memilih karena hampir semua sesuai dengan seleraku. 

Tapi akhirnya aku memilih tas ransel berwarna pink bermotif kucing yang sangat kusukai. Paman membelikannya, dan membelikan satu tas lagi berwarna biru bermotif robot untuk adikku walau ia tak ikut bersama kami. Di perjalanan pulang, kami berhenti dan mampir ke minimarket untuk membeli camilan. Aku menginginkan eskrim, paman membelikan beberapa eskrim untuk kami semua. Tiba di rumah, adikku sangat senang dibelikan tas baru juga. Kami menyantap camilan dan eskrim yang dibeli tadi.

Hari natal tiba, kami pergi beribadah dan merayakan natal di gereja. Setelah selesai, kami mengunjungi rumah beberapa saudara yang ada di bandung. Ayah yang mengendarai mobil, aku duduk di pangkuan paman di kursi depan samping kursi ayah. Aku tidur terlelap saat perjalanan, tiba di rumah saudara aku digendong paman dan tetap dipangkuan paman. Cukup lama aku tidur, dan aku terbangun. Ayah, ibu, om, tante, paman dan saudara -- saudaraku menertawakan aku. Ya mereka menertawakan aku karena tertidur lelap sekali sampai sore tiba, aku pun ikut tertawa untuk menahan rasa malu. 

Malam tiba, kami pulang dan aku tetap duduk bersama paman. Menunggu malam tahun baru tiba, kami menjalani hari libur di rumah saja berbincang -- bincang. Malam tahun baru tiba, tepat pukul 12:00 pm ayah, ibu, dan paman bergantian berbicara yang dikenal dengan "Mandok Hata" yang merupakan tradisi khas suku batak menyambut malam pergantian tahun. Baik itu ucapan syukur, ucapan terima kasih, permintaan maaf dan lainnya. Aku hanya melihat mereka, walau aku tak mengerti karena bahasa yang digunakan tentu saja bahasa batak. Tapi aku tidak melihat mereka semua berbicara, karena aku tertidur.

Hari pertama di tahun yang baru, kami selalu mengunjungi rumah saudara untuk merayakan tahun baru bersama. Esok hari paman akan pulang ke bekasi dan kembali bekerja, aku murung tapi paman berjanji akan main lagi ke rumah bersamaku tiap liburan semester atau saat paman mendapat libur. Aku senang paman berkata begitu, aku memeluknya dengan erat. Karena esok ia akan pulang dan lusa aku kembali sekolah, paman membantuku membuat sampul buku dan menyiapkan peralatan sekolah lainnya. 

Setelah selesai semua masuk ke dalam tas sekolah, aku tidur bersama paman. Esok hari nya pagi sekali, paman hendak pulang dan aku dibangunkan ibu. Karena ibu takut aku akan menangis seperti waktu paman pulang tanpa memberi tahuku waktu itu. Aku memang anak yang cengeng, paman kaget melihatku bangun dan jalan dengan mata yang sedikit terpejam. Ia menertawakan aku dan langsung memelukku, ia pergi berangkat ke terminal diantar oleh ayah menggunakan sepeda motor. Aku kembali tidur, dan lagi -- lagi saat aku bangun aku murung karena merasa sepi walau ada adikku. 

Malam ini aku tidur cepat karena besok harus kembali ke sekolah, esoknya aku dan adikku pergi ke sekolah diantar oleh ayah. Aku pun menjalankan aktivitas seperti biasa.

Hari berganti, bulan berganti, tahun berganti, sama seperti sebelumnya ayah dan ibu terkadang masih bertengkar. Paman datang tiap libur semester, merayakan natal dan pergantian tahun bersama. Tapi berbeda dengan tahun ini, aku sudah berada di bangku kelas 3 SMP. Sudah pengumuman kelulusan, aku lulus dan mendapat peringkat ke 1 di kelas. Tapi belakangan ini aku sering murung, karena tahun lalu paman menikah dan semenjak itu paman jarang menemuiku. Jadi keterbalikan, tiap ada libur aku yang mengajak ayah pergi ke rumah paman. 

Semenjak menikah, paman jadi tinggal di bandung maka dari itu aku sering mengunjunginya tiap libur. Aku lebih murung tahun ini, karena semenjak awal tahun paman sakit, dan bolak -- balik rumah sakit. Semenjak satu bulan lalu memang paman tinggal di rumahku, agar bisa bergantian yang merawatnya. Tapi Tuhan berkehendak lain, kondisi paman semakin menurun sampai ia harus dirawat di rumah sakit.

Sudah satu bulan Paman dirawat, bahkan saat pertama kali paman dibawa ke rumah sakit ia sempat koma kurang lebih 5 hari lamanya. Setelah ia sadar dari koma, ia tetap harus dirawat di rumah sakit. Penyakit yang diderita pamanku adalah TBC, dan sayangnya ini baru diketahui pamanku baru - baru ini. Mungkin penyebabnya adalah pekerjaan pamanku yaitu menjadi supir truk yang mengantar barang dari kota ke luar kota , yang dimana pekerjaannya ini tak jauh dari polusi udara. Paman bercerita, dia mengira bahwa ia hanya batuk biasa dan biasa meminum obat - obatan di warung. Saat pertama kali mengetahui penyakit yang diderita pamanku, keluargaku tidak percaya dan sangat terpukul.

Hari ini bulan Juni, aku kembali bersama bibi ke rumah sakit. Aku membawa makanan masakan bibi untuk paman, dan membawa semacam minyak kiriman nenek dari Medan. Saat sampai di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan, kudapati paman terbaring lemah, infus ditangannya dan bernafas dibantu oksigen. Aku ingin menangis melihat keadaannya, tapi senyum tipis yang melingkar di wajahnya saat aku datang membuat aku menahan rasa sedih ku. 

Bibi duduk di samping belahan jiwanya itu, terlihat ia ingin menangis tapi ia tahan. Paman seperti hendak mengatakan sesuatu tapi tak bisa, memang semenjak Paman sadar dari koma ia sulit bicara. Ia hanya bisa menganggukkan kepalanya. Lalu, minyak kiriman nenek kuoleskan ke jari - jari tangan dan kaki paman. Kuusap tangannya lembut, dan Ia tersenyum.

"Infusnya kayak udah habis ya, bibi panggil perawatnya dulu. Tunggu disini ya" ucap bibi.

Belum sempat menjawab, bibi telah pergi. Saat bibi kembali, tak ada seorangpun bersamanya.

"Mana perawatnya bi?" Tanyaku heran

"Mau kesini, disuruh tunggu aja" jawab bibi dan aku hanya mengangguk.

Ku alihkan pandanganku ke pintu kamar, dan kudapati ayahku yang hendak masuk. Ayahku melihat keadaan pamanku sekilas dan paman tersenyum, lalu ayah pergi keluar kamar entah kemana. Tak lama setelah ayah pergi, tiba - tiba paman kejang - kejang. Aku dan bibi panik, lalu aku diminta memanggil perawat dan ayahku. Aku lari dan berteriak memanggil perawat setelah kudapati perawat kuminta ia ke Kamar Michael. Lalu aku berlari lagi mencari ayah, berulang - ulang kulewati lorong rumah sakit tetapi ayah tidak kutemukan. Aku berlari ke tempat parkir, dan kudapati ayah disana.

"Ayah!" Teriakku sambil berlari mendekatinya, dan ayah menoleh ke arahku.

"Paman, paman kejang - kejang" ucapku tak jelas dengan mata yang berkaca - kaca

"Apa, kalo ngomong yang jelas!" Tegas ayah yang terlihat heran

"Paman kejang - kejang" teriakku dan akhirnya aku menangis.

Tanpa menjawab ku, ayah langsung lari menuju kamar paman disusul dengan aku yang berlari dibelakangnya. Sampai disana, kudapati bibi menangis dan berteriak. Saat kudapati paman, kulihat perawat mencabut alat bantu bernafasnya.

"Pamanmu udah gaada" ucap bibiku sambil menangis terisak - isak

"Engga... Engga..." Ucapku, aku menjatuhkan diriku.

Seperti tersambar petir aku mendengar ucapan bibi, aku kembali berdiri dan memeluk bibi yang terus menatap paman dan mengatakan

"bangunlah, aku membawakan makanan untukmu"

"Udah bi, udah" teriakku sambil menahan bibi dan menangis

Berulang - ulang bibi mengatakan itu, sampai aku tak kuat menahannya. Aku keluar kamar dan melihat ayah memarahi perawat rumah sakit itu, ia memarahi semua perawat yang ada. Saat ayah melihatku ia menjatuhkan dirinya dan berkata

"Udah gaada pamanmu nak"

"Iya yah" jawabku sambil menangis, lali ayah memelukku

Ayah kembali marah kepada perawat,

"Ini anak saya yang nyiapin obat pamannya, nyiapin makan, asal kalian tahu. Ini keponakan kesayangannya, kalian kenapa bisa teledor kayak gitu?!"

"Udah yah" ucapku pelan

Ayah mengabari keluargaku lewat telepon sambil menangis. Aku tak kuat menatap ayah dan bibi yang terus menangis, tak lama datang seorang bapak yang menghampiriku dan membawaku keluar kamar. Dan kami pun duduk di kursi yang ada di lorong kamar, ia memperkenalkan dirinya. Ia adalah Pendeta yang diminta salah satu keluargaku datang dan mendoakan paman.

"Adek namanya siapa?" Ucap pendeta itu, sambil menangis kujawab pertanyaannya. Ia terus menanyai tentang keluargaku, dan lama kelamaan ia menanyakan tentang paman. Aku kembali menangis terisak-isak menceritakan paman, pendeta itu memelukku dan mengatakan

"Jangan sedih, paman udah ga merasakan sakitnya lagi. Ia udah senang bersama Tuhan di Surga"

Tetap saja aku menangis, dan ia terus menenangkan aku. Akhirnya aku terdiam dan melamun, ia pergi masuk ke kamar dan menenangkan ayah dan bibi. Setelah kulihat ayah dan bibi tenang dari pintu berlapiskan kaca itu, aku masuk. Aku kembali menangis dan memeluk ayah, ayah juga kembali menangis tapi pendeta itu langsung berkata

"Bapak harus kuat, kalau bukan bapak yang menguatkan anak bapak, siapa lagi?"

Lalu kembali kami dapati paman dan bibi disampingnya, kami mendoakan paman. Lalu setelah berdoa, perawat membawa paman untuk dimandikan. Kami menunggu dan membereskan kamar yang tadinya ditempati paman. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya paman dibawa keluar oleh perawat dan langsung dibawa ke ruang jenazah. Aku ikut mendorong kereta pasien bersama bibi. Tiba di ruang jenazah, bibi terus menangis dan menghubungi keluarganya. Sedangkan ayah pergi menjemput adikku. Kududuk disamping paman dan menatapnya terus, kuusap kepalanya dan mencium keningnya. Masih terasa hangat suhu badannya, aku terus bertanya dalam hati

"Paman masih hidup kan?"

Tetapi tangisan bibi, membuatku sadar. Datanglah ayah dan adikku, adikku langsung memeluk pamanku dan menangis. Aku dan bibi yang tadinya melamun kembali menangis. Ayah terus mengabari semua keluarga, dan tak lama banyak tetanggaku yang datang dan menenangkan kami. Lalu ibuku pun datang yang meminta izin dari pekerjaannya, ia datang dan menangis terisak-isak. Kami hanya menatap ibu yang memeluk paman.

Saat tetanggaku ingin pulang, aku diminta ikut oleh ayah. Aku diminta menyiapkan pakaian kami untuk pulang ke kampung halaman mengantarkan paman ke tempat tinggal terakhirnya. Tiba di rumah langsung kusiapkan pakaian ayah, ibu, adik, bibi dan paman. Kusiapkan di beberapa tas. Sampai malam aku menunggu dijemput ayah, bergantian tetangga datang ke rumahku dan menanyakan paman tapi aku hanya menjawab singkat. 

Pukul 19.00 WIB ayah datang bersama ibu dan menjemputku, kami kembali ke rumah sakit. Dan ternyata banyak sekali orang disana dengan pakaian serba hitam, terdengar obrolan - obrolan mereka yang tidak menyangka akan kepergian pamanku. Kudapati lagi paman terbaring kaku menggunakan jas yang ia pakai saat pernikahannya, betapa gantengnya ia. Kulihat lagi ia, dan aku tersadar karena ada kapas di hidung dan telinganya, sehelai kain menahan mulutnya agar tak terbuka, sehelai kain lainnya mengikat kedua tangannya.

"Paman udah gaada" terlintas di pikiranku dan terucap dalam hatiku

Kami yang ada di ruang jenazah, mendoakan paman bersama. Lalu dimasukkan lah paman ke ambulance, begitupun dengan aku dan keluargaku memasuki mobil dan menuju bandara. Tiba di bandara Internasional Soekarno Hatta, kami menunggu untuk check-in. Kami berangkat pagi, betapa sedihnya hati ini melihat peti paman diletakkan di tempat penyimpanan barang. 

Kurang lebih 2 jam perjalanan, agar kami tiba di bandara Kualanamu. Tiba di bandara, telah siap ambulance yang dipesan ayah saat masih di rumah sakit kemarin. Kami menaikki ambulance bersama peti paman, sepanjang perjalanan menuju rumah nenek aku hanya menatap dan mengusap peti paman. Dalam pikiranku terlintas

"mengapa paman meninggalkan aku, padahal aku mau bilang kalau aku dapat rangking 1"

***

Dimana kulihat dari kaca ambulance, semua orang yang terlewati melihat ambulance ini dengan tatapan seperti itu. Berjam-jam perjalanan menuju rumah nenek, dan saat tiba sudah banyak sekali orang disana yang menangis saat mendengar ambulance ini sudah dekat. Ambulance berhenti, nenek yang sudah berdiri di depan pintu langsung menangis dan pingsan melihat peti diturunkan. Peti diangkat ke dalam rumah nenek, dan dibukalah peti itu. Nenek sadar dan menangis terisak - isak melihat paman, begitupun juga dengan kakek. Bahkan seluruh orang yang ada di rumah nenek mendengar nenek berteriak tak menyangka, ikut menangis. 

Sampai malam tiba, hanya tangisan yang menyelimuti kami semua. Hingga malam berganti pagi, tak henti - hentinya doa diadakan untuk paman. Sampai siang tiba, peti paman ditutup. Bibi dan nenek pingsan. Menunggu mereka sadar, barulah peti diangkat. Peti diangkat bersama - sama ke tempat pemakaman yang berada tak jauh dari rumah nenek. Saat pemakaman, hanya tangisan yang terlihat. Setelah selesai pemakaman dan didoakan, aku mengusap Batu nisan paman dan mengucapkan selamat tinggal. Kami kembali ke rumah nenek, kami semua kaget karena tiba - tiba hujan deras. Aku berpikir

"Apa paman juga sedih meninggalkan kami?"

Tetapi kuhilangkan pikiranku itu, dan menganggap hujan ini adalah tangis kebahagiaan paman karena ia sudah tidak merasakan sakitnya dan sudah tenang bersama Tuhan. Sampai saat ini, setelah 2 tahun kepergian paman, aku selalu senang karena aku berpikir bahwa paman meninggalkan dunia ini setelah aku datang menemuinya. Jadi aku berpikir bahwa ia menungguku, sebelum Tuhan memanggil nya, tapi jujur dalam hati aku selalu merasa bahwa paman masih disini bersama -- sama dengan kami semua. 

Tiap malam sebelum aku tidur, pasti aku mendengarkan lagu -- lagu kesukaan paman yang membuat aku terkadang menangis mengingatnya. Tiap ada masalah baik itu masalah ayah dan ibu, masalah di sekolah, dan yang lainnya pasti aku selalu ingat paman. Terlebih tiap pergantian semester tiba, aku selalu menangis mengingat paman. Jujur aku sangat sayang paman, tapi Tuhan lebih menyayanginya maka dari itu Tuhan menjemputnya lebih dulu. Aku harus sukses untuk ayah, ibu, dan keluarga terutama paman!

06 -- 06 -- 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun