Mohon tunggu...
Angelina Togatorop
Angelina Togatorop Mohon Tunggu... Penulis - Pemula

@anglnnnn__

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kamu Kuat!

2 Februari 2020   13:18 Diperbarui: 2 Februari 2020   13:27 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Adek namanya siapa?" Ucap pendeta itu, sambil menangis kujawab pertanyaannya. Ia terus menanyai tentang keluargaku, dan lama kelamaan ia menanyakan tentang paman. Aku kembali menangis terisak-isak menceritakan paman, pendeta itu memelukku dan mengatakan

"Jangan sedih, paman udah ga merasakan sakitnya lagi. Ia udah senang bersama Tuhan di Surga"

Tetap saja aku menangis, dan ia terus menenangkan aku. Akhirnya aku terdiam dan melamun, ia pergi masuk ke kamar dan menenangkan ayah dan bibi. Setelah kulihat ayah dan bibi tenang dari pintu berlapiskan kaca itu, aku masuk. Aku kembali menangis dan memeluk ayah, ayah juga kembali menangis tapi pendeta itu langsung berkata

"Bapak harus kuat, kalau bukan bapak yang menguatkan anak bapak, siapa lagi?"

Lalu kembali kami dapati paman dan bibi disampingnya, kami mendoakan paman. Lalu setelah berdoa, perawat membawa paman untuk dimandikan. Kami menunggu dan membereskan kamar yang tadinya ditempati paman. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya paman dibawa keluar oleh perawat dan langsung dibawa ke ruang jenazah. Aku ikut mendorong kereta pasien bersama bibi. Tiba di ruang jenazah, bibi terus menangis dan menghubungi keluarganya. Sedangkan ayah pergi menjemput adikku. Kududuk disamping paman dan menatapnya terus, kuusap kepalanya dan mencium keningnya. Masih terasa hangat suhu badannya, aku terus bertanya dalam hati

"Paman masih hidup kan?"

Tetapi tangisan bibi, membuatku sadar. Datanglah ayah dan adikku, adikku langsung memeluk pamanku dan menangis. Aku dan bibi yang tadinya melamun kembali menangis. Ayah terus mengabari semua keluarga, dan tak lama banyak tetanggaku yang datang dan menenangkan kami. Lalu ibuku pun datang yang meminta izin dari pekerjaannya, ia datang dan menangis terisak-isak. Kami hanya menatap ibu yang memeluk paman.

Saat tetanggaku ingin pulang, aku diminta ikut oleh ayah. Aku diminta menyiapkan pakaian kami untuk pulang ke kampung halaman mengantarkan paman ke tempat tinggal terakhirnya. Tiba di rumah langsung kusiapkan pakaian ayah, ibu, adik, bibi dan paman. Kusiapkan di beberapa tas. Sampai malam aku menunggu dijemput ayah, bergantian tetangga datang ke rumahku dan menanyakan paman tapi aku hanya menjawab singkat. 

Pukul 19.00 WIB ayah datang bersama ibu dan menjemputku, kami kembali ke rumah sakit. Dan ternyata banyak sekali orang disana dengan pakaian serba hitam, terdengar obrolan - obrolan mereka yang tidak menyangka akan kepergian pamanku. Kudapati lagi paman terbaring kaku menggunakan jas yang ia pakai saat pernikahannya, betapa gantengnya ia. Kulihat lagi ia, dan aku tersadar karena ada kapas di hidung dan telinganya, sehelai kain menahan mulutnya agar tak terbuka, sehelai kain lainnya mengikat kedua tangannya.

"Paman udah gaada" terlintas di pikiranku dan terucap dalam hatiku

Kami yang ada di ruang jenazah, mendoakan paman bersama. Lalu dimasukkan lah paman ke ambulance, begitupun dengan aku dan keluargaku memasuki mobil dan menuju bandara. Tiba di bandara Internasional Soekarno Hatta, kami menunggu untuk check-in. Kami berangkat pagi, betapa sedihnya hati ini melihat peti paman diletakkan di tempat penyimpanan barang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun