“pistol sialannnnn..!!!
Si Bangsat gantian menerjangku. Tubuhku membentur sebuah benda. Aku menjerit. Kami tersungkur tepat di bawah meja. Kami bergulat. Ia menindihku. Ia mencoba merebut pistol yang sudah berada di antara himpitan tubuh kami. Aku terus berteriak, meronta-ronta. Dan tiba-tiba saja.
“Dorrr...!!!”
Suara tembakan meletus dari genggamanku. Aku mendadak lemas. Darah segar mulai membasahi bagian atas tubuhku. Dan seketika duniapun menjadi gelap.
***
Aku berdiri di tengah padang. Padang itu begitu luas. Dipenuhi dengan bunga – bunga berwarna putih, beraroma segar. Padang yang sangat indah. Kuperhatikan sejenak kelopak bunga-bunga itu. Sepertinya aku mengenali bunga ini. Ya, ini bunga daisy. Pekikku senang.
Ku lihat di ujung cakrawala matahari sedang bersinar. Cahayanya berwarna kuning keemasan. Terang yang tidak menyengat, terang yang begitu jernih. Hanya kesejukan yang kurasakan dari pancaran cahayanya.
Di padang itu hanya ada aku. Aku merasakan keheningan yang begitu kental. Bahkan tak ada hembusan angin sedikitpun. Aku seperti sedang berada di alam mimpi.
Kemudian perlahan aku menelusuri jalan kecil dari tempat ku berdiri. Kedua tanganku menyapu bunga-bunga daisy yang mencoba meraih langkah-langkahku. Ku belai kelopaknya yang rapuh. Menghadiahkan tangkai - tangkai bunga itu dengan gerakan-gerakan tarian. Sesaat aku sempat memejamkan mata. Kuhirup keperawanan wewangiannya yang segar.
Setelah cukup lama menyusuri. Langkahku tiba-tiba saja berhenti. Tepat di depan tempatku berdiri, membentang sebuah hamparan samudera berwarna biru, Laut? Aku bertanya pada diriku sendiri. Ternyata padang bunga daisy ini adalah sebuah tebing yang menjulang. Dan aku sedang berada tak jauh dari tepiannya.
Sekilas aku sempat ragu. Namun setelah kuperhatikan baik-baik ternyata benar. Di ujung sana, tepat di tepian tebing. Kulihat seorang pria sedang duduk memandang ke arah lautan. Penasaran, kemudian aku mendekatinya. Sepertinya aku tak asing dengan pria itu. Belum sampai aku melihat wajahnya. Mulutku sudah memanggil namanya.