Mohon tunggu...
Andri Lesmana
Andri Lesmana Mohon Tunggu... Lainnya - Maju atau tidak sama sekali

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah dan Keringat

21 Februari 2021   17:54 Diperbarui: 24 Februari 2021   07:48 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Bukankah sebelumnya kita sudah sepakat untuk melakukan penyerangan?" tanya Danu

" Ya memang. Tapi keberanian kita masih lemah. Kita masih takut dengan senjata yang mereka bawa. Maka dari itu kita juga harus punya senjata untuk melawan mereka." Kataku

" kita gunakan saja bambu yang diruncingkan ujungnya, bagaimana?" Usul Danu

" Ya benar itu." Kata Rinto

             Hari demi hari kami mengajak rakyat untuk melakukan perlawanan. Bukan untuk mengkudeta tapi sebagai bentuk pembelaan harga diri sebuah bangsa yang sedang tertindas di bawah kepemimpinan orang-orang yang tidak berperikemanusiaan.

             Saatnya telah tiba untuk melakukan pembelaan terhadap harga diri bangsa ini. Senjata-senjata yang kami buat kami sembunyikan di tempat-tempat yang tidak bisa terjamah oleh mereka. Semangat perjuangan yang sudah membara di dalam jiwa ini harus tersalurkan demi bangsa yang dicinta ini. Jangan sampai semuanya menjadi sia-sia jika tidak dilakukan.

             Penyerangan dimulai dari atas bukit dengan menusuk para pengawas yang sedang berjaga. Setelah itu penyerangan tadi dilanjutkan ke bagian bawah bukit yang untung saja tidak ada tentara yang berjaga di sana. Lalu semuanya bergerak menuju pusat pos penjagaan yang di mana kami melumpuhkan para penjaga yang membawa senjata itu dan mengambilnya.

             Pergerakan kami diketahui oleh para petinggi-petinggi kolonial. Dengan segera mereka mengirimkan para tentaranya untuk menghentikan perlawanan kami. Lalu pasukan dibagi menjadi beberapa bagian. Ada yang diwilayah hutan ada yang masuk ke rumah-rumah penduduk untuk berjaga-jaga dan ada yang bergerak ke pusat kota.

             Aku sendiri mengikuti rombongan yang bergerak menuju pusat kota dengan membawa bambu runcing ditangan. Ketika ada tentara yang melintas kami langsung bersembunyi agar tidak ketahuan. Sampai larut malam kami melakukan perlawanan itu. Dengan rasa yang mendebarkan kami harus bisa membela harga diri bangsa ini.

             Aku melihat sebuah kereta kuda melintas di depan sebuah bangunan tua aku terus mengikutinya sampai ke dekat sebuah pintu masuk bangunan yang cukup besar itu. Dari jendelanya tampak ada orang yang tengah berbincang-bincang. Rupanya itu adalah Whillem, ia tinggal di sini. Dan aku mengendap-endap masuk ke dalam kompleks rumah itu. Untungnya hanya beberapa orang yang berjaga di sana. Jadi aku dengan mudahnya masuk ke dalamnya.

             Saat-saat semua orang tertidur aku mengendap-endap di dalam rumah ini. Aku mencari-cari kamar Whillem. Saat aku lihat ada sebuah pisau segera aku ambil untuk berjaga-jaga. Lalu aku naik ke lantai dua rumah ini saat ada sebuah pintu berwarna coklat di  hadapanku aku dengan perlahan masuk ke kamar itu. Dan ternyata benar ini adalah kamarnya Whillem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun