"Jika kakekmu masih ada pasti beliau juga tak setuju!"
"Kenapa semua tak setuju bu? Perbedaaan budaya dan suku hanya toh bisa dipersatukan?"
"Apakah Arya salah bu mencintai gadis Tionghoa ?" lanjut Arya
Ibunya tak menjawab dan hanya meneteskan air mata, seakan ada rahasia besar yang tak bisa dikatakan.
Suatu hari, Arya menemukan surat tua di antara buku-buku di rumah kakeknya. Surat itu mengungkap bahwa kakeknya pernah memiliki hubungan rahasia dengan seorang wanita Tionghoa, dan dari hubungan itu lahir seorang anak yang ternyata adalah ibunya Ing.
Dengan gemetar, Arya menunjukkan surat itu kepada Ing.
Mata Ing membelalak. "Arya, jika ini benar, berarti kita..."
"Kita masih memiliki hubungan darah," potong Arya dengan suara parau.
Mereka terdiam. Hubungan yang baru saja dimulai hancur seketika. Di bawah sinar lampion yang kini terasa redup, mereka menyadari cinta itu tak mungkin diteruskan.
Beberapa tahun berlalu. Arya menjadi seniman terkenal, selalu menyertakan lukisan lampion merah dalam setiap pamerannya sebagai simbol kenangan indah bersama Ing. Sementara itu, Ing melanjutkan hidupnya dengan bekerja di toko keluarga. Meski menjalani jalan hidup berbeda, cinta pertama mereka tetap menjadi inspirasi.
Pada suatu pameran di Solo, Arya dan Ing bertemu kembali. Pandangan mereka bertemu di antara keramaian. Tak ada kata-kata, hanya senyum yang mengungkapkan segalanya. Mereka berdua hanyut dalam pikiran masing masing mengingat hubungan selama ini.
Tiba-tiba, seorang wanita tua mendekati Arya, memperkenalkan diri sebagai nenek Ing.