"Arya, surat itu tidak sepenuhnya benar. Anak dari hubungan rahasia itu bukan ibunya Ing."
Arya merasa beban besar terangkat. Ia segera mencari Ing dan tak menemukannya. Namun, beberapa hari kemudian, kabar buruk datang. Dalam perjalanan pulang dari galeri, mobil yang ditumpangi Ing tergelincir akibat hujan deras dan menabrak pohon. Ing tak selamat.
Berita itu menghancurkan Arya. Segala kebahagiaan yang baru saja diraih hancur dalam sekejap. Namun, Arya bertekad melanjutkan hidup dengan mengenang Ing. Ia mendirikan galeri seni bertema cinta lintas budaya sebagai penghormatan kepada cinta yang tak terlupakan itu.
Kini, di bawah sinar lampion merah, karya-karya Arya menjadi simbol abadi cinta mereka yang meski tak sempurna, tetap hidup dalam kenangan.
Beberapa tahun berlalu, galeri itu menjadi tempat yang dikenal luas. Setiap kali Arya mengadakan pameran, ia selalu memajang lukisan lampion merah, simbol cinta yang tak pernah padam. Para pengunjung sering terinspirasi oleh cerita di balik karya tersebut, meski hanya Arya yang tahu betapa dalamnya makna di balik lukisan itu.
Pada suatu pameran besar di Surabaya, Arya bertemu seorang wanita paruh baya yang memperhatikan lukisan lampion merahnya dengan penuh emosi. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai sepupu Ing, dan ia membawa pesan terakhir dari Ing yang disimpan di dalam buku harian.
Buku itu berisi catatan Ing tentang cinta mereka, lengkap dengan sketsa-sketsa lampion dan taman kecil tempat mereka biasa bertemu.
Dalam salah satu halaman, Ing menulis, "Cinta kita akan selalu menjadi cahaya dalam kegelapan, seperti lampion merah di malam Imlek."
Arya terharu membaca pesan itu. Ia memutuskan untuk menerbitkan buku harian Ing sebagai bagian dari pameran seni yang ia adakan. Buku itu menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang, mengajarkan tentang cinta yang tak lekang oleh waktu dan perbedaan budaya.
Pada malam penutupan pameran, Arya berdiri di depan lukisan lampion merah yang pertama ia buat untuk Ing.
Kembali dalam ingatannya saat berjalan sepulang sekolah, berdiskusi masalah lukisan, merayakan Imlek bersama, dan juga kemarahan ayah Ing.