Satu-satunya pelipur lara Laras adalah membaca. Buku-buku memberinya dunia baru yang jauh dari realitas pahit yang harus dia hadapi setiap hari.Â
Dia selalu membawa buku kemanapun dia pergi, dan tenggelam dalam kisah-kisah yang memberinya kekuatan dan inspirasi.
Laras tumbuh menjadi remaja yang mandiri dan kuat. Di balik penampilannya yang tangguh, dia menyimpan rasa takut untuk membuka hatinya kepada orang lain.Â
Dia takut akan pengkhianatan dan rasa sakit yang pernah dirasakan ibunya. Akibatnya dia menutup dirinya dari dunia luar dan tidak memiliki banyak teman dekat.
Setelah lulus dari sekolah menengah, Laras mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di universitas ternama di kota besar.Â
Keberangkatan ke universitas menjadi awal baru bagi Laras. Di sana, dia bertemu dengan banyak orang baru dan menemukan dunia yang lebih luas.
Masa lalu Laras tetap menghantuinya. Di universitas, dia bertemu dengan Ardi, seorang pria tampan dan cerdas yang perlahan berhasil menembus dinding yang dibangun Laras di sekeliling hatinya.
Ardi adalah sosok yang sabar dan penyayang. Dia melihat kesedihan di mata Laras dan bertekad untuk membantunya mengatasi rasa sakitnya.
Selama beberapa bulan, Ardi dengan sabar mendekati Laras. Dia mengajak Laras untuk berbicara tentang hal-hal kecil hingga akhirnya Laras mulai merasa nyaman berbagi cerita tentang masa lalunya. Ardi mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberikan dukungan tanpa menghakimi.
Suatu hari, Laras dan Ardi duduk di sebuah taman kecil di dekat kampus. Dengan suara yang bergetar, Laras mulai menceritakan kisah keluarganya kepada Ardi.Â
"Aku tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ayah," ujarnya sambil menatap ke langit yang mulai berubah warna menjadi jingga.