Dosen pengampu :Â Murhima A,Kau
Oleh :Â Izzatul Muslimin Husin, Sisilia Lusiani Mahmud, Aneng Van Gobel
 La Adril, Miftahul Jannah, Tri Agustina Katili
Bimbingan Dan KonselingÂ
Universitas Negeri Gorontalo
Abstrak
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah me berikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan ata pengembangan mental (rohani) yang sehat. Menurut Zakiah Daradjat (1982) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Menurut Zakiah Daradjat (1982) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi orang dari kejatuhan kepada gangguan jiwa dan dapat pula mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah. Surat At-Tiin mengisyaratkan bahwa "manusia akan mengalami kehidupan yang hina/jatuh martabatnya (asfala-saafiliin), termasuk juga kehidupan psikologis yang tidak nyaman (mentalnya tidak sehat) kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh (berbuat kebajikan)."Agar pendidikan agama ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka semua pihak yang terkait orang tua, para pendidik (dosen atau guru), para tokoh masyarakat, para kiai/ ajengan/ustaz, dan pemerintah-harus bekerja sama dalam menanamkan nilai-nilai agama, baik melalui bimbingan, pengajaran, pembiasaan, maupun contoh-contoh (teladan)
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah me berikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan ata pengembangan mental (rohani) yang sehat. Menurut Zakiah Daradjat (1982) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi orang dari kejatuhan kepada gangguan jiwa dan dapat pula mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah. Semakin dekat seseorang kepada Tuhan, dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tenteramlah jiwanya, serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup.
Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup umat manusia. Kehidupan yang efektif menuntur adanya tuntunan hidup yang mutlak. Shalat dan doa merupakan medium dalam agama untuk menuju ke arah kehidupan yang berarti. Sebagai hamba dan khalifah Allah, hidup manusia di dunia mempunyai tugas suci, yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu, baik yang bersifat ritual-personal (seperti shalat, shaum, dan berdoa) maupun ibadah sosial, yaitu upaya menjalin silaturahim (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan hidup yang bermanfaat bagi kesejahteraan au kebahagiaan umat manusia (rahamatan lil'alamin).
Menurut Zakiah Daradjat (1982) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi orang dari kejatuhan kepada gangguan jiwa dan dapat pula mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah. Semakin dekat seseorang kepada Tuhan, dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tenteramlah jiwanya, serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup.
B. Fungsi Agama
Menurut fitrahnya, manusia adalah makhluk beragama homo religius), yaitu makhluk yang memiliki rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahannya inilah yang membedakan manusia dari hewan, dan juga yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya di sisi Tuhan. Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai 'abdullah (hamba Allah) dan khalifatullah (khalifah Allah) di muka bumi.
Sebagai hamba dan khalifah Allah, hidup manusia di dunia mempunyai tugas suci, yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu, baik yang bersifat ritual-personal (seperti shalat, shaum, dan berdoa) maupun ibadah sosial, yaitu upaya menjalin silaturahim (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan hidup yang bermanfaat bagi kesejahteraan au kebahagiaan umat manusiaÂ
(rahamatan lil'alamin). Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan pada pengembangan mental (rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut:
1. Memelihara Fitrah
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), bersih dari dosa dan noda. Namun karena manusia mempunyai hawa nafs (naluri atau dorongan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan) dan juga ada pihak luar yang senantiasa berusaha menggoda atau menyelewengkan manusia dari kebenaran, yaitu setan, maka manusia sering terjerumus melakukan perbuatan dosa. Agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya dan terhindar dari godaan setan (sehingga dirinya tetap suci), maka manusia harus beragama, atau bertakwa kepada Allah, yaitu beriman dan beramal saleh, atau melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
2. Memelihara Jiwa
Agama sangat menghargai harkat dan martabat, atau kemuliaan manusia. Dalam memelihara kemuliaan jiwa manusia maka agama mengharamkan atau melarang manusia melakukan penganiayaan, penyiksaan, atau pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
3. Memelihara AkalA
Allah telah memberikan karunia kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu akal. Dengan akalnya inilah, manusia memiliki: (a) kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, atau memahami dan menerima nilai-nilai agama; dan (b) mengembangkan ilmu dan teknologi, atau mengembangkan kebudayaan. Melalui kemampuannya inilah manusia dapat berkembang menjadi makhluk yang berbudaya (beradab). Karena pentingnya peran akal ini, maka agama memberi petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memelihara- nya, yaitu hendaknya manusia: (a) mensyukuri nikmat akal itu, dengan cara memanfaatkannya seoptimal mungkin untuk berpikir, belajar, atau mencari ilmu; dan (b) menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal, seperti: meminum minuman keras (Miras), menggunakan obat-obat terlarang, menggunakan Narkoba (Naza), dan hal-hal lain yang merusak keberfungsian akal yang sehat.
4. Memelihara Keturunan
Agama mengajarkan kepada manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan itu adalah pernikahan. Pernikahan merupakan upacara agama yang sakral (suci), yang wajib ditempuh oleh pasangan pria dan wanita sebelum melakukan hubungan biologis sebagai suami-istri. Pernikahan ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah (tenteram, nyaman), mawaddah (cinta kasih, mutual respect), dan rahmah (mendapat Curahan karunia dari Allah).
C. Pendapat Para Ahli Tentang Peran Agama Bagi Kesehatan Mental
Menurut Zakiah Daradjat (1982) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi orang dari kejatuhan kepada gangguan jiwa dan dapat pula mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah. Semakin dekat seseorang kepada Tuhan, dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tenteramlah jiwanya, serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup. Demikian pula sebaliknya, semakin jauh orang itu dari agama, akan semakin susahlah baginya untuk mencari ketenteraman batin.
M. Surya (1977) mengemukakan bahwa agama memegang peranan penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian din. Hal ini diakui oleh ahli klinis, psikiatris, pendeta, dan konselor bahwa agama adalah faktor penting dalam memelihara dan memperbaiki kesehatan mental. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustrasi, dan ketegangan lainnya, dar memberikan suasana damai dan tenang.
Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup umat manusia. Kehidupan yang efektif menuntur adanya tuntunan hidup yang mutlak. Shalat dan doa merupakan medium dalam agama untuk menuju ke arah kehidupan yang berarti.
Pada uraian berikut dikemukakan pendapat para ahli lainnya tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental, yaitu sebagai berikut:
Dadang Hawari (2009) mengemukakan, bahwa dari sejumlah penelitian para ahli, ternyata bisa disimpulkan bahwa: (1) komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit, dan mempercepat pemulihan penyakit; (2) agama lebih bersifat protektif daripada problem producing; dan (3) komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dan positif dengan keuntungan klinis.
Arnold Toynbee (sejarawan Inggris) mengemukakan bahwa krisis yang diderita orang-orang Eropa pada zaman modern ini pada dasarnya terjadi karena kemiskinan rohaniah, dan terapi satu-satunya bagi penderita yang sedang mereka alami ialah kembali kepada agama.
Henry Link (ahli ilmu jiwa Amerika) menyatakan bahwa berdasarkan pengalamannya yang lama dalam menerapkan percobaan-percobaan kejiwaan atas kaum buruh dalam proses pemulihan dan pengarahan profesi, ia mendapatkan bahwa pribadi-pribadi yang religius dan sering mendatangi tempat ibadah, bisa menikmati kepribadian yang lebih kuat dan baik ketimbang pribadi-pribadi yang tidak beragama yang sama sekali tidak menjalankan suatu ibadah.
Zakiah Daradjat (1982:58) mengemukakan bahwa: "Apabila manusia ingin terhindar dari kegelisahan, kecemasan, dan ketegangan jiwa serta ingin hidup tenang, tenteram, bahagia dan dapat membahagiakan orang lain, maka hendaklah manusia percaya kepada Tuhan dan hidup mengamalkan ajaran agama. Agama bukanlah dogma, tetapi agama adalah kebutuhan jiwa yang perlu dipenuhi."
Carrel (Aulia, 1980:19-20) mengemukakan bahwa: "Apabila doa inu dibiasakan dan bersungguh-sungguh, maka pengaruhnya menjadi sangat jelas. Ia merupakan semacam perubahan kejiwaan dan kebadanan. Ketenteraman ditimbulkan oleh doa itu merupakan pertolongan yang besar pada pengobatan." Mengenai tidak dikabulkannya doa, selanjutnya Carrel mengemukakan: "Doa itu sering tidak berhasil, karena kebanyakan orang yang memanjatkan doa itu masuk golongan orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri, pembohong, penyombong, bermuka dua, tidak beriman dan mengasihi."
Dr. Hembing Wijayakusuma (peraih Mualaf Award dari Jakarta International Muslim Society) mengemukakan bahwa untuk menjelaskan apakah seseorang sehat mentalnya atau sakit, cukup dengan dua aspek, yaitu aspek ketuhanan untuk merujuk aspek positif dan kesesatan untuk merujuk aspek negatif. Aspek kesehatan mental sama dengan aspek ketuhanan atau keimanan. Keimanan meliputi keyakinan, ucapan, dan perbuatan. Orang yang tidak memiliki keyakinan positif, optimisme, ketulusan, integritas, loyalitas, dan tanggung jawab bisa dipastikan mentalnya sakit.Â
D. Kesehatan Mental dalam Al-Quran
Mengenai kaitan antara keimanan kepada Tuhan dan gamalan ajaran-Nya dengan kesehatan mental, dalam Al-quran maka ayat yang menunjukkan hal tersebut, seperti:
1. Surat At-Tiin mengisyaratkan bahwa "manusia akan mengalami kehidupan yang hina/jatuh martabatnya (asfala-saafiliin), termasuk juga kehidupan psikologis yang tidak nyaman (mentalnya tidak sehat) kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh (berbuat kebajikan)."
2. Senada dengan surat At-Tiin adalah surat Al-'Ashr, yaitu bahwa semua manusia itu merugi (celaka hidupnya, tidak tenteram, atau perasaan resah dan gelisah) kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan saling mewasiati dengan kebenaran dan kesabaran."
3. Surat Al-Baqoroh:112 Tidaklah demikian, bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhan-Nya, dan tidak ada kekhawatiran atau kecemasan dan tidak pula kesedihan bagi mereka."
4. Surat Yunus: 57 "Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu 'mauidhah' (nasihat) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada (syifaaun limaa fish shuduur), petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
5. Surat Al-Israa: 82 "Dan Kami menurunkan dari Al-Quran, sebagai obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
E. Implikasi Peran Agama bagi Kesehatan Mental terhadap Pendidikan Agama
Maksud pendidikan agama di sini bukan hanya memberikan pelajaran agama kepada anak, akan tetapi yang terpokok adalah terkait dengan penanaman keimanan kepada Tuhan, pembiasaan mematuhi dan memelihara nilai-nilai, atau kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama (menjalankan perintah atau kewajiban, dan menjauhi larangan atau yang diharamkan Allah).
Untuk itu, maka kepada anak perlu dijelaskan tentang apa (1) diperintahkan Allah kepada manusia, seperti: shalat, zakat, yang: shaum, haji, berdoa, berbuat baik kepada sesama manusia (terutama kepada kedua orang tua), menuntut ilmu (belajar), bertutur kata yang sopan, dan berperilaku jujur; dan (2) yang dilarang atau diharamkan Allah, seperti: memakan makanan atau meminum minuman yang haram, berdusta, mencuri, berzina (free sex), LGBT (Lesbian, Gay Biseksual, dan Transgender), membunuh, bermusuh- musuhan (tawuran), bersikap hasud, dan sebagainya
Agar penanaman kaidah-kaidah agama tersebut mudah diamalkan oleh anak, maka cara yang paling ampuh untuk ditempuh orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya adalah memberikan uswah hasanah (contoh atau teladan yang baik) kepada anak. Pendidikan agama ini perlu diberikan kepada anak sejak kecil (usia dini atau masa pra-sekolah), karena nilai-nilai agama yang terinternalisasi atau mempribadi sejak kecil akan menjadi benteng moral yang kokoh, dan mampu mengontrol tingkah laku dan jalan kehidupannya, serta menjadi obat anti penyakit (gangguan jiwa).
Terkait dengan pentingnya pendidikan agama bagi anak, Zakiah Daradjat (1982:57) mengemukakan bahwa agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak akan menjadi bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, yang dapat menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan dan dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap agama akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam.
Agar pendidikan agama ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka semua pihak yang terkait orang tua, para pendidik (dosen atau guru), para tokoh masyarakat, para kiai/ ajengan/ustaz, dan pemerintah-harus bekerja sama dalam menanamkan nilai-nilai agama, baik melalui bimbingan, pengajaran, pembiasaan, maupun contoh-contoh (teladan), serta berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkan atau menumpas berbagai sumber-sumber dekadensi moral yang terjadi di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Zakiyah Daradjat. Gunung Agung 1982. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Bulan Bintang
Surya, M. 1997. The 7 Habits of Highly Effective Families. York: Golden Books.
James W. Greenwood III; James W.; Jr. Greenwood, 1979. Managing Executive Stress. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Hawari, D. 2009. Kesehatan Jiwa dalam Rukun Iman dan Rukun Islom. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Utsman Najati. 1985. AlQuran dan Ilmu Jiwa (Terjemahan Ahmad Rafi Usmani). Bandung: Pustaka.
Aulia. 1980. Agama dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Bulan Bintang.
Shelley E. Taylor. 2003, Health Psychology. New York:Â
McGraw-Hill.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI