Remaja dalam Kelompok
Â
Identitas remaja sangat kentara dengan pembentukan kelompok-kelompok. Realitas ini sangatlah mendasar mengingat kekaburan identitas remaja sendiri. Kenyataan supaya mau diakui dan diterima oleh orang tua dan yang lebih tua kerap melahirkan gejolak untuk "keluar rumah" alias lepas dari kungkungan orang tua atau orang yang kerap mengaturnya. Gerakan "keluar rumah" pada kenyataan lain mempertemukan si remaja dengan remaja lainnya yang juga sedang mengadakan gerakan yang sama.
Â
Remaja kerap menggabungkan diri dalam kelompok teman-teman sebaya. Rasa tidak diterima dan diakui serta kecanggungannya di rumah tidak lagi menjadi persoalan dalam kelompok baru ini. Di dalamnya melebur kelemahan dan kekurangan serta kesanggupan dan kemampuan yang sama.
Â
Mereka tidak lagi mengalami perasaan diri kurang (minderwaardigheids complex). Di sana tidak ada lagi penolakan karena remaja yang lainnya juga mengalami hal yang sama. Jerawat yang tumbuh berlebihan misalnya tidak lagi menjadi persoalan karena teman-teman sekelompok juga mengalami hal yang sama.[3]
Â
Pada masa remaja kerap terjadi sulitnya komunikasi dengan kawan remaja jenis lain (lawan jenis). Namun demikian perasaan kuatir dalam berkomunikasi akan berkurang melalui kontak sosial di dalam kelompok. Di dalamnya tidak akan ada omelan dan ejekan.
Â
Singkatnya di dalam kelompok ada rasa aman dan terlindungi dari ancaman dan gangguan dari luar. Rasa ini melahirkan perasaan yang kuat dan bahkan teramat kuat antar anggota kelompok. Keyakinan ini pada akhirnya kerap melahirkan kebenaran yang berlebihan atas apa yang menjadi gagasan kelompok.[4] Ditambah lagi dengan keinginan untuk diterima dan diakui sebagai anggota dalam kelompok (in group), membuat remaja nekat berbuat apa saja agar dapat diterima dan diakui di dalamnya.[5]