Daan mengangguk lemah. “Permisi, Ndan.”
Dwipa mengawasi mobil Daan yang meluncur pelan meninggalkan TKP, menembus kebekuan dini hari ini.
“Sudah empat pria dalam sebulan,” gumam Daan dalam perjalanan pulangnya. Meski jalanan sedikit lebih lengang dini hari ini, Daan tak hendak buru-buru, ia butuh satu mukjizat dalam kasus kali ini. “Turis Jepang, Australia, pria lokal, dan… India. Damn! Ayolah Daan… keluarkan instingmu seperti yang sudah-sudah!”
Daan memelankan laju mobilnya, memberi kesempatan sebuah truk pengangkut sampah berbelok ke kiri. Dan kembali mobil Daan meluncur.
“Ayolaaah…” kembali Daan bergumam menyemangati diri. “Pikir-pikir-pikir!” Daan bahkan sampai menepuk-nepuk kepalanya sendiri. “Empat korban, pria, semua kisaran tiga puluh tahunan. Tidak ada ID yang hilang, tidak juga uang dan harta di tubuh korban. Lantas apaaa…? Ahh!”
Daan nyaris saja melewatkan tikungan ke kanan di pertigaan, jalan menuju apartemennya. Untung saja jalanan masih sepi, Daan jadi bisa memundurkan mobilnya, dan berbelok ke kanan.
“Tiga korban sebelumnya,” lanjut Daan seperti orang sinting berbicara ke diri sendiri. “Dikebiri setelah dibunuh dengan menyumpal tenggorokan. Dan darah yang dikeringkan dari tubuh mereka… Tidak ada jejak perlawanan. Keringat yang mengering di tubuh.”
Semula—dari dua korban sebelumnya—Daan dan rekan forensik berkesimpulan jika pelaku berkemungkinan besar adalah wanita dan menyerang turis asing saja, mengingat dua korban awal ditemukan tewas di atas ranjang. Seorang di kamar apartemennya, lainnya di kamar sebuah penginapan di tepi pantai. Ditambah kenyataan bahwa tubuh korban berkeringat yang menandakan ada aktifitas ranjang yang dilakukan antara si korban dan pelaku. Reka yang ada dalam kepala Daan adalah: korban dan pelaku berhubungan intim, kemudian korban merasa puas, lantas tertidur, kemudian dibius oleh pelaku, dan pelaku menyumpalkan sesuatu seperti kain ke tengggorokan korban, setelah korban tewas kehabisan napas dalam tidurnya, pelaku mengebiri kemaluan korban, dan… mengeringkan darah korban.
Tapi, korban ketiga yang adalah warga lokal yang ditemukan di tepian pantai, sedikit menyisikan deskripsi sang pelaku. Begitu pula dengan korban keempat yang baru ditemukan tadi—di tengah kerapatan tanaman kelapa. Dan dugaan pelaku adalah seorang yang sangat mengerti anatomi tubuh manusia serta keperfeksionisan menjadi mencuat. Tidak adanya tetesan darah, dan pengamputasian alat kelamin korban yang begitu rapi—nyaris sempurna, mengindikasikan kedua hal tersebut.
Tanpa terasa, Daan telah berada di depan gerbang apartemen. “Ahh, aku butuh kesegaran, dan secangkir kopi hitam.”