“Kalau kau capek, biar aku yang nyetir.”
Shima mendengus, sesaat melirik Ridian sebelum menghempaskan punggungnya ke sandaran. “Jangan harap! Secapek apa pun, tidak akan kubiarkan kau yang nyetir!”
Dan hening kembali. Saat Shima kembali memerhatikan riak wajah sahabatnya itu, lagi-lagi ia mendapati lamunan yang sama.
“Sudahlah! Kita kembali saja!”
“Shima!” pandangan Ridian memerah. “Cukup,” lirihnya. “Secepatnya sampai di Jakarta… itu lebih baik.”
Perlahan, mobil kembali meluncur. Dari kaca spion, Ridian melihat gapura besar semakin menjauh dan menjauh. Gapura bertuliskan “Selamat Jalan” batas terakhir Kota Tasikmalaya.
Bersama janji kita dipadukan
Seindah rindu yang dirasakan…
“Sampaikan salam sama Mamakku. Awas kau kalau lupa,” ancam Shima di sela pelukannya pada Ridian di bandara Soekarno-Hatta. “Rid,” Shima coba hadirkan senyum dan menyeka kedua matanya. “Jangan kau pikirkan lagi. Kuharap kau bisa mendapat gadis lain…”