Duaakh…
Ia pun tewas dengan tulang punggung patah.
Para hulubalang yang tersisa mulai khawatir. Tanpa ada komando sama sekali, kesemuanya mengeluarkan senjata. Mereka-mereka yang berpakaian ala hulubalang menghunus keris dan golok, sementara yang berpakaian jaket hitam dari kulit dan celana jeans yang senada mengacungkan senjata api.
Si orang tua mengunjuk seringai, sesaat berubah menjadi tawa menggema. Saat itu juga tubuhnya membesar dan menjadi lebih tinggi, dan sosoknya bertransformasi menjadi berlainan.
Para prajurit istana bergidik. Yang mereka hadapi sekarang memang bukanlah manusia, namun sesuatu yang lebih mengerikan. Inyiak Balang.
Panik dan ketakutan yang terpampang di wajah, membuat mereka menyerang membabi buta. Letusan senjata api, sabetan golok, dan tikaman keris seumpama curah hujan. Namun sosok setengah harimau itu tak gentar. Sekali bergerak, tubuhnya melesat laksana kilat. Setiap gerakan tangan, kaki, dan ekor panjangnya, selalu dibarengi jeritan memilukan dari pria-pria pengeroyok.
Hingga tersisa seorang saja. Prajurit ini telah lebih dulu mengambil jarak. Belasan rekannya tewas mengenaskan. Bergelimpangan begitu saja menutupi lantai hutan dengan darah dan isi perut terburai.
Nyali yang menciut memaksa sepasang kakinya untuk menjauh. Berputar arah, dan lari terbirit-birit meninggalkan medan pembantaian. Sosok setengah harimau mengaum dahsyat, sebelum tubuhnya menciut, dan kembali seperti sediakala.
Â
***
Tiga tahun yang lalu.