Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | "Hitting Mices"

29 Desember 2017   06:03 Diperbarui: 30 Desember 2017   00:53 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayo, Caius, apa yang kau tunggu!"

Seekor tikus tanah, menyembul lagi dari balik lubang.

Kalani segera mengusirnya dengan memukul kepala tikus tanah itu sekuat tenaga yang dia harapkan.

Aku berpikir sepertinya mengasikan juga bisa memukul sesuatu tanpa membuatnya rusak.

Kini laju sembulan tikus tanah itu semakin cepat. Meja mesin itu lumayan sepit. Tapi ada sepuluh lubang yang harus dijaga. Namun kurasa kami bisa berbagi tugas. Lima lubang untukku dan lima lubang untuk Kalani. Tapi kurasa, Kalani tak ingin berbagi lahan denganku karena dia ingin memiliki segalanya.

Kalani kembali memukul seekor tikus tanah dari lubangnya yang dekat dengan paluku. Kali ini ayunannya tepat. Poin kami pun bertambah. Kupon kami pun perlahan-laham keluar.

"Yah, ayo kita lakukan!" Aku bersemangat. Aku mengayunkan paluku dan lamat-lamat aku dapat merasakan dewa Odin memberi energi positif ke dalam palu karetku seperti yang dilakukannya pada mjolnir, palu milik putranya, Thor.

Tak bisa dipungkiri, permainan pukul kepalaku, kata si tikus tanah, sungguh menyenangkan. Aku bahkan tak bisa berhenti berkeringat ketika melakukannya. Maka untuk mengatasi rasa penasaranku, aku pun bertanya pada Kalani, seorang perempuan yang berdiri di sampingku, jenis permainan apa ini, apa nama permainan ini?

Kalani sama bersemangatnya dengan tikus-tikus tanah yang menyembul dan menunggu dipukul kepalanya, menjerit tanpa menatap mukaku, menjawab, "Hitting Mice!" Kalani  memukul satu kepala tikus tanah lagi.

Di Time Zone, suaranya sungguh berisik. Kami tak punya pilihan kecuali bercakap-cakap dengan cara menjerit-jerit macam orang kesurupan.

"Kau sering melakukannya?" Teriakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun