Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | "Hitting Mices"

29 Desember 2017   06:03 Diperbarui: 30 Desember 2017   00:53 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menurutmu?"

"Entahlah," aku mengungkapkan keraguanku. "Tapi setelah bertahun-tahun kita berpisah, pasti ada sesuatu yang berubah darimu dan ada sesuatu yang tak bisa kau ubah dari dirimu. Pasti ada."

"Ah," Kalani mendesah. Lalu bagai seekor cicak, ia mengecapkan lidahnya sebanyak tiga sekali dan berkata. "Kau separuh benar."

Lantas setelah dia berkata seperti itu, tanpa persetujuanku, Kalani menarik pergelangan tanganku dengan agak memaksa supaya ikut bersamanya.

Aku bertanya kita mau kemana? Kalani menjawa dengan sedikit berkelakar: menjauhi tepi pagar agar aku tak punya kesempatan bunuh diri, katanya. "Karena masih banyak hal yang asik buat dimainkan."

Aku tidak tahu apa yang menurutnya asik dimainkan itu. Tapi sebagai gantinya Kalani membawaku ke permainan anak-anak yang sering dinamakan Time Zone.

Apa yang akan kami lakukan di sini pikirku. Kalani melepaskan pergelangan tangannya dari tanganku lantas langsung menuju meja kasir. Tak butuh waktu lama buat dia kembali. Kemudian untuk kedua kalinya Kalani menarik pergelangan tanganku lagi.

Kini kami berdiri di depan mesin warna-warni seperti meja namun permukaannya dipenuhi lubang. Lubang itu berjumlah sepuluh dengan diameter kira-kira tujuh senti. Di samping kanan kiri meja mesin itu ada dua buah palu karet yang diikat dengan tali kawat. Ada layar digital yang dipenuhi lampu warna-warni dan kedap-kedip yang menunjukkan angka nol. Kalani merogoh saku jaketnya lalu memasukkan sekitar sepuluh uang koin ke dalam mesin itu.

"Nah," katanya. "Ayo kita bersenang-senang."

Bersenang-senang? Aku terbengong-bengong dengan ucapan Kalani 'bersenang-bersenang'.

"Ini untukmu," pintanya sambil memberiku sebuah palu karet berwarna biru. Lalu seolah-olah ingin membuatku kaget seekor boneka tikus tanah keluar dari dalam lubang mesin itu. Menyembulkan dirinya di antara kita. Kalani segera mengambil palu bagiannya dan memukul dengan keras tikus tanah itu. Tapi kukira pukulannya tak meleset.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun