Dalam kaitannya dengan sumber daya tambang, respons terhadap tantangan dan potensi dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan adalah perlunya mengintegrasikan paradigma lingkungan dan manajemen resiko yang tepat dalam setiap tahapan kegiatan pertambangan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat, serta kondisi ekosistem di sekitar area pertambangan, baik keanekaragaman hayati maupun sumber daya airnya.
Dengan dukungan regulasi dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, pada akhirnya aspek keberlanjutan dapat meningkatkan dampak positif dari pembangunan pertambangan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan meminimalkan potensi negatif dari kegiatan pertambangan.
Selain itu, diperlukan payung hukum tentang perlakuan perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang usaha pertambangan mineral yang pro-lingkungan.Â
Kompensasi penurunan pajak sebaiknya berupa aktivitas perusahaan yang bersifat pelestarian lingkungan yang memberikan porsi yang adil menguntungkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun pengusaha tambang.
Edukasi lingkungan secara menyeluruh sesuai perannya juga  diperlukan bagi pemerintah, masyarakat dan para pengusaha pertambangan dalam rangka mencapai sustainable development.
Sementara itu, pengelolaan sumber daya lahan berkelanjutan harus dimulai dari 3 hal, yaitu public awareness, pengaturan insentif dan law enforcement yang tegas dan konsisten berbasis regulasi yang ada.
Public awareness dimulai dengan upaya pendampingan pendidikan lingkungan yang dimulai dengan contoh dari orang yang di tokohkan atau penyelenggara negara. Ketika kesadaran sudah terbentuk, maka konsistensi pengawasan menjadi hal penting yang harus dijaga.
Dalam konteks lahan, konsep kesadaran publik perlu diintegrasikan dalam pengelolaan tanah, air, keanekaragaman hayati, dan sumber daya lainnya, untuk memenuhi kebutuhan manusia sambil mempertahankan jasa ekosistem dan mata pencaharian masyarakat. Pemanfaatan lahan yang sesuai dengan rencana penggunaan perlu didukung insentif yang sesuai, salah satunya adalah pajak tanah.
Sebagai contoh pemilik lahan terlantar akan dikenai pajak lebih tinggi daripada pemilik lahan yang dikelola dengan baik sesuai tata ruang atau rencana penggunaan.
Hal ini berlaku juga bagi perusahaan yang memiliki hak konsesi lahan hutan namun dibiarkan terlantar bertahun-tahun agar dilakukan law enforcement secara tegas serta pajak yang lebih tinggi daripada perusahaan yang mengelola sesuai rencana penggunaan yang disepakati.