Pemilihan umum atau pemilu Amerika Serikat (AS) 2024, yang dilaksanakan hingga 5 November 2024, telah menjadi tonggak sejarah dalam banyak hal---dengan pengeluaran yang tercatat salah satu terbesar sepanjang sejarah, polarisasi yang sangat intens, serta pengaruh besar dari donatur utama dan komite aksi politik (PAC).
Pemilu ini memperlihatkan Partai Republik yang berhasil memenangkan kursi kepresidenan, menguasai Senat, serta berpotensi mengamankan mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hasil pemilu ini mencerminkan perpecahan yang mendalam di negara tersebut dan konsentrasi kekuatan finansial di tangan segelintir individu dan organisasi kaya.
Artikel ini mengeksplorasi dinamika keuangan, pengaruh donatur, dan hasil utama dari pemilu, serta dampaknya terhadap masa depan demokrasi di AS.
Meningkatnya Biaya dalam Pemilu AS: Biaya Demokrasi yang Semakin Mahal
Siklus pemilu AS 2024 telah memecahkan rekor pengeluaran, melampaui tahun-tahun sebelumnya dengan total biaya mencapai $15,9 miliar atau sekitar Rp248,91 triliun.
Biaya kampanye untuk pemilihan presiden, Senat, dan DPR AS meningkat drastis, mencerminkan kebutuhan mendesak bagi para kandidat untuk mendapatkan dukungan finansial yang besar demi tetap kompetitif.
Sebagai perbandingan, pemilu AS 2012 menghabiskan $8,6 miliar atau Rp134,63 triliun (dengan kurs 2024, tanpa penyesuaian inflasi), sementara pada tahun 2000, total pengeluaran hanya mencapai $5,6 miliar atau sekitar Rp87,67 triliun (dengan kurs 2024, tanpa penyesuaian inflasi).
Tren ini menunjukkan bahwa tuntutan finansial kampanye semakin meningkat, menimbulkan tekanan besar bagi para kandidat untuk terus mencari dana, seringkali dengan mengorbankan keterlibatan langsung dengan pemilih.
Dalam iklim politik yang mahal ini, kekuatan dukungan finansial menjadi sangat penting, secara efektif menciptakan hambatan politik bagi individu yang tidak memiliki akses ke sumber daya yang besar.
Hambatan finansial ini menjadi sangat mengkhawatirkan mengingat implikasinya terhadap representasi politik dan keberagaman.
Peningkatan tajam dalam pengeluaran kampanye tidak hanya membatasi siapa yang dapat mencalonkan diri, tetapi juga menyoroti peran uang dalam menentukan keberhasilan politik, di mana kandidat yang memiliki keistimewaan finansial memiliki keuntungan yang jelas.
Dengan fokus yang semakin besar pada penggalangan dana, kandidat terpaksa merayu donatur kaya, yang pada akhirnya berpotensi memprioritaskan kepentingan penyokong mereka dibandingkan kebutuhan masyarakat luas.
Dominasi Donatur dan PAC: Uang sebagai Kekuatan Politik
Dalam pemilu AS 2024, para donatur utama dan PAC memiliki pengaruh yang luar biasa.
Data menunjukkan bahwa sepuluh donatur terbesar menyumbangkan lebih dari $1,2 miliar atau sekitar Rp18,79 triliun secara kolektif, dengan lima donatur individu terbesar masing-masing memberikan lebih dari $100 juta.
Konsentrasi kekayaan yang dimiliki oleh segelintir individu ini memungkinkan mereka untuk sangat mempengaruhi kandidat dan isu-isu yang menjadi prioritas dalam kampanye mereka.
Sumbangan-sumbangan ini menyoroti ketergantungan sistemik pada para penyokong kaya, yang menantang premis demokrasi yang representatif.
Peran donatur organisasi dan PAC juga semakin intens. Sepuluh organisasi dengan donasi terbesar, yang mewakili industri seperti energi, keuangan, dan farmasi, secara kolektif menyumbangkan lebih dari $800 juta atau sekitar Rp12,52 triliun.
Korporasi seperti SpaceX, Citadel, dan Susquehanna International Group menyumbangkan masing-masing lebih dari $6 juta atau sekitar Rp93,93 triliun.
Di sisi lain, PAC seperti National Association of Realtors, National Beer Wholesalers Association, dan American Bankers Association menyumbangkan antara $2,3 hingga 3,8 miliar atau sekitar Rp36 hingga 50,49 triliun.
Model pendanaan ini menempatkan kekuatan besar di tangan sektor-sektor yang memiliki kepentingan khusus, yang seringkali memengaruhi kebijakan publik demi keuntungan pribadi yang menjadi pemilik manfaat atau entitas terkait.
Pengaruh keuangan yang besar dari para donatur dan PAC menimbulkan pertanyaan mendasar, siapa yang benar-benar diuntungkan oleh hasil pemilu AS 2024?
Karena kandidat semakin bergantung pada segelintir penyokong kaya, ada risiko yang semakin besar bahwa para pejabat terpilih akan lebih memprioritaskan kepentingan para donatur mereka daripada masyarakat luas, yang pada akhirnya merusak akuntabilitas demokratis.
Perpecahan Kontribusi Bisnis-Buruh-Ideologi dalam Kampanye
Siklus pemilu AS 2024 juga menunjukkan perpecahan yang signifikan dalam kontribusi dari kepentingan bisnis, serikat pekerja, dan kelompok ideologi, masing-masing mendorong agenda mereka sendiri dan mendukung kandidat yang sesuai dengan tujuan mereka.
Entitas bisnis, terutama PAC korporasi, menyumbangkan sekitar $5,3 miliar atau Rp82,97 triliun, sebagian besar untuk mendukung kandidat yang mendukung kebijakan pro-bisnis, termasuk keringanan pajak, deregulasi, dan dukungan untuk sektor swasta.
Dukungan finansial yang besar ini memungkinkan kepentingan bisnis untuk mengarahkan platform kandidat menuju kebijakan yang menguntungkan pertumbuhan ekonomi dan profitabilitas perusahaan.
Sumbangan tersebut didistribusikan secara merata untuk Partai Demokrat dan Republik, menunjukkan upaya dari entitas bisnis untuk melobi kedua pihak utama dalam pemilu ini.
Serikat pekerja menyumbangkan sekitar $239,6 juta atau Rp3,75 triliun, mendukung kandidat yang berfokus pada hak-hak pekerja, akses kesehatan, dan perlindungan tenaga kerja, yang didominasi oleh Partai Demokrat.
Meskipun kontribusi ini lebih kecil dibandingkan PAC korporasi, kandidat yang didukung serikat pekerja memainkan peran penting di negara-negara bagian kunci, di mana isu-isu buruh tetap menjadi perhatian utama pemilih.
Dukungan serikat pekerja terus membentuk hasil pemilu di negara bagian dengan sejarah serikat pekerja yang kuat, meskipun kontribusi ini masih tertutup oleh sumber daya besar dari PAC korporasi.
Kontribusi ideologis menjadi kategori pendanaan ketiga yang besar, dengan kelompok-kelompok yang berfokus pada isu-isu lingkungan, keadilan sosial, dan nilai-nilai konservatif mengarahkan sekitar $1,2 miliar atau Rp18,79 triliun kepada kandidat pilihan mereka.
Mereka berani "menginvestasikan" dana masif tersebut untuk mendukung kandidat yang mendukung kebijakan iklim yang agresif pada Partai Demokrat, ataupun kelompok konservatif yang memberikan jumlah serupa kepada kandidat Partai Republik yang mempromosikan pembatasan regulasi dan pemerintahan terbatas.
Karakter polaristik dari kontribusi ini memperkuat perpecahan partai, karena kandidat terpaksa mengadopsi sikap ekstrem untuk mendapatkan dana dari kelompok ideologis yang sejalan.
Perpecahan dalam pendanaan ini menunjukkan bagaimana dukungan finansial membentuk wacana politik Amerika dengan menarik kandidat menjauh dari posisi moderat.
Akibatnya, potensi untuk kompromi bipartisan berkurang, karena kontribusi dari masing-masing kelompok mendorong para pejabat terpilih untuk tetap setia pada posisi yang terpolarisasi yang mungkin tidak mencerminkan pandangan pemilih yang lebih luas.
Kemenangan Partai Republik dalam Pemilihan Presiden dan Kepercayaan Diri dari Kalangan Konservatif yang Semakin Menguat
Pemilihan presiden 2024 berakhir dengan kemenangan telak dan menentukan bagi kandidat Partai Republik, Donald J. Trump, yang menandai kembalinya presiden ke-45 tersebut ke Gedung Putih setelah periode ketidakstabilan politik yang signifikan sepanjang 2020-2024.
Trump memperoleh lebih dari 74 juta atau sekitar 51% suara populer, marjin yang cukup menyakinkan di tengah pemilih yang masih terpecah.
Kampanyenya sangat menarik bagi pemilih di daerah pedesaan dan segmen kelas pekerja yang sangat peduli dengan isu-isu seperti imigrasi, keamanan, pemulihan ekonomi, dan ancaman terhadap nilai-nilai tradisional AS.
Kemenangan tipis tetapi cukup meyakinkan di negara-negara bagian kunci---khususnya Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin, di mana hasilnya ditentukan oleh kurang dari 2%---menunjukkan keseimbangan kekuasaan yang genting dan perpecahan politik yang mendalam di seluruh negeri.
Negara-negara bagian ini secara tradisional mencerminkan perubahan sentimen politik nasional, dan hasil yang ketat tahun ini menggarisbawahi ketegangan yang terus berlangsung di antara pemilih AS.
Kandidat dari partai ketiga dan independen juga mendapatkan sekitar 2% suara nasional secara kolektif, menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap kedua partai utama tetap menjadi faktor penting dalam politik AS.
Kembalinya Trump ke kursi presiden menandakan pergeseran dalam pemerintahan dan prioritas kebijakan AS, dengan fokus pada deregulasi, kontrol imigrasi yang ketat, dan agenda ekonomi "America First."
Implikasi dari kemenangan ini sangat signifikan bagi AS dan posisinya di dunia, karena pergeseran ini dapat mempengaruhi hubungan internasional dan kebijakan domestik.
Hasil Pemilu Kongres: Partai Republik Meningkatkan Kekuasaan
Pemilu Kongres 2024 juga menguntungkan Partai Republik, dengan partai tersebut mengamankan dominasi di Senat dan mendapatkan keunggulan di DPR. Partai Republik kini memiliki 53 kursi di Senat, suatu mayoritas yang memberi mereka kekuatan legislatif yang cukup besar.
Kontrol ini memungkinkan partai untuk mendorong agenda legislatif konservatif, mempengaruhi isu-isu seperti reformasi kesehatan, kebijakan pajak, dan penunjukan yudikatif federal.
Di DPR, Partai Republik saat ini tercatat sudah memimpin dengan 216 kursi, sementara Demokrat memiliki 209 kursi, dengan 10 kursi yang masih belum diputuskan atau diumumkan.
Jika Partai Republik memenangkan setidaknya 2 kursi tambahan dari yang tersisa, mereka akan mencapai mayoritas yang jelas, memperkuat kendali legislatif mereka dan memungkinkan pengesahan kebijakan konservatif secara lebih lancar, serta memastikan penguasaan semua lembaga tinggi federal termasuk dengan 6 dari 9 hakim agung yang saat ini berasal dari faksi konservatif tersebut.
Persaingan ketat di DPR juga menunjukkan betapa kompetitifnya distrik-distrik kongres, dengan banyak kursi yang ditentukan oleh marjin sempit yang mencerminkan kekhawatiran pemilih yang bersifat lokal namun dipengaruhi oleh isu-isu nasional.
Meningkatnya pengaruh Partai Republik di Kongres menunjukkan bahwa periode mendatang akan didominasi oleh prinsip-prinsip konservatif.
Pergeseran ini dapat mengarah pada tindakan legislatif yang bertujuan untuk mengurangi kekuasaan regulasi federal, mereformasi jaring pengaman sosial, dan meningkatkan otonomi negara bagian atas bidang-bidang seperti pendidikan dan kesehatan.
Namun, mengingat mayoritas tipis di kedua kamar, kerja sama bipartisan tetap penting untuk mengesahkan undang-undang penting, meskipun kolaborasi semacam itu mungkin sulit dilakukan dalam iklim politik yang terpolarisasi saat ini.
Titik Balik Demokrasi AS dan Tantangan Reformasi untuk Menjaga Keadilan Representasi
Pemilu 2024 di AS berpotensi menjadi titik balik dalam perjalanan demokrasi negara tersebut.
Dengan dominasi yang semakin menguat dari Partai Republik, kemungkinan kembalinya pemerintahan konservatif bisa membentuk kebijakan yang lebih terfokus pada nilai-nilai tradisional dan pasar bebas. Ini tentunya akan memberikan dampak besar terhadap arah kebijakan domestik maupun luar negeri Amerika Serikat.
Namun, dalam menghadapi perubahan ini, penting untuk memahami bahwa kemajuan demokrasi tidak bisa hanya bergantung pada pergantian kekuasaan semata.
Sebagai sistem yang terus berkembang, demokrasi harus mampu beradaptasi dan memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang latar belakang sosial-ekonomi, dapat berpartisipasi aktif dan memiliki suara yang dihargai dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Reformasi pemilu yang mendorong keterlibatan lebih luas dari warga negara perlu dilakukan untuk memastikan bahwa suara bukan hanya didominasi oleh mereka yang memiliki kekuatan finansial atau kelompok elit tertentu.
Dalam pemilu 2024, isu representasi ini akan semakin terasa dengan potensi peningkatan pengaruh dana kampanye dan peran lobi-lobi besar yang mendominasi politik Amerika.
Dengan demikian, perlu ada upaya untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap integritas pemilu, dengan mengurangi pengaruh uang dalam politik dan memperbaiki mekanisme transparansi dalam pemilihan.
Selain itu, reformasi ini juga berhubungan dengan pergeseran ideologis yang dapat terjadi setelah pemilu, terutama dalam konteks gerakan konservatif yang mungkin akan mendapatkan momentum lebih besar.
Jika Partai Republik sukses dalam merebut kekuasaan pada DPR setelah memenangkan kursi kepresidenan dan Senat, kita dapat melihat implementasi kebijakan yang lebih konservatif dalam berbagai sektor, seperti kebijakan ekonomi, hak asasi manusia, dan regulasi lingkungan.
Untuk itu, penting bagi demokrasi AS untuk terus memastikan berjalannya mekanisme checks and balances yang memastikan pemerintahan tetap dapat mempertanggungjawabkan setiap kebijakannya kepada publik.
Reformasi pemilu yang lebih inklusif dan adil akan membantu mencegah dominasi elit yang bisa merusak prinsip dasar demokrasi, dan semua warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI