PEMAKNAAN DALAM PUISI "BUKAN BETA BIJAK BERPERI" KARYA RUSTAM
EFFENDI
Oleh: Andini Putri Nuryadi
Menganalisis sebuah puisi merupakan kegiatan yang sering dilakukan semua kalangan. Oleh
sebab itu untuk mencari makna dari sebuah puisi, dibutuhkan analisis-analis yang konkret agar
makna dari puisi tersebut mudah dipahami. Akan tetapi, untuk menganalisis sebuah puisi agar
dapat dimaknai bukanlah sebuah hal yang mudah. yang mungkin berisi pesan atau gambaran
suasana-suasana tertentu, baik fisikmaupun batiniah (Aminuddin, 2000:134). Di butuhkan
pendekatan yang tepat agar sebuah puisi tersebut mudah dipahami. Beberapa pengamat sudah
membicarakan hal itu dan pada hemat saya tidak perlu adanya kata sepakat dalam konteks ini.
Sebagian mana Sapardi Djoko Damono 2004 mengungkapkan karangan ini ditulis dengan
menggunakan ejaan baru, oleh karenanya semua kutipan yang ditulis dengan ejaan lama diubah
ejaannya.Puisi adalah karya sastra ungkapan perasaan penulis yang menggunakan kata-kata indah yang
penuh makna. Karya sastra merupakan sebuah bentuk karya yang imjinatif. Umumnya karya
sastra terdiri dari prosa, puisi, dan drama, ketiga jenis tersebut mempunyai bentuk yang
berbeda. Puisi sendiri menurut (H.B Jassin,) medefinisikan bahwa puisi adalah suatu karya
sastra yang diucapkan dengan perasaan dan memiliki gagasan atau pikiran serta tanggapan
terhadap suatu hal atau kejadian tertentu. Puisi diharapkan mampu menggambarkan hubungan
antara manusia dengan diri sendiri, hubungan antara manusia dengan manusia, maupun
hubungan antara manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu, sangat penting bila suatu karya sastra
puisi mengandung nilaimoral, sosial, dan agama.
Hal inilah yang terdapat pada kumpulan Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan Sebuah catatan
awal Sapardi Djoko Damono, ia menampilkan berbagai tema berbeda dalam tiap puisi yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Ia juga menuangkan ekspresinya melalui kata demi
kata yang berasal dari perasaan, penglihatan, dan penyadaran akan kehidupan ini. Pendekatan
puisi yang paling dikenal adalah pendekatan puisi yang dikemukakan oleh Abrams pada tahun
1953. Abrams menyebutkan bahwa ada 4 pendekatan untuk memahami karya sastra yaitu (1)
pendekatan mimetik; (2) pendekatan ekspresif; (3) pendekatan pragmatik; (4) pendekatan
obyektif. Pendekatan mimetic adalah pendekatan yang memandang bahwa kenyataan yang
memberi makna kepada sastra, karena karya sastra dianggap sebagai tiruan (mimesis)
kenyataan. Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang memandang bahwa pengaranglah
yang memberi makna kepada karya sastra, maka telaah sastra hendaknya memusatkan
perhatiannya kepada pengarang. Puisi yang ditulis atau dicetak dengan menggunakan aksara
Jawi tidak dibicarakan sebab perbedaan penggunaan aksara serta penulisan nya telah
menyebabkan adanya batas antara sastra lama dan sastra modern.
Pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams bukan satu-satunya teori pendekatan pada puisi.
Dalam perkembangan zaman saat ini, muncul berbagai macam teori pendekatan puisi salah
satunya yaitu pendekatan ilmu penafsiran. Interpretasi dalam sebuah karya sastra puisi yang
bersandar pada ilmu penafsiran (Faiz,2003:20) ilmu yang terkandung dalam kata-kata dan
ungkapan penulis dan penafsiran yang secara khusus menunjukan pada penafsiran yang secara
khusus, pesan, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Secara garis besar bukanlah sebuah
pendekatan sastra yang mengabaikan strukturalisme, tetapi ada langkah-langkah yang
dilakukan untuk masuk ke dalamnya, mendalami aspek-aspek lain (Nur, 2020, hlm. 252).
Buku puisi "Bukan Beta Bijak Berperi" karya Rustam Effendi merupakan kumpulan puisi yang
ditulis sebelum kemerdekaan Indonesia. Puisi-puisi dalam buku ini menggambarkan keadaan
sosial dan politik pada masa itu, serta perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai
kemerdekaan. dari puluhan karya yang ditulis oleh Rustam Effendi. Puisi tersebut dipilih untuk
ditafsirkan karena peneliti merasa tertarik untuk menafsirkan makna pada puisi tersebut.
Pemilihan kata dan makna yang terkandung dalam puisi tersebut penuh dengan teka teki
membuat peneliti penasaran akan makna yang terkandung didalamnya. Puisi secara etimologi,
berasal dari bahasa Yunani poeima 'membuat' atau poeisis 'pembuatan', dan dalam Bahasa
Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan "membuat" dan "pembuatan" karena lewat
puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi
pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (Aminuddin,
2000:134).
Robingatun (2013) menegaskan bahwa dalam memberikan sebuah makna pada puisi,pembaca
tidak boleh menafsirkan semaunya sendiri, akan tetapi harus berdasarkan pada kerangka tanda
karena puisi merupakan bagian dari semiotik atau sistem tanda. Berdasarkan pengertian diatas
bahwa puisi adalah ragam karya sastra yang menggunakan Bahasa atau kalimat indah untuk
mengekspresikan kepribadian pengarang yang berisikan pesan sebuah situasi tertentu baik fisik
maupun batin.
Hasil dan pembahasan
Pengungkapan puisi dapat dilihat dari segi isi atau sebuah makna, seperti hal nya
pengungkapan sebuah peristiwa yang terfokus pada hal-hal yang pokok saja. Bukan hanya itu
saja, puisi juga dapat mengungkapkan sebuah peristiwa secara meluas dan mendalam.
Sedangkan dari segi Bahasa dapat terlihat dari penghematan penggunaan diksi.Â
Berikut analisis puisi "Bukan Beta Bijak Berperi" karya Rustam Effendi.
Bukan Beta Bijak Berperi
Bukan beta bijak berperi,
Pandai mengubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri,
Musti menurut undangan mair.
Syarat sarat saya mungkiri,
Untaian rangkaian seloka lama,
Beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.
Susah sungguh saya sampaikan,
Degup -- degupan di dalam kalbu,
Lemah laun lagu dengungan,
Matnya digamat rasain waktu.
Sering saya susah sesaat,
Sebab madahan tidak nak datang,
Sering saya sulit menekat,
Sebab terkurung lukisan mamang.
Bukan beta bijak berperi,
Dapat melemah bingkaian pantun,
Bukan beta berbuat baru,
Hanya mendengar bisikan alun.
Bukan beta bijak berperi,
Pandai mengubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri,
Musti menurut undangan mair
- Pada bait pertama si penulis menggunakan kata "Beta" untuk menunjukan dirinya. Kata "Beta"
memiliki hubungan yang memiliki arti sebenarnya yaitu untuk menunjukan orang pertama atau
sendiri, dan juga termasuk makna leksikal. Selain kata "Beta" terdapat juga diksi yang menarik
dalam bait pertama yaitu kata "Berperi" yang memiliki makna denotatif dan leksikal karena
kata "Berperi" dalam kamus KBBI memiliki arti berkata. Lalu terdapat kata "Madahan" yang
memiliki makna gramatikal karena asal kata "Madahan" yaitu madah yang berarti kata-kata
pujian lalu ditambahkan imbuhan -an, yang jika sebuah kata ditambah imbuhan -an akan
menjadi sebuah petunjuk tempat, jadi madahan adalah sebuah kalimat pujian yang sudah ada.
Lalu diksi yang menarik menurut peneliti yaitu kata "Mair", kata tersebut memiliki makna
konotatif karena arti kata "Mair" adalah kematian tetapi dalam puisi ini kata "Mair" dapat
diartikan sebagai penjajahan. Bisa disimpulkan makna yang terdapat dalam bait pertama yaitu
penulis mengakui bahwa dirinya tidak bisa bijaksana dalam berkata-kata dan tidak pandai pula
mengubah kalimat pujian dalam syair. Penulis pun bukan budak negri yang harus tunduk pada
peraturan penjajah.
- Bait kedua:
Syarat saraf saya mungkiri,
Untaian rangkaian seloka lama,
Beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.Â
Bait kedua:
Syarat saraf saya mungkiri,
Untaian rangkaian seloka lama,
Beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.
Pada bait kedua ini diksi yang menarik menurut peneliti yaitu kata "Sukma", kata tersebut
memiliki arti nyawa atau jiwa. Kata "Sukma" termasuk pada makna konotatif karena dalam
puisi tersebut kata "Sukma" memiliki arti bahwa lagu yang dibuat oleh penulis sesuai dengan
yang penulis rasakan. Keseluruhan bait kedua ini dapat dimaknai bahwa penulis menolak
satuan sajak yang berisi sindiran atau ejekan, karena penulis membuat sebuah syair sesuai
dengan perasaannya.
- Bait ketiga:
Susah sungguh saya sampaikan,
Degup -- degupan di dalam kalbu,
Lemah laun lagu dengungan,
Matnya digamat rasain waktu.
Pada bait ini penulis mengungkapkan bahwa merasa kesulitan pada saat akan menuangkan
perasaan yang ada dalam diri, oleh karena itu pada saat proses pembuatan syair sang penulis
sangat menghayati setiap syair yang telah ditulisnya agar irama yang akan didendangkanya
tersampaikan pada pembaca syair tersebut.
- Bait keempat:
Sering saya susah sesaat,
Sebab madahan tidak nak datang,
Sering saya sulit menekat,
Sebab terkurung lukisan mamang
Penulis sering merasa kesulitan karena ide yang akan dituangkan sulit didapatkan. Selain itu,
penulis juga sering merasa kesulitan melanjutkan syair yang sudah ditulis karena penulis
terjebak dalam kebingungan.
- Bait kelima:
Bukan beta bijak berperi,
Dapat melemah bingkaian pantun,
Bukan beta berbuat baru,
Hanya mendengar bisikan alun.
Pada bait terakhir ini penulis menegaskan kembali bahwa dirinya bukan seorang yang bijak
dalam berkata apalagi dalam membuat pantun. Penulis tidak bermaksud menolak adanya
seloka lama tetapi penulis hanya mengikuti apa yang penulis rasakan.
Dari beberapa pejelasan yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulannya bahwa
pendekatan puisi berdasarkan tafsiran adalah pendekatan ilmiah yang mengkaji makna- makna
dibalik puisi yang memiliki banyak majas dan menafsirkannnya secara struktural ke bahasa
yang lebih mudah dipahami oleh orang-orang di luar sastra.
Dalam mengeksplorasi puisi "Bukan Beta Bijak Berperi" karya Rustam Effendi, pendekatan
ilmutafsiran digunakan untuk menggali makna dan pesan yang terkandung dalam setiap bait.
Puisi ini mencerminkan perasaan dan pandangan penulis terhadap kehidupan pada masa
sebelum kemerdekaan Indonesia. Memperlihatkan bahwa penulis mengakui keterbatasannya
dalam menyampaikan makna dan perasaan melalui kata-kata bijak.
Bait pertama mencerminkan penolakan terhadap penjajahan dan tunduk pada undangan mair
(penjajah). Bait kedua menyoroti penolakan terhadap satuan sajak yang berisi sindiran atau
ejekan, karena penulis ingin menciptakan syair sesuai dengan perasaannya. Bait-bait
selanjutnya menggambarkan kesulitan dan kebingungan penulis dalam menuangkan ide dan
perasaannya menjadi karya sastra.
Keseluruhan puisi ini menegaskan bahwa penulis, meskipun mengakui keterbatasannya, tetap
setia pada ekspresi dan perasaannya. Penulis tidak hanya menolak aturan dan norma yang
mengikatnya, tetapi juga menciptakan karya sastra yang autentik dan sesuai dengan sukma
(perasaan dalam diri).
Dengan demikian, melalui puisi "Bukan Beta Bijak Berperi," Rustam Effendi memberikan
gambaran tentang perjuangan dan kepribadiannya dalam mengungkapkan realitas hidup pada
masa tersebut, sekaligus mengajak pembaca untuk merenung tentang nilai kebebasan dan
autentisitas dalam menciptakan karya sastra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H