Mohon tunggu...
Andiniputri Nuryadi
Andiniputri Nuryadi Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Mengambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemaknaan Puisi "Bukan Beta Bijak Berperi" Karya Rustam

22 Desember 2023   22:02 Diperbarui: 22 Desember 2023   22:05 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PEMAKNAAN DALAM PUISI "BUKAN BETA BIJAK BERPERI" KARYA RUSTAM

EFFENDI

Oleh: Andini Putri Nuryadi

Menganalisis sebuah puisi merupakan kegiatan yang sering dilakukan semua kalangan. Oleh

sebab itu untuk mencari makna dari sebuah puisi, dibutuhkan analisis-analis yang konkret agar

makna dari puisi tersebut mudah dipahami. Akan tetapi, untuk menganalisis sebuah puisi agar

dapat dimaknai bukanlah sebuah hal yang mudah. yang mungkin berisi pesan atau gambaran

suasana-suasana tertentu, baik fisikmaupun batiniah (Aminuddin, 2000:134). Di butuhkan

pendekatan yang tepat agar sebuah puisi tersebut mudah dipahami. Beberapa pengamat sudah

membicarakan hal itu dan pada hemat saya tidak perlu adanya kata sepakat dalam konteks ini.

Sebagian mana Sapardi Djoko Damono 2004 mengungkapkan karangan ini ditulis dengan

menggunakan ejaan baru, oleh karenanya semua kutipan yang ditulis dengan ejaan lama diubah

ejaannya.Puisi adalah karya sastra ungkapan perasaan penulis yang menggunakan kata-kata indah yang

penuh makna. Karya sastra merupakan sebuah bentuk karya yang imjinatif. Umumnya karya

sastra terdiri dari prosa, puisi, dan drama, ketiga jenis tersebut mempunyai bentuk yang

berbeda. Puisi sendiri menurut (H.B Jassin,) medefinisikan bahwa puisi adalah suatu karya

sastra yang diucapkan dengan perasaan dan memiliki gagasan atau pikiran serta tanggapan

terhadap suatu hal atau kejadian tertentu. Puisi diharapkan mampu menggambarkan hubungan

antara manusia dengan diri sendiri, hubungan antara manusia dengan manusia, maupun

hubungan antara manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu, sangat penting bila suatu karya sastra

puisi mengandung nilaimoral, sosial, dan agama.

Hal inilah yang terdapat pada kumpulan Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan Sebuah catatan

awal Sapardi Djoko Damono, ia menampilkan berbagai tema berbeda dalam tiap puisi yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Ia juga menuangkan ekspresinya melalui kata demi

kata yang berasal dari perasaan, penglihatan, dan penyadaran akan kehidupan ini. Pendekatan

puisi yang paling dikenal adalah pendekatan puisi yang dikemukakan oleh Abrams pada tahun

1953. Abrams menyebutkan bahwa ada 4 pendekatan untuk memahami karya sastra yaitu (1)

pendekatan mimetik; (2) pendekatan ekspresif; (3) pendekatan pragmatik; (4) pendekatan

obyektif. Pendekatan mimetic adalah pendekatan yang memandang bahwa kenyataan yang

memberi makna kepada sastra, karena karya sastra dianggap sebagai tiruan (mimesis)

kenyataan. Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang memandang bahwa pengaranglah

yang memberi makna kepada karya sastra, maka telaah sastra hendaknya memusatkan

perhatiannya kepada pengarang. Puisi yang ditulis atau dicetak dengan menggunakan aksara

Jawi tidak dibicarakan sebab perbedaan penggunaan aksara serta penulisan nya telah

menyebabkan adanya batas antara sastra lama dan sastra modern.

Pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams bukan satu-satunya teori pendekatan pada puisi.

Dalam perkembangan zaman saat ini, muncul berbagai macam teori pendekatan puisi salah

satunya yaitu pendekatan ilmu penafsiran. Interpretasi dalam sebuah karya sastra puisi yang

bersandar pada ilmu penafsiran (Faiz,2003:20) ilmu yang terkandung dalam kata-kata dan

ungkapan penulis dan penafsiran yang secara khusus menunjukan pada penafsiran yang secara

khusus, pesan, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Secara garis besar bukanlah sebuah

pendekatan sastra yang mengabaikan strukturalisme, tetapi ada langkah-langkah yang

dilakukan untuk masuk ke dalamnya, mendalami aspek-aspek lain (Nur, 2020, hlm. 252).

Buku puisi "Bukan Beta Bijak Berperi" karya Rustam Effendi merupakan kumpulan puisi yang

ditulis sebelum kemerdekaan Indonesia. Puisi-puisi dalam buku ini menggambarkan keadaan

sosial dan politik pada masa itu, serta perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai

kemerdekaan. dari puluhan karya yang ditulis oleh Rustam Effendi. Puisi tersebut dipilih untuk

ditafsirkan karena peneliti merasa tertarik untuk menafsirkan makna pada puisi tersebut.

Pemilihan kata dan makna yang terkandung dalam puisi tersebut penuh dengan teka teki

membuat peneliti penasaran akan makna yang terkandung didalamnya. Puisi secara etimologi,

berasal dari bahasa Yunani poeima 'membuat' atau poeisis 'pembuatan', dan dalam Bahasa

Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan "membuat" dan "pembuatan" karena lewat

puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi

pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (Aminuddin,

2000:134).

Robingatun (2013) menegaskan bahwa dalam memberikan sebuah makna pada puisi,pembaca

tidak boleh menafsirkan semaunya sendiri, akan tetapi harus berdasarkan pada kerangka tanda

karena puisi merupakan bagian dari semiotik atau sistem tanda. Berdasarkan pengertian diatas

bahwa puisi adalah ragam karya sastra yang menggunakan Bahasa atau kalimat indah untuk

mengekspresikan kepribadian pengarang yang berisikan pesan sebuah situasi tertentu baik fisik

maupun batin.

Hasil dan pembahasan

Pengungkapan puisi dapat dilihat dari segi isi atau sebuah makna, seperti hal nya

pengungkapan sebuah peristiwa yang terfokus pada hal-hal yang pokok saja. Bukan hanya itu

saja, puisi juga dapat mengungkapkan sebuah peristiwa secara meluas dan mendalam.

Sedangkan dari segi Bahasa dapat terlihat dari penghematan penggunaan diksi. 

Berikut analisis puisi "Bukan Beta Bijak Berperi" karya Rustam Effendi.

Bukan Beta Bijak Berperi

Bukan beta bijak berperi,

Pandai mengubah madahan syair,

Bukan beta budak Negeri,

Musti menurut undangan mair.

Syarat sarat saya mungkiri,

Untaian rangkaian seloka lama,

Beta buang beta singkiri,

Sebab laguku menurut sukma.

Susah sungguh saya sampaikan,

Degup -- degupan di dalam kalbu,

Lemah laun lagu dengungan,

Matnya digamat rasain waktu.

Sering saya susah sesaat,

Sebab madahan tidak nak datang,

Sering saya sulit menekat,

Sebab terkurung lukisan mamang.

Bukan beta bijak berperi,

Dapat melemah bingkaian pantun,

Bukan beta berbuat baru,

Hanya mendengar bisikan alun.

Bukan beta bijak berperi,

Pandai mengubah madahan syair,

Bukan beta budak Negeri,

Musti menurut undangan mair

  • Pada bait pertama si penulis menggunakan kata "Beta" untuk menunjukan dirinya. Kata "Beta"

memiliki hubungan yang memiliki arti sebenarnya yaitu untuk menunjukan orang pertama atau

sendiri, dan juga termasuk makna leksikal. Selain kata "Beta" terdapat juga diksi yang menarik

dalam bait pertama yaitu kata "Berperi" yang memiliki makna denotatif dan leksikal karena

kata "Berperi" dalam kamus KBBI memiliki arti berkata. Lalu terdapat kata "Madahan" yang

memiliki makna gramatikal karena asal kata "Madahan" yaitu madah yang berarti kata-kata

pujian lalu ditambahkan imbuhan -an, yang jika sebuah kata ditambah imbuhan -an akan

menjadi sebuah petunjuk tempat, jadi madahan adalah sebuah kalimat pujian yang sudah ada.

Lalu diksi yang menarik menurut peneliti yaitu kata "Mair", kata tersebut memiliki makna

konotatif karena arti kata "Mair" adalah kematian tetapi dalam puisi ini kata "Mair" dapat

diartikan sebagai penjajahan. Bisa disimpulkan makna yang terdapat dalam bait pertama yaitu

penulis mengakui bahwa dirinya tidak bisa bijaksana dalam berkata-kata dan tidak pandai pula

mengubah kalimat pujian dalam syair. Penulis pun bukan budak negri yang harus tunduk pada

peraturan penjajah.

  • Bait kedua:

Syarat saraf saya mungkiri,

Untaian rangkaian seloka lama,

Beta buang beta singkiri,

Sebab laguku menurut sukma. 

Bait kedua:

Syarat saraf saya mungkiri,

Untaian rangkaian seloka lama,

Beta buang beta singkiri,

Sebab laguku menurut sukma.

Pada bait kedua ini diksi yang menarik menurut peneliti yaitu kata "Sukma", kata tersebut

memiliki arti nyawa atau jiwa. Kata "Sukma" termasuk pada makna konotatif karena dalam

puisi tersebut kata "Sukma" memiliki arti bahwa lagu yang dibuat oleh penulis sesuai dengan

yang penulis rasakan. Keseluruhan bait kedua ini dapat dimaknai bahwa penulis menolak

satuan sajak yang berisi sindiran atau ejekan, karena penulis membuat sebuah syair sesuai

dengan perasaannya.

  • Bait ketiga:

Susah sungguh saya sampaikan,

Degup -- degupan di dalam kalbu,

Lemah laun lagu dengungan,

Matnya digamat rasain waktu.

Pada bait ini penulis mengungkapkan bahwa merasa kesulitan pada saat akan menuangkan

perasaan yang ada dalam diri, oleh karena itu pada saat proses pembuatan syair sang penulis

sangat menghayati setiap syair yang telah ditulisnya agar irama yang akan didendangkanya

tersampaikan pada pembaca syair tersebut.

  • Bait keempat:

Sering saya susah sesaat,

Sebab madahan tidak nak datang,

Sering saya sulit menekat,

Sebab terkurung lukisan mamang

Penulis sering merasa kesulitan karena ide yang akan dituangkan sulit didapatkan. Selain itu,

penulis juga sering merasa kesulitan melanjutkan syair yang sudah ditulis karena penulis

terjebak dalam kebingungan.

  • Bait kelima:

Bukan beta bijak berperi,

Dapat melemah bingkaian pantun,

Bukan beta berbuat baru,

Hanya mendengar bisikan alun.

Pada bait terakhir ini penulis menegaskan kembali bahwa dirinya bukan seorang yang bijak

dalam berkata apalagi dalam membuat pantun. Penulis tidak bermaksud menolak adanya

seloka lama tetapi penulis hanya mengikuti apa yang penulis rasakan.

Dari beberapa pejelasan yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulannya bahwa

pendekatan puisi berdasarkan tafsiran adalah pendekatan ilmiah yang mengkaji makna- makna

dibalik puisi yang memiliki banyak majas dan menafsirkannnya secara struktural ke bahasa

yang lebih mudah dipahami oleh orang-orang di luar sastra.

Dalam mengeksplorasi puisi "Bukan Beta Bijak Berperi" karya Rustam Effendi, pendekatan

ilmutafsiran digunakan untuk menggali makna dan pesan yang terkandung dalam setiap bait.

Puisi ini mencerminkan perasaan dan pandangan penulis terhadap kehidupan pada masa

sebelum kemerdekaan Indonesia. Memperlihatkan bahwa penulis mengakui keterbatasannya

dalam menyampaikan makna dan perasaan melalui kata-kata bijak.

Bait pertama mencerminkan penolakan terhadap penjajahan dan tunduk pada undangan mair

(penjajah). Bait kedua menyoroti penolakan terhadap satuan sajak yang berisi sindiran atau

ejekan, karena penulis ingin menciptakan syair sesuai dengan perasaannya. Bait-bait

selanjutnya menggambarkan kesulitan dan kebingungan penulis dalam menuangkan ide dan

perasaannya menjadi karya sastra.

Keseluruhan puisi ini menegaskan bahwa penulis, meskipun mengakui keterbatasannya, tetap

setia pada ekspresi dan perasaannya. Penulis tidak hanya menolak aturan dan norma yang

mengikatnya, tetapi juga menciptakan karya sastra yang autentik dan sesuai dengan sukma

(perasaan dalam diri).

Dengan demikian, melalui puisi "Bukan Beta Bijak Berperi," Rustam Effendi memberikan

gambaran tentang perjuangan dan kepribadiannya dalam mengungkapkan realitas hidup pada

masa tersebut, sekaligus mengajak pembaca untuk merenung tentang nilai kebebasan dan

autentisitas dalam menciptakan karya sastra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun