Mohon tunggu...
Andini Diniyah
Andini Diniyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

sedang berkuliah di UIN KHAS JEMBER

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Kognitivisme dan Penerapannya dalam Pembelajaran

31 Maret 2024   20:15 Diperbarui: 31 Maret 2024   20:18 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Definisi Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang menitikberatkan pada proses belajar dan bukan pada hasil belajar. Bagi penganut aliran pemikiran ini, belajar lebih dari sekedar hubungan stimulus-respons, namun lebih dari itu, belajar merupakan proses berpikir yang sangat kompleks. Pembelajaran melibatkan prinsip dasar psikologi: pembelajaran aktif, pembelajaran melalui interaksi sosial dan pengalaman pribadi. Kognisi mencakup semua aktivitas mental yang memungkinkan individu untuk menghubungkan, mengevaluasi, dan mempertimbangkan peristiwa untuk memperoleh pengetahuan dari pengalaman mereka. Ada hubungan yang sangat erat dengan tingkat kecerdasan seseorang. Contoh spesifikasi aspek kognitif terjadi ketika seseorang bealajar, mengambil ide, atau memecahkan masalah.

Teori belajar kognitif menekankan bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi dalam pemikiran manusia. Pada hakikatnya, belajar adalah hasil usaha mental dalam interaksi aktif dengan lingkungan, sehingga menimbulkan perubahan, pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, dan nilai-nilai sikap yang mempunyai pengaruh relative dan  jangka Panjang. Teori belajar kognitif muncul sebagai respon terhadap teori behavoris yang mendahuluinya. Keberadaan teori belajar kognitif dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan teori belajar behavioral yang hanya berfokus pada keadaan psikologis.

Para pendiri teori belajar kognitif percaya bahwa keadaan mental siswa tidak dapat diamati. Namun pada kenyataannya, pola pikir tersebut dapat diamati pada saat proses pembelajaran. Teori ini berfokus tidak hanya pada memperhatikan rangsangan dan respon, tetapi juga pada perubahan mental dan perilaku seperti bagaimana siswa memahami konsep, bagaimana mereka berpikir, dan bagaimana mereka menerapkan pengetahuan.

Tujuan Belajar Menurut Aliran Belajar Kognitivisme

Tujuan Teori belajar kognitif adalah agar siswa memperoleh pengalaman dan dengan demikian meningkatakan kualitas dan kuantitaas Tindakan mereka. Perilaku tersebut merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan norma yang menjadi pedoman sikap dan perilaku siswa. Teori kognitif dikembangkan untuk membantu pendidik memahami siswanya. Selain itu, pengakuan juga membantu pendidik memahami diri mereka sendiri dengan lebih baik. Kognitivisme memandang belajar sebagai proses relasional di mana struktur kognitif berubah dan pemahaman baru diperoleh dengan mengubah sturktur lama. Tujuan teori kognitif adalah untuk merekontruksi dasar-dasar pembelajaran ilmiah. Hal ini menciptakan prosedur yang dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran di kelas untuk mencapai hasil yang produktif.

Teori kognitif menekankan bahwa proses Dimana siswa memperoleh dan menafsirkan pemahaman tentang diri mereka sendiri dan lingkungannya adalah suatu proses yang saling berhubungan. Karena latar belakang teori ini adalah suatu cara atau metode untuk memahami Tindakan, cita-cita seseorang, bagaimana dia dan orang-orang disekitarnya mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, teori kognitif menghasilkan wawasan dan pemahaman tentang diri kita sendiri dan lingkungan sekitar kita. Terdapat berbagai teori dan pendekatan terhadap peningkatan mutu dan mutu Pendidikan. Hal ini ditengarai karena seluruh teori dan pendekatan bertujuan untuk mengembalikan fungsi fundamental Pendidikan sebagai salah satu alat pembentuk peradaban dunia. Salah satu teori perkembangan pembelajaran yang umum digunakan di Lembaga Pendidikan adalah pendekatan kognitivisme.

Kognitivisme tidak muncul secara kebetulan, melainkan sebagai praktik dalam dunia Pendidikan. Penambahan -isme pada akhir kata "kognitif" menunjukkan bahwa rencana atau metode Pendidikan ini telah menjadi suatu pengertian tersendiri dalam Pendidikan. Hal inilah yang menjadi alas an utama mengapa ada beberapa pendidik yang masuk dalam kategori kognitivistik, seperti Jerome Bruner, Osebel, dan Robert M. Gagne.

Pendekatan ini menekankan aspek individual dalam pengembangan pembelajaran. Aspek individual ini berkaitan dengan bagaimana keadaan pikiran dan perkembangan manusia selalu diperhitungkan. Dengan kata lain, individu membentuk paradigmannya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Faktor-faktor tersebut antara lain usia, ketekunan belajar, dan kemampuan menafsirkan materi pelajaran, tidak ada satupun yang dapat disesuaikan untuk setiap siswa. Hal ini merupakan wujud semangat teoritis dari pendekatan kognitivisme.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitivisme

Setiap teori pembelajaran pastilah dibandingkan dengan teori pembelajaran yang lain. Selain itu setiap teori pembelajaran juga melengkapi dan menambah dari kekurangan teori-teori pembelajaran yang telah diungkapkan oleh para ahli sebelumnya. Teori pembelajaran kognitif memiliki kelebihan sebagai berikut:

  • Dengan menerapkan teori kognitif ini, pendidik dapat memaksimalkan daya ingat siswa untuk mengingat seluruh materi yang diberikan karena pembelajaran kognitif menekankan pada memori siswa untuk selalu mengingat materi yang telah diberikan.
  • Menurut para ahli kognitif sama saja dengan mencipta atau menciptakan sesuatu yang baru atau menjadikan sesuatu yang baru dari sesuatu yang ada, oleh karena itu dalam metode pembelajaran kognitif siswa harus lebih mampu menciptakan hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal-hal yang sudah ada.
  • Metode kognitif ini mudah diterapkan dan juga telah banyak diterapkan pada pendidikan di Indonesia pada semua jenjang.

Teori pembelajaran kognitif mempunyai kekurangan sebagai berikut :

Teori ini tidak komprehensif untuk semua tingkat pendidikan, sulit untuk dipraktikkan, terutama pada tingkat lanjutan: beberapa prinsip seperti kecerdasan sulit dipahami dan pemahamannya masih belum lengkap.

Ciri-Ciri Belajar Menurut Aliran Kognitivisme

  • Pembelajaran kognitif ciri khas dengan perolehan dan pembelajaran menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objrk-objek yang diungkapakan atau disajikan kepada seseorang melalui kesan, ide, symbol, dan lain-lain, semuanya bersifat mental. Misalnya, seseorang bercerita tentang pengalamannyasaat berpergian ke luar negeri, untuk Kembali ke negara asalnya. Tempat-tempat yang dia kunjungi selama tinggal di negara lain tidak dapat dibawa Kembali, begitu pula warga negaranya sendiri. Saat itu ia sedang bercerita, namun awalnya emosi, pikiran, dan kesannya dituangkan dalam kata-kata dan disampaikan kepada orang-orang yang mendengar cerita tersebut.
  • Model pembelajaran kognitif menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kesaadaran dan pemahamannya terhadap situasi sejalan dengan tujuan belajarnya. Pembelajaran perubahan merupakan sebuah kesadaran dan pemahaman, namun tidak serta merta bisa dilihat sebagai tindakan nyata.
  • Berikut ini adalah beberapa ciri teori kognitivisme:
  • Perhatikan proses berpikir anak, bukan hanya hasilnya.
  • Selain memastikan bahwa respons siswa akurat, instruktur perlu memahami metode yang digunakan siswa untuk mencapainya. Seorang guru mungkin dianggap berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksudkan apabila ia mengetahui strategi yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu dan memperhatikan proses kognitifnya guna menyusun observasi pembelajaran yang sesuai.
  • Mengutamakan kemandirian dan partisipasi aktif siswa dalam kegiatan kelas.
  • Alih-alih menekankan pengajaran pengetahuan prefabrikasi, anak-anak didorong untuk menemukan pengetahuan mereka sendiri melalui interaksi alami dengan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus merencanakan berbagai kegiatan yang melibatkan dunia nyata.
  • Menyadari bahwa setiap orang adalah unik dalam hal laju perkembangannya.

Menurut tesis Piaget, meskipun siswa tumbuh pada tingkat yang berbeda-beda, mereka semua melalui rangkaian perkembangan yang sama. Oleh karena itu, guru dapat mencoba merencanakan pembelajaran sehingga siswa berpartisipasi dalam kelompok kecil dibandingkan seluruh kelas.

Pembelajaran Menurut Aliran Kognitivistik Gagne

Robert. M. Gagne, dalam bukunya Conditioning of Learning, menyataka: "Pembelajaran adalah perubahan sifat dan kemampuan manuasia yang berlangsung selama jangka waktu tertentu dan siap beradaptasi dengan proses perkembangan." Ini tidak adaptif. Pembelajaran adalah perubahan kemampuan manusia. Setelah belajar terus menerus, yang tidak hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan.

Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh factor eksternal diri dan factor internal diri, keduanya saling berinteraksi. Gagne mendifinisikan pembelajaran sebagai suatu mekanisme yang melaluinya seseorang menjadi anggota Masyarakat yang kompleks dan berfungsi. Karena kompetensi mencakup keterampilan, pengetahuan, sikap (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan manusia, maka belajar merupakan hasil dari berbagai tindakan yang selanjutnya disebut keterampilan. Keterampilan ini di peroleh siswa melalui rangsangan dan lingkungan serta melalui proses kognitif.

Menurut Gagne, belajar adalah serangkaian proses yang terjadi dlam diri setiap individu sebagai akibat dari perubahan rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal lebih bermakna, kondisi tersebut harus diorganisasikan ke dalam serangkaian  peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, penyesuaian kondisi eksternalmemerlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima melalui panca Indera, yang disebut media atau sumber belajar.

Pembelajran menurut Gagne hendaknya mampu menimbulkan peristiwa belajar dan proses kognitif. Peristiwa pembelajaran (instructional events) adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut:

  • Menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran. Peserta didik tidak selalu siap dan terfokus perhatiannya pada awal pembelajaran .Guru perlu menimbulkan minat dan perhaatian peserta didik melalui penyampaian sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.
  • Menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar itu. Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak menebak-nebak apaa yang diharapkan dari dirinya oleh guru. Mereka perlu mengetahui unjuk kerja apa yang akan digunakan sebagai indicator penguasaan pengetahuan atau ketermpilan.
  • Mengingat Kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat. Banyak pengetahuan baru yang merupakan kommbinasi dari konsep, prinsip atau informasi yang sebelumnya telah dipelajari, untuk memudahkan mempelajari materi baru.
  • Menyampaikan materi pembelajaran. Dalam menjelaskan materi pembelajaran, menggunakan contoh, penekanan untuk menunjukkan perbedaan atau bagian yang penting, bauk secara verbal maupun menggunakan feature tertentu (warna, huruf miring, atau garis bawah).
  • Memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar. Bimbingan diberikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur pikir peserta didik. Perlu diperhatikan agar bimbingan tidak diberikan secara berlebihan
  • Membangkitkan timbulnya unjuk kerja (merespon) peserta didik. Peserta didik diminta untuk  menunjukkan apa yang telah dipelajari, baik untk meyakinkan guru maupun dirinya sendiri.
  • Memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas (penguatan). Umpan balik perlu diberikan untuk membantu peserta didik mengetahui tentang sejauh mana kebenaran  atau unjuk kerja yang dihasilkan.
  • Mengukur atau mengevaluasi hasil belajar. Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan melalui tes maupun tugas (misalnya kerja labotarium). Perlu dipertimbangkan validitas dan reabilitas tes yang diberikan dan hasil observasi guru.
  • Memperkuat retensi dan transfer belajar. Retensi dapat ditingkatkan melalui Latihan berkali-kali menggunakan prinsip yang dipelajari dalam konteks yang berbeda. Kondisi atau situasi pada saat transfer belajar diharapkan terjadi, harus berbeda. Memecahkan masalah dalam suasana di kelas akan sangat berbeda dengan suasana rill yang mengandung resiko
    Menurut Gagne, perkembangan perilaku merupakan hasil efek kumulatif pembelajaran karena pembelajaran berkontribusi pada adaptasi yang diperlukan untuk pengembangan proses logis. Lebih lanjur beliau menjelaskan bahwa belajar bukanlah sebuah proses tunggal. Menurut Gagne, pembelajaran tidak dapat didefinisikan begitu saja karena bersifat kompleks.

Setelah meneliti tantangan pembelajaran yang kompleks, Gagne sampai pada kesimpulan bahwa mempelajari pengetahuan dasar atau keterampilan sederhana berdampak pada terjadinya pembelajaran yang lebih kompleks. Gagne mengemukakan bahwa kemampuan belajar terbagi dalam 5 kelompok, yaitu sebagai berikut:

Kemampuan kognitif, atau kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Di antara kemampuan tersebut adalah:

  • Asosiasi dan koneksi, yang melibatkan menghubungkan suatu tanda dengan peristiwa atau fakta tertentu.
  • Diskriminasi (membedakan dua simbol).
  • Konsep (menjelaskan suatu metode atau pengertian).
  • Aturan (mengintegrasikan banyak ide dengan cara tertentu).
  • Aturan yang lebih tinggi (menyelesaikan masalah dengan menggunakan aturan lain).
    Strategi atau taktik kognitif mengacu pada kemampuan siswa untuk mengendalikan perhatian, pembelajaran, ingatan, dan proses berpikir mereka sendiri. Informasi verbal, yang mencakup kemampuan mengidentifikasi dan mengingat terminologi, fakta, dan rangkaian fakta yang bersama-sama membentuk suatu kumpulan pengetahuan. Kemampuan motorik, atau kemampuan merencanakan tindakan agar berkembang dengan lancar, logis, dan tepat waktu. Sikap siswa adalah suatu keadaan yang mengubah atau mempengaruhi keputusannya untuk bertindak. Sikap ini memadukan unsur kognitif, komponen afektif (atau emosional), dan demonstrasi tindakan.

Pembelajaran Menurut Aliran Kognitivistik Piaget

Psikolog Swiss Jean Piaget (1896--1980) adalah seorang spesialis perkembangan kognitif abad ke-20. Dalam bidang pendidikan, teorinya sering dikutip, khususnya yang berkaitan dengan teori belajar kognitif. Menurut Piaget, ada empat fase perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut:

Sensorik-motorik, usia 1-2 tahun.

Gagasan tentang kepermanenan objek, atau kapasitas mental untuk mengenali bahwa suatu objek tetap ada, disebut sebagai kemampuan dalam tahap sensomotor.

Praoperasional; usia 2--7 tahun.

kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol untuk menjelaskan objek-objek di sekitarnya. Ia masih mempunyai cara berpikir yang egosentris dan terpusat.

Operasional Beton, umur 7--11 tahun.

mampu berpikir rasional dan praktis. mampu fokus pada berbagai dimensi dan membangun hubungan di antara mereka. kurang egois dan tidak mampu berpikir intelektual.

Remaja dan orang dewasa yang berperan operasional formal.

mampu berpikir abstrak serta analisis dan solusi masalah ilmiah.

Piaget berpendapat bahwa mekanisme biologis pertumbuhan sistem saraf seseorang memberikan dasar bagi proses perkembangan kognitif. Piaget juga berpendapat bahwa pembelajaran menyebabkan pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Menurut tesis Piaget, kemampuan individu dalam mengamati lingkungan sekitar atau menyesuaikan diri terjadi melalui proses asimilasi dan adaptasi.

  • Proses Berpikir
  • Keterangan/Indikator
  • Asimilasi

1. Jika siswa mempunyai masalah yang sama atau mempunyai pengalaman yang sama seperti yang diberikan instruksi

2. Siswa memodifikasi pengalaman yang baru diperoleh agar sesuai dengan kerangka skema internal mereka.

  • Akomodasi

1. Jika pengalaman siswa menyimpang dari pedoman yang ditentukan.

2. Siswa memodifikasi rencana mereka yang sudah ada sebelumnya untuk memperhitungkan informasi baru yang diperoleh dari pengamatan terhadap lingkungan sekitar mereka.

  • Ekuilibrium

1. Siswa menerima pengajaran yang sama seperti yang dijelaskan.

2. Siswa menyesuaikan skema yang sudah ada sebelumnya dengan informasi baru yang mereka pelajari dari lingkungan sekitar melalui pengalaman.

Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Perkembangan kognitif pada dasarnya adalah proses mental. Proses mental ini pada hakikatnya adalah pengembangan keterampilan penalaran (perkembangan kemampuan merespons secara logis).

Bagi Piaget, pemikiran menatal ini jauh lebih penting dari sekedar pemahaman. Seiring bertambahnya usia, struktur saraf mereka menjadi lebih kompleks dan kemampuan kognitif mereka meningkat. Meskipun proses perkembangan mental umumnya terjadi secara universal paada tahap yang sama, setiap kelompok orang memiliki kemampuan kognitif yang berbeda-beda. System sekolah dan kondisi sosio-ekonomi dapat mempengaruhi perbadaan penapilan dan perkembangan kognitif sesorang, begitu pula budaya, nilai-nilai, dan harapan setiap masyarakat.

Pembelajaran Menurut Aliran Kognitivistikk Ausubel

David Paul Ausubel adalah seorang psikolog Amerika yang  berkontribusi terpentingnya adalah di bidang psikolog pendidikan, ilmu kognitif, dan pendidiakan sains. Ausubel percaya bahwa pemahaman konsep, prinsip, dan gagasan dicapai melalui pemikiran logis. Demikian pula, ia percaya pada gagasan pembelajaran yang bermakna daripada menghafal. Factor terpenting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui pleh pembelajar. Hal ini mendorong Ausubel mengembangkan teori pembelajaran bermakna yang melibatkan dan membebaskan. Konsep-konsep terkait termasuk dalam struktur kognitif manusia. Struktur kognitif mencakup fakta, konsep, dan generalisasi yang telah diperlajari dan dihafal siswa.

Menurut Ausubel, factor utama yang mepengaruhi pembelajaran bermakna adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam bidang studi tertentu dan pada titik waktu tertentu. Pembelajaran bermakna terjadi ketika fenomena baru dimasukkan ke dalam struktur pengetahuan dan dipelajari. Dalam proses belajar, seseorang mengumpulkan apa yang telah dipelajarinya dan mengakategorikan pengalaman, fenomena, dan fakta baru ke dalam struktur pengetahuan.

Hakikat teori belajar Ausubel adalah pembelajaran bermakana. Pembelajaran bermakna adalah proses Dimana informasi baru dikaitkan dengan konsep-konsep relevan yang terkandung dalam stuktur kognitif seseorang. Faktor terpenting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang sudah diketahui siswa. Persyaratan inilah yang menjadi inti teori belajar Ausubel. Agar pembelajaran bermakna dapat terjadi, konsep-konsep baru dan informasi bau harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam sturktur kognitif siswa.

Menurut Ausubel, bila isi pelajaran didefinisikan dan disajikan dengan baik dan benar kepada siswa, maka siswa akan belajar lebih baik, sehingga mempengaruhi pengorganisasian kemampuan belajar siswa. Advanced organiser merupakan suatu konsep atau informasi umum yang memuat seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari siswa. Penyelenggara Tingkat lanjut memiliki tiga manfaat. Ini meberikan kerangka konseptual dan bertindak  sebagai jembatan antara apa yang telah dipelajari dan apa yang telah dipelajari, sehingga memungkinkan siswa untuk lebih mudah memahami materi. Oleh karena itu, guru harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang mata pelajaran sehingga dapat menemukan informasi yang sangat abstrak, umum, dan komperehensif yang mencerminkan apa yang telah dipelajari. Guru juga memerlukan kemampuan berpikir logis yang baik untuk dapat mengkategorikan materi pembelajaran, merangkainya dengan cepat, dan mengorganisasikannya ke dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.

Ada beberapa jenis pembelajaran menurut Ausubel, yaitu:

A. Belajar dengan penemuan bermakna berarti menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan materi pelajaran yang dipelajari. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang telah dipelajarinya, kemudian mereka menghubungkan pengetahuan baru tersebut dengan pengetahuan yang sudah ada.

B. Belajar dengan penemuan sia-sia artinya pelajaran yang diperoleh ditemukan oleh siswa sendiri tanpa mengaitkan ilmu yang telah dimilikinya, kemudian ia menghafalkannya.

C. Pembelajaran menerima makna (ekspositori) merupakan materi pembelajaran yang telah disusun secara logis dan disajikan kepada siswa hingga bentuk akhir. Kemudian ilmu yang baru diperolehnya dihubungkan dengan ilmu lain yang sudah dimilikinya.

Menurut Ausubel, pembelajaran dapat dibedakan menjadi 2 aspek. Aspek pertama mengacu pada cara informasi dan materi pembelajaran disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Aspek kedua menyangkut bagaimana siswa dapat menghubungkan informasi dengan struktur kognitif yang ada. Struktur kognitif ini mencakup fakta, konsep, dan generalisasi yang dipelajari dan diinginkan siswa. Pada pembelajaran tingkat pertama, informasi dapat  diajarkan kepada siswa dalam bentuk pembelajaran penerimaan, dimana informasi tersebut akhirnya disajikan, atau dalam bentuk pembelajaran penemuan, dimana siswa harus  menemukan sebgian atau seluruh materi. Oleh diriku sendiri. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau menghubungkan informasi baru dengan stuktur  pengetahuan ( fakta, konsep, generalisasi, dan lain-lain) yang dimilikinya. Dalam hal ini, pembelajaran bermakna terjadi. Namun siswa juga mungkin mencoba menerima, menguasai, dan mengingat informasi baru tanpa menghubungkannya dengan konsep kognitif yang sudah ada, sehingga mengakibatkan hafalan.

Pembelajaran Menurut Aliran Kognitivistik Jerome S. Brunner

Jerome Bruner merupakan salah satu pemikir terkenal di dunia pendidikan, khususnya di bidang pendekatan kognitif. Teori-teori yang dikembangkan oleh Bruner pertama kali diketahui msyarakat uum, karena gagasannya tentang pendidikan sangat provokatif dan kontroversial. Di saat masyarakat dunia sangat membutuhkan Jean Piaget untuk mempromosikan konsep-konsep psikologi pendidikan, kemunculan bruner bergema di banyak orang. Hal ini karena gagasannya mengulangi konsep Piaget di satu sisi, dan menolak konsep Piaget di sisi  lain. Di sisi lain, ini dipahami sebgai metode kognitif.

Bagi Bruner, perkembangan suatu keterampilan berpikir tergantung pada dua kemampuan yang dibangunnya. Pertama, ia mengutip representasi yang mewakili regulasi fundamental lingkungan hidup dan integrasi yang dipandang malampaui ingatan masa lalu dan menerjemahkannya ke masa depan. Pengembangan kapasitas intelejen ini digunakan untuk menciptakan terobosan dan inovasi baru yang menjadi prototype bagi pelaku kebudayaan (guru dan orang tua).

Dasar pemikirannya sebagai pengikut Piaget (Piagetisme) dapat dilihat dari tiga konsep yang ditulisnya dalam The Process of Cognitive Growth. Buku ini memiliki tiga konsep perkembangan intelektual: aktif, simbolik, dan simbolis. Pertama, representasi aktif ini menyangkut tindakan siswa ketika ia mengamati dan sekaligus menjadikan objek yang dilihatnya sebagai fakta empiris. Pada tahap ini siswa harus mampu menggunakan imajinasinya untuk menangkap objek sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Yang terpenting, kemungkinan-kemungkinan apa saja yang muncul ketika siswa menggunakan respon motoric.

Namun definisi representasi simbolik yang kedua mengacu pada kemampuan siswa untuk berpikir secara intutif. Pandangan ini sesuai dengan apa yang dikatakan Dewey tentang sugesti dan pengujian, pembentukan gagasan dari hasil refleksi. Tahapan ini sering dipahami sebagai tahap dimana siswa mampu mewujudkan benda-benda ke dalam bentuk visual. Hal inilah yang menjadi inti dari simbol ini, yang betumpu pada kemampuan siswa dalam menyampaikan makna yang bermakna. Oleh karena itu, Bruner menyebut tahap simbolik ini sebagai hubungan timbal balik atau timbal balik, menekankan pada aspek intutif dalam menjaga struktur pemikiran dan mencapai pemikiran percara diri. Tahap representasi simbolik mengacu pada proses dimana siswa berada pada tahap internalisasi pengetahuan untuk dapat mengabstraksikannya ke dalam bentuk konkrit. Seperti halnya dalam psikologi, tahap simbolik adalah tahap dimana subjek atau siswa meamsuki tahap intenalisasi struktur sosial yang  dipahami sebagai kebenaran kebijaksanaan konvensional. Pada tahap ini pula pemahaman dan pengetahuan yang absurd pada tahap sebelumnya dihilangkan dengan cara menyimbolkan pengetahuan menjadi fakta konkrit.

Lebih lanjut, perkembangan kognitivisme Bruner menggambarkan dua tipe dasar proses perolehan pengetahuan kognitif manusia. Kedua tipe ini dijelaskan dalam bukunya The Relevance of Education (1973) dalam pengertian dua kategori utama dalam membentuk imajinasi siswa. Yang pertama berdasarkan identitas dan yang kedua berkaitan dengan kesetaraan. Yang pertama adalah menangkap kesamaan paradigma yang digunakan atau diklasifikasikannya berdasarkan keragaman rangsangan yang dimodelkan. Klasifikasi kedua didasarkan pada model mental. Selain itu, tipe kedua ini memiliki beberapa elemen dasar yang membentuk jaringan. Pertama, komponen emosional (perilaku). Kedua, fungsional (memasukkan atau melakukan perhitungan dari tugas belajar siswa). Dan ketiga, formalitas (struktur proses pembelajaran).

Dalam bukunya Towards a Theory of Teaching, Brunner menjelaskan bagaimana mewujudkan arah masa depan pendidikan agar dapat memaksimalkan hasil yang dicapai. Diakuinya, dalam proses pembelajaran dalam hal ini siswa mengutamakan pencarian ilmu sejak dini agar dapat mengamalkan ilmu yang diperoleh.

Dalam bukunya Brunner memaparkan secara singkat penyusunan paradigma pembelajaran dengan selalu memerhatikan beberapa faktor :

Pertama, pendidikan bisa dialami. Dalam pandangan Brunner, pendidikan yang direorganisasi bukan system formal untuk menyebarkan pengetahuan kepada masa dalam pengertian yang dipahami. Pendidikan adalah serangkaian pengalaman manajemen yang membangun berdasarkan apa yang telah Anda lakukan dan pelajari. Bagi Brunner, inti dari proses pembelajaran adalah ketaatan yang konsisten terhadap prinsip "dukungan dan dialog".

Kedua, prinsip ini menjadi pola dasar ikatan yang ada dalam lembaga kebudayaan mahasiswa. Kedua, pengetahuan adalah sebuah proses bukan produk. Tujuan pendidikan: selain untuk mentransfer kemampuan akademik, pendidikan juga memegang peranan penting dalam pengembangan karakter siswa. Pembangunan karakter ini akan mencerminkan bagaimana struktur ideologi yang diciptakan oleh lembaga pendidikan dapat menjadi harapan suatu bangsa sekaligus membentuk peradaban manusia. Pandangan ini sedikit berbeda dengan paham pragmatisme yang menganggap tujuan pendidikan bersifat praktis atau efektif. Dengan mengedepankan struktur simbolik dan norma-norma sosial, pandangan ini mengusulkan bahwa serangkaian proses merupakan suatu mata pelajaran tertentu.

Ketiga, pembelajaran adalah pahala tersendiri. Panaroma pendidikan masa kini: seringkali orang tua memberikan apresiasi lebih ketika anaknya mencapai  prestasi akademik. Struktur yang dipilih oleh orang tua ini kemungkinan besar didasarkan pada fakta bahwa keberhasilan pendidikan tertinggi diukur berdasarkan nilai saat ini. Oleh karena itu, Brunner berpendapat bahwa penilaian terhadap proses pembelajaran berada pada aspek pembentukan energi alam yaitu, rasa ingin tahu yang tinggi, keinginan untuk bekerja dengan baik (keinginan untuk berkompeten) dan komitmen yang tinggi terhadap pengembangan karakter. Saya percaya memberikan pemahaman kepada anda.

Keempat, objek adalah gagasan. Metode dan pola pikir itulah yang perlu diperkuat seiring kemajuan kita dalam proses pembelajran. Untuk memahami apa yang Anda pelajari. Anda perlu memahami bagaimana mempersiapkan dan menerapkan paradigma pembelajaran yang efektif untuk semua siswa. Profesor Brunner menekankan bahwa proses berpikir ini dimulai sejak usia dini, memungkinkan siswa untuk memahami, mengembangkan, dan mengolah materi yang diterimanya melalui pemikiran progresif dan transnformatif.

Kelima, mengajarkan penemuan salah satu landasan pembentukan pembelajaran kognitif adalah mengutamakan peran guru dalam menyampaikan isi pembelajaran. Guru diharapkan mampu mengaktifkan aspek kognitif siswa dengan memberikan insentif yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswa. Di sini guru mempunyai peran penting dalam mengembangkan keterampilan kognitif dan membantu siswa memaksimalkan pemikirannya.

Keenam, tanggung jawab ilmu pengetahuan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, tujuan utama pendidikan adalah pembentukan dan internalisasi nilai-nilai moral dan karakter yang relevan bagi kehidupan sosial masyarakat. Artinya, tugas-tugas yang dilakukan siswa bukan sekedar hasil prediksi lembaga pendidikan, dan siswa juga mempunyai tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial ini juga dialihkan pada kehidupan siswa di luar lembaga pendidikan, dan siswa juga bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan apa yang telah diperolehnya dari proses pembelajaran.

Menurut Brunner, pembelajaran bermakna hanya dapat terjadi melalui pembelajaran penemuan yang terjadi selama proses pembelajaran. Guru harus menciptakan situasi pembelajaran yang bermasalah, mendorong siswa untuk bertanya, mencari jawaban sendiri, dan melakukan eksperimen. Bentuk lain dari pembelajaran penemuan melibatkan guru yang menyajikan contoh dan siswa mengerjakan contoh dan siswa mengerjakan contoh tersebut sampai mereka dapat menemukan dan bereksperimen sendiri

Penerapan Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran

Menurut teori kognitif, belajar pada hakikatnya adalah suatu proses yang melibatkan proses internal, penataan ulang persepsi, dan penataan informasi. Latihan pembelajaran berbasis teori pembelajaran kognitif telah diterapkan secara luas. Proses penetapan tujuan, strategi, dan sasaran pembelajaran tidak lagi bersifat mekanistik seperti pada pendekatan behavioristik. Agar siswa mendapatkan pengalaman belajar yang lebih bermakna, pertimbangan diberikan pada kebebasan dan partisipasi aktif mereka dalam proses tersebut. Sementara itu, upaya pendidikan berpegang pada prinsip-prinsip berikut:

  • Orang dewasa tidak berpikir dengan cara yang sama seperti siswa. Melalui tahapan tertentu, mereka melalui perkembangan kognitif.
  • Anak-anak di usia prasekolah dan awal tahun sekolah dasar dapat belajar secara efektif, terutama jika mereka mendengar benda-benda nyata.
  • Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran sangat penting karena hanya melalui aktivasi siswa pengetahuan dan pengalaman dapat diasimilasi dan diakomodasi dengan baik.
  • Pengalaman atau informasi baru harus dihubungkan dengan struktur kognitif pelajar yang sudah ada sebelumnya untuk membangkitkan minat dan meningkatkan retensi.
  • Materi pembelajaran yang disusun menurut pola atau logika tertentu, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit, akan meningkatkan pemahaman dan daya ingat.
  • Memperoleh pemahaman lebih penting daripada menghafal.
  • Karena perbedaan individu di antara siswa mempunyai dampak yang signifikan terhadap kemampuan mereka untuk belajar, maka penting untuk mempertimbangkannya.
  • Dalam praktiknya serial learning dan free recall learning terdapat beberapa cara :
  • Perencanaan atau persiapan

Misalnya dengan mengelompokkan daftar materi yang akan dipelajari ke dalam kelompok-kelompok yang bermakna dan mudah diingat.

  • Teknik lokus (tempat).

Ini adalah teknik peningkatan memori di mana seseorang memunculkan gambaran mental yang terkait dengan lokasi tertentu.

  • Irama, yaitu teknik ingatan berbasis nyanyian.

Misalnya saja penggunaan lagu untuk memperkenalkan tatanan Islam atau rukun agama.

Secara keseluruhan, teori belajar kognitif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap proses belajar mengajar. Hal ini menunjukkan dengan jelas betapa pentingnya teori pembelajaran kognitif bagi proses belajar mengajar siswa. Pendekatan ini memberi penekanan kuat pada bagaimana pembelajaran mempengaruhi perilaku melalui proses kognitif. Selain itu, teori ini menyoroti pentingnya pengalaman masa lalu ketika mempertimbangkan strategi pemecahan masalah. Menurut hipotesis pembelajaran kognitif, pengalaman siswa memainkan peran penting dalam kemampuan mereka memecahkan masalah. Perkembangan paradigma pembelajaran kognitif ini memiliki konsekuensi lebih lanjut terhadap cara anak-anak dan siswa diajar dan belajar. Merangsang ingatan anak usia dini merupakan cara pertama teori pembelajaran kognitif berhubungan dengan proses belajar siswa.

Dia menggunakan pengalaman yang lebih bermanfaat untuk mendukung pembelajaran dalam pembelajaran kognitif. Hasilnya, ingatan masa lalu anak dapat dirangsang melalui pembelajaran kognitif. Anak-anak, misalnya, akan mempelajari hal-hal di sekolah yang memerlukan pengalaman atau keahlian sebelumnya. mirip dengan kemampuan 3M dalam membaca, menulis, dan matematika. Mengingat pengetahuan yang mereka miliki sejak usia dini, anak-anak ini tentu saja tidak akan menganggap situasi ini terlalu menantang.

Selain itu, membantu siswa dalam mengingat kejadian masa lalu merupakan cara selanjutnya penerapan teori belajar kognitif dalam proses belajar mengajar. Karena pembelajaran kognitif menyoroti perubahan proses berpikir manusia dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Menurut Jean Piaget, anak-anak adalah pembelajar yang terlibat dan bertindak seperti ilmuwan muda dan pada akhirnya akan mengembangkan teori mereka sendiri. Selain itu, hal ini bergantung pada cara anak mempelajari informasinya. Anak-anak, misalnya, belajar melalui pengalaman mereka sendiri dengan dunia. Akibatnya, selama bersekolah, anak tersebut akan membantu siswa lainnya dalam meninjau kembali informasi mereka sebelumnya, khususnya yang mereka pelajari saat masih kecil. Di sisi lain, isi pelajaran hendaknya disusun sesuai dengan tahap perkembangan anak sebagai salah satu kegunaan pembelajaran kognitif. Dia telah mengkategorikan empat tahap perkembangan kognitif Piaget---sensorik motorik (dari lahir hingga dua tahun), praoperasi (dua hingga tujuh tahun), operasi konkrit (tujuh hingga sebelas tahun), dan operasi formal (sebelas tahun hingga remaja)---sesuai dengan Teori Jean Piaget tentang teori belajar kognitif. Oleh karena itu, isi kelas harus sesuai dengan tahap perkembangan siswa selama proses belajar mengajar. Hal ini disebabkan keterampilan dan pengetahuan anak berbeda-beda tergantung pada usia atau tahapan di mana ia berada. Di sini pendidik harus mengkomunikasikan dan menyusun materi pelajaran berdasarkan tahap perkembangan peserta didik. Anak-anak prasekolah, misalnya, sering kali memahami dasar-dasar keterampilan 3M dan lebih memilih bermain sambil belajar, sehingga guru harus menyesuaikan pelajaran mereka dengan tahap perkembangan siswa daripada mengajari mereka hal-hal yang terlalu sulit bagi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun