Mohon tunggu...
Andi Dalauleng
Andi Dalauleng Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Farmasis dalam Mewujudkan Indonesia Sehat 2025

29 Desember 2017   21:26 Diperbarui: 16 Januari 2018   18:01 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sehat merupakan kondisi badan atau jiwa yang terbebas dari penyakit dan merupakan hak dasar manusia. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari acaman yang merugikan.

Beragam cara telah pemerintah lakukan dalam rangka menunjang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya di bidang kesehatan. Sebentar lagi tahun 2017 akan berakhir, namun tetap saja tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Indonesia masih belum memadai. Oleh karena itu, pemerintah masih berusaha agar lebih meningkatkan kembali kesehatan masyarakat dengan berbagai program peningkatan kesehatan, salah satunya ialah melalui Indonesia Sehat 2025.

Karakter masyarakat yang diharapkan pemerintah dalam Indonesia Sehat 2025 ini adalah perilaku yang bersifat aktif untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, dan melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Dengan ini diharapkan bantuan farmasis dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2025. Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk Rusdi Rosman menuturkan bahwa pada tahun 2025, pasar farmasi dapat berkembang hingga mencapai Rp 700 triliun.

Farmasis atau apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus menjadi seorang apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker. Pendidikan apoteker berawal dari pendidikan sarjana (S1) yang pada umumnya diselesaikan selama 4 tahun, lalu dilanjutkan ke pendidikan profesi apoteker selama 1 tahun.

Peran farmasis yang awalnya hanya berkecimpung dalam bidang packaging dan dispensing untuk obat bebas maupun obat dengan resep bertambah menjadi harus bertanggungjawab terhadap mutu komunikasi dan informasi obat untuk masyarakat. Farmasis juga memiliki peran  yang lebih penting, yaitu bekerja sama dengan profesi dokter dan petugas kesehatan untuk meningkatkan mutu penggunaan obat di populasi.

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia 2025 yang terkait dengan farmasis salah satunya adalah upaya kesehatan dan manajemen pembangunan kesehatan.

Upaya Kesehatan

  • Sarana kesehatan yang berkualitas
  • Luasnya angkauan dan cakupan pelayanan kesehatan
  • Ketersediaan obat generic yang jenis dan jumlahnya tercukupi dalam pelayanan kesehatan
  • Biaya kesehatan yang dikelola secara efisien
  • Ketersediaan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan

Manajemen Pembangunan Kesehatan

  • Adanya sistem informasi mengenai pembangunan kesehatan
  • Meningkatnya kemampuan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi pembangunan kesehatan
  • Dalam upaya ini, peran dari seorang farmasis lebih berhubungan dengan kepemimpinan dan manajemen kesehatan serta peraturan perundang-undangan yang mendukung pembangunan kesehatan

Untuk mencapai tujuan dalam pembangunan kesehatan, maka strategi startegi yang dibutuhkan oleh farmasis dilakukan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2025 adalah:

1. Memajukan kesadaran masyarakat cara penggunaan obat yang tepat.

DAGUSIBU memiliki kepanjangan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang. DAGUSIBU adalah langkah penggunaan obat yang tepat oleh konsumen. 

Dapatkan

- Obat yang diperlukan bisa didapatkan di Apotek, contohnya Apotek Keluarga. Penyimpanan obat di Apotek Keluarga sangat terjamin sehingga obat akan sampai ke tangan konsumen dalam kondisi yang baik (keadaan fisik dan kandungan kimianya belum berubah). Apotek Keluarga sendiri memiliki izin dan Apoteker yang siap melayani masyarakat.

Gunakan

- Gunakanlah obat dengan tepat. Obat harus digunakan sesuai dengan aturan yang tertera pada wadah atau etiket. Contohnya seperti obat jenis antibiotik. Terkadang seseorang hanya mengkonsumsi obat antibiotik ketika merasa sakit yang dideritanya telah sembuh, tetapi obat jenis antibiotik ini seharusnya dikonsumsi sampai habis. Informasi seperti ini dapat diperoleh dari apoteker/asisten apoteker.

Simpan

- Obat yang telah atau belum digunakan perlu disimpan dengan benar, sesuai dengan petunjuk pemakaian yang tertera dalam kemasan. Kebanyakan obat perlu dihindarkan dari paparan sinar matahari secara langsung. Untuk itu, obat perlu disimpan di tempat yang tertutup, kering, dan jauh dari jangkauan anak-anak.

Buang

- Obat yang telah kadaluarsa dan rusak perlu dibuang dengan tidak sembarangan agar tidak disalahgunakan. Ciri obat yang masih layak pakai adalah tidak dan belum terjadinya perubahan warna, rasa maupun bau. Obat dapat dibuang dengan pertama-tama membuka kemasannya terlebih dahulu, dimasukkan ke  dalam air, lalu di tanam ke dalam tanah.

Farmasis dapat melakukan sosialisasi ke masyarakat agar dapat memberi ilmu mengenai cara mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan tepat. 

2. Memajukan kesadaran masyarakat bahwa obat adalah racun

Telah sepantasnya seorang farmasis mengetahui bahwa obat adalah racun. Farmasis perlu menyampaikan kepada masyarakat bahwa obat tidak boleh sembarang digunakan. Salah satu contohnya ialah penggunaan antibiotik. Di negara maju seperti German, Jepang, Arab, seseorang hanya dapat membeli antibiotik yang ada di apotek dengan memperlihatkan resep dari dokter. Ketika membeli obat, identitas dari pembeli juga dicatat pada apotek tersebut.

3. Meningkatkan upaya kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau

Farmasis dalam melakukan upaya kesehatan yang termasuk pelayanan kesehatan perorangan perlu dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, rata, terjangkau, berjenjang, profesional dan berkualitas. Semua tenaga kesehatan farmasis dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu perlu mendapatkan pengutamaan.

4. Pengembangan dan pemberdayaan farmasis/apoteker

Saat ini profesi seorang apoteker sangat kurang di Indonesia. International Pharmaceutical Federation menyarankan negara berkembang seperti Indonesia, agar memiliki rasio minimal 1 apoteker untuk 10000 penduduk. Sedangkan menurut WHO, rekomendasi rasio yang ideal adalah 1 apoteker untuk 2000 penduduk. Maka dari itu diperlukannya pemberdayaan farmasis/apoteker untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

5. Meningkatkan jalinan hubungan antara farmasis/apoteker dengan pasien

Apoteker perlu diterjunkan langsung ke rumah sakit agar dapat menjalin hubungan lebih dekat dengan pasien. Di negara maju seperti Singapur, dokter, farmasis dan suster selalu berdampingan dalam melayani seorang pasien. Saat ini gelar apoteker hanya sekedar pajangan nama. Farmasis/apoteker selalu dipandang sebelah mata padahal seorang farmasis dapat dijadikan sebagai konsultan untuk meminta saran mengenai bagaimana obat yang bagus untuk mereka yang mengalami gejala penyakit ringan tanpa harus ke dokter.

Pelaksanaan pembangunan kesehatan ini diutamakan bagi penduduk yang rentan, seperti ibu, bayi, anak, lansia dan keluarga miskin yang dilakukan melalui peningkatan upaya pokok pembangunan kesehatan sediaan farmasi. Upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan segala aspek, mulai dari kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, dan kemajuan IPTEK dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2025.

Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan tersebut perlu diberikan perhatian khusus mengenai pelayanan kesehatan terhadap penduduk miskin, daerah tertinggal, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah terpencil termasuk pulau-pulau kecil dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.

Pada tahun 1990, Hepler dan Strand menyampaikan peran seorang farmasis yang sejalur dengan konsep asuhan kefarmasian (pharmaceutical care)yang terdiri atas:

  • Mengidentifikasi berbagai potensi terjadinya drug-related problems
  • Melakukan berbagai cara yang dipbutuhkan saat terjadinya drug-related problems
  • Mencegah terjadinya drug-related problems

Pharmaceutical Care atau yang lebih dikenal sebagai asuhan kefarmasian merupakan  kewajiban farmako-terapi dari seorang apoteker agar memenuhi dampak tertentu dalam memajukan kualitas hidup masyarakat. Pharmaceutical Care dilakukan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktik di Apotek yang Baik).

Dalam pelaksanaan cara praktik di apotek yang baik, diperlukan:

  • Keterlibatan langsung farmasis/apoteker dalam segala segi pelayanan kebutuhan pasien, baik itu obat-obatan maupun alat kesehatan
  • Aktifitas utama apotik, seperti dengan menyalurkan obat-obatan dan alat kesehatan dengan mutu dan keabsahannya yang terjamin, memberikan informasi obat yang baik dan benar, membantu monitoring efek dari obat maupun alat kesehatan tersebut
  • Kontribusi farmasis/apoteker yang mencakup segala sesuatu mengenai cara penggunaan obat yang tepat dan peresepan yang rasional serta ekonomis
  • Setiap orang atau petugas di apotek sudah diberi tahu bahwa tugas setiap pelayanan apotek sangat penting dan saling berhubungan satu dengan lainnya

Agar dapat terwujud, diperlukan adanya pelayanan yang professional, yaitu pelayanan yang:

  • Dilaksanakan dengan kemampuan dan disiplin yang tinggi
  • Mengamalkan kode etik dan standar profesi
  • Taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku

Untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setingi-tingginya (Mencapai Indonesia Sehat 2025), semua farmasis/apoteker dimanapun ia bertugas wajib memiliki perhatian utama (focus) pada kesejahteraan/keselamatan pasien dan anggota masyarakat lainnya, antara lain:

1. Kepada apoteker yang bekerja sebagai Apoteker Pengelola Apotik (APA) difokuskan perannya untuk:

- Menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang mutu dan keabsahannya terjamin

- Melayani dan mengawasi peracikan dan penyerahan obat

- Memberikan pengetahuan yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik dengan resep dokter maupun penjualan bebas

- Melaksanakan semua peraturan kefarmasian tentang apotek

- Tidak terlibat konspirasi penjualan obat keras ke dokter praktek, toko obat dan sarana lainnya yang tidak berhak

- Melakukan kerjasama yang baik dengan apotik sekitarnya dalam rangka meningkatkan pelayanan pada pasien

2. Kepada apoteker yang bekerja di industri farmasi atau marketing pabrik farmasi diminta perannya dalam:

- Mentaati peraturan dan etika tentang penyaluran sediaan farmasi utamanya obat keras

- Tidak membuat prosedur marketing yang merugikan masyarakat dengan membuat kontrak dengan tenaga kesehatan tertentu yang meningkatkan harga obat yang diperlukan oleh masyarakat

3. Kepada apoteker pada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota / Sudin YanKes Kotamadya diharapkan perannya:

- Meningkatkan pelaksanaan tugas pengaturan dan pembinaan pada sarana kefarmasian

- Menindak-lanjuti dengan cara adil pelanggaran yang dilakukan oleh toko obat, apotek dan praktek profesi lainnya yang tidak sejalan dari peraturan yang berlaku

4. Kepada apoteker di Badan POM atau Balai POM di provinsi diharapkan perannya dalam:

- Memberlakukan pemeriksaan terhadap penyaluran obat-obatan dari industri dan pedagang besar farmasi, jika ditemukan keganjilan atau keanehan, segera melaporkannya pada Menteri Kesehatan untuk segera ditindak-lanjuti

- Melakukan pembinaan dan peningkatan pada sarana pengawasan dan pengujian obat di daerah baik kualitatif maupun kuantitatif

- Meningkatkan pengawasan peredaran sediaan farmasi yang palsu atau tidak abash

5. Kepada apoteker yang berada di Departemen Kesehatan/Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan diharapkan perannya dapat:

- Menyiapkan peraturan yang mengharuskan keberadaan apoteker di apotik selama ada pelayanan kefarmasian demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat

- Memberlakukan peraturan yang mengharuskan perlunya minimal 2 apoteker apabila sebuah apotek ingin melayani masyarakat lebih dari 8 jam dan minimal 3 apoteker apabila apotek tersebut melayani masyarakat selama 24 jam

- Merumuskan dan mengusulkan agar adanya badan yang akan mengawasi dan menangani harga obat nama dagang yang beredar di Indonesia demi melindungi masyarakat banyak dan agar Indonesia ini tidak lebih liberal dari negara liberal

- Merancang dan menekankan kembali perihal peraturan mengenai pemisahan yang jelas tugas masing-masing profesi dalam lingkungan kesehatan

Apabila semua apoteker berkedudukan untuk membangun pelayanannya dan mempunyai niat baik untuk membenahi situasi kefarmasian dan mewujudkan Indonesia Sehat 2025, maka harkat dan martabat apoteker bisa diraih kembali agar farmasis/apoteker tidak dipandang sebelah mata lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun