Sedih merupakan lawan dari emosi gembira. Rasa sedih ini bisa terjadi apabila seseorang kehilangan orang lain yang akrab dengannya, atau sesuatu yang tinggi nilainya, atau apabila ia tertimpa suatu malapetaka, ataupun gagal dalam merealisasikan suatu urusan yang sangat penting, (Muhammad Utsman Najati, 2005). Dalam al-Qur'an mengisyaratkan kesedihan seorang ibu kepada anaknya Nabi Musa As, saat Nabi Musa As jauh dari ibunya, yang menaruhnya di dalam peti dan menghanyutkan kesungai.
Â
Artinya : Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (QS. Al-Qashash, 28: 13)
Al-Qur'an juga menggambarkan kesedihan yang dialaminya Nabi Ya'qub As kehilangan putera kesayangannya, nabi Yusuf As:
Â
Â
Â
Artinya: Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata: "Demi Allah, Senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau Termasuk orang-orang yang binasa". Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf, 12: 84-86).
Relevansi Emosional dalam PendidikanÂ
Al-Quran memberikan petunjuk bagaimana mengelola emosi secara baik dan benar sehingga dapat melahirkan kecerdasan emosional memecah masalah menjadi persoalan yang sering bersifat ferenial dalam sejarah kehidupan manusia. Para ahli psikologi menyebutkan bahwa IQ hanya mempunyai peran sekitar 20% dalam menentukan keberhasilan hidup, sedangkan 80% sisianya ditentukan oleh faktor-faktor lain. Diantarnya yang terpenting adalah kecerdasan emosional. Dalam kehidupan banyak sekali masalahmasalah yang tidak dapat dipecah semata dengan menggunakan kemampuan intelektual seseorang. Kematangan emosi ternyata sangat menentukan keberhasilannya, dampaknya sangat besar dalam mencapai keberhasilan hidup, (Mustaqim & Ismail, 2001).
Menurut Khodijah, (2006) emosional berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Emosional yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosional yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosional positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar.