Mohon tunggu...
ANDI HERMAWAN
ANDI HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Bukan Siapa Siapa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi Guru adalah panggilan Nuraniku dan panggilan Tanggung jawabku, terpanggil berkiprah untuk mencerdaskan anak bangsa. Meski bukan ahli, bukan pintar, bukan hebat, dan bukan siapa siapa, yang utama dan terutama adalah sudah berbuat yang optimal bisa kulakukan. Menjadi guru swasta adalah jalan Keberkahan dan Ridho Allah SWT. Sesuatu yang selalu menjadi harapanKu dan DoaKu. Inshaa Allah Berkah. Aamiin YRA.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan

24 Januari 2022   14:32 Diperbarui: 24 Januari 2022   14:44 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Emosional adalah reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Merujuk Daniel Goleman secara emosional ke perasaan dan pikiran yang berbeda, keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosional berhubungan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pemikiran. Jadi, emosi adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosional dapat menjadi motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tetapi juga dapat menyebabkan perilaku negatif bagi manusia.

Dalam Al Qur'an, deskripsi yang cermat tentang berbagai perasaan emosional yang dirasakan oleh manusia, seperti ketakutan, kemarahan, cinta, kegembiraan, kebencian, kecemburuan, dan kesedihan diungkapkan. Al-Quran memberikan petunjuk tentang cara mengelola emosi dengan baik dan benar sehingga dapat melahirkan kecerdasan emosi. Kemudian untuk mengembangkan emosi agar memiliki dampak positif, perlu dilakukan upaya proses pembelajaran untuk berimajinasi sehingga memungkinkan mereka menyalurkan berbagai keinginan yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata atau menetralkan berbagai emosi negatif yang ada pada dirinya.

Kajian al-Qur'an tentang emosional tidak terbatas pada telaah karakter, tapi juga faktor. Faktor emosional diterangkan di dalam ayat-ayat al-Qur'an sejalan dengan kenyataan dan dinamika kehidupan manusia itu sendiri. Sementara hasil penelitian dari ayat-ayat kauniyah yang kemudian menjadi teori psikologi. Ungkapan al-Qur'an tentang emosi biasanya berupa gambaran tentang perilaku manusia dalam suatu situasi tertentu. Untuk menghadapi era globalisasi sekarang ini, manusia membutuhkan Al-Qur'an sebagai petunjuk untuk menghadapi berbagai tantangan hidup, tidak terkecuali dunia pendidikan.

Kehidupan beriringan dengan emosi negatif dan emosi positif, keduanya sangat setia memegang tangan kiri dan tangan kanan kita di sepanjang hidup. Memang tidak mudah untuk selalu hidup bersama emosi positif, kadang-kadang emosi negatif juga membutuhkan perhatian. Pada berbagai kesempatan dalam hidup, emosi negatif selalu minta diperhatikan secara berlebihan. Perhatian yang berlebihan pada emosi negatif akan sangat merugikan kehidupan. Kita harus menjaga keseimbangan emosi di dalam diri, sehingga ledakan emosi negatif tidak berlebihan. Miliki disiplin dan ketekunan untuk mengelola perasaan naluriah yang kuat pada emosi positif. Tinggalkan sumber emosi negatif dan hiduplah sehari-hari dengan sumber emosi positif.

Setiap kita adalah guru bagi diri kita, setiap tempat adalah sekolah bagi kita. Menjadi pendidik adalah tantangan tersendiri dengan pengendalian diri. Emosi adalah salah satu bagian dari proses mental yang dihasilkan dari pola pemikiran. Jika pola pemikiran kita memiliki persepsi positif terhadap segala sesuatu dalam hidup ini, maka proses mental kita akan menghasilkan emosi baik sebagai teman hidup kita. Emosi menghasilkan perasaan dalam kehidupan kita. Jika kita ingin memiliki perasaan-perasaan yang baik dalam semua aspek kehidupan kita, maka setiap hari kita harus membiasakan pikiran kita untuk menghasilkan getaran emosi positif secara konsisten terhadap apa pun yang kita pikirkan. Proses berpikir dalam getaran emosi positif akan menghasilkan perasaan-perasaan terbaik dalam hidup. Kesadaran untuk menciptakan pikiran positif dalam hal apa pun yang kita pikirkan akan menghasilkan perasaan dan keinginan yang positif untuk kehidupan.

Sumber emosi adalah pikiran. Kebahagiaan, kedamaian, keindahan, cinta, dan kenyamanan bersumber dari pikiran positif. Jika kita merasa tidak tenang dan tidak bahagia, maka segera periksa pola pemikiran kita. Pola pemikiran yang penuh dengan prasangka negatif, curiga, benci, marah, dendam, dan merasa berbeda dengan yang lain adalah sumber penderitaan. Jadi, karena emosi berasal dari pikiran, maka pikiran positif harus dilatih dan dibiasakan menjadi bagian dari kepribadian kita. Ketika pola pemikiran kita dipenuhi dengan kasih sayang, memaafkan, cinta, peduli, empati, bahagia, keberuntungan, berlimpah, kekayaan, kedamaian, keindahan, dan ketenangan; maka, emosi positif menjadi energi kehidupan sehari-hari kita.

Jika kita merasa hidup tidak bahagia dan tidak damai, itu artinya kita masih berpikir buruk tentang orang lain dan kehidupan yang kita miliki. Pikiran positif adalah prasyarat untuk memiliki emosi positif. Emosi positif adalah cara untuk menikmati hidup dan keindahannya. Hiduplah dalam keseimbangan yang harmonis pada pikiran, emosi, suara hati, dan tindakan. Jika keempat hal ini bisa bersatu dalam energi positif, maka kedamaian dan kebahagiaan akan selalu menjadi milik kita.

Kendalikan keinginan dan kebutuhan dalam gaya kehidupan yang sederhana. Biasanya, terlalu banyak keinginan dan kebutuhan akan menjadi jalan masuk emosi negatif ke dalam diri. Karena keinginan yang terlalu banyak, saat keinginan yang banyak itu tidak semuanya terwujud, kita akan sedih dan frustasi. Semua emosi negatif akan mengganggu kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan hidup kita. Jadi, kurangi keinginan dan kebutuhan hidup. Semakin sedikit kebutuhan dan keinginan, semakin bahagia dan damai hidup. Kendalikan keinginan, meminimalkan kebutuhan, perbanyak rasa syukur, tingkatkan pengetahuan untuk membahagiakan hidup.

Apa pun yang sedang kita alami bersifat sementara. Kebahagiaan hari ini bersifat sementara. Penderitaan hari ini bersifat sementara. Hidup ini bergerak dari satu momen ke momen berikutnya, dari satu episode ke episode berikutnya, dari satu cerita ke cerita berikutnya. Tidak ada yang permanen, semuanya akan berubah pada waktunya. Sedih dan senang saling bergantian mengisi hidup. Karena semua hal dalam hidup ini hanya sementara, Kita harus memiliki kesadaran untuk melatih dan memperkuat pola pemikiran positif. Pemikiran positif yang kuat mampu menciptakan emosi positif dalam segala peristiwa yang harus kita alami.

Emosi positif dapat membantu kita untuk berkembang dan meraih prestasi terbaik. Emosi negatif dapat menghancurkan hidup kita. Oleh karena itu, jaga diri kita dengan emosi positif, yang membuat kita menghindari bahaya atau pun hal-hal yang merusak hidup. Tingkatkan kesadaran diri untuk mengelola pemikiran positif, sehingga perasaan-perasaan baik tumbuh dari dalam diri, untuk menanggapi semua hal tentang kehidupan yang kita alami. Emosi positif adalah alat penolong kita untuk mengambil keputusan terbaik, bertindak dengan cara terbaik, dan memberi kita kekuatan untuk berinteraksi dengan orang lain. Emosi positif membutuhkan pikiran yang tenang.

Ketika pikiran menciptakan keinginan dan ambisi, maka timbul perasaan yang kuat untuk mewujudkan keinginan dan ambisi tersebut. Kondisi ini akan menimbulkan emosi untuk membuat kita bertindak dengan emosi-emosi yang kita jadikan sebagai teman perjuangan. Selama pikiran positif dan tenang, serta sama sekali tidak terganggu oleh hal apa pun, kita secara emosional mampu memiliki kekuatan yang hebat untuk mendapatkan prestasi terbaik dalam hidup.

Dalam ilmu jiwa, akar dari emosi merupakan ketidakpuasan terhadap sesuatu. Emosi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Emosi merupakan daya terampuh yang dimiliki manusia sehingga dapat memberikan warna kepada kepribadian seseorang, aktivitas, penampilan bahkan kesehatan jiwanya. Emosi merupakan penyambung hidup bagi kesadaran diri dan kelangsungan diri secara mendalam, menghubungkan diri sendiri, dengan orang lain serta dengan alam dan kosmos, (Segal & Nilandari, 2000).

Keberadaan emosi dalam diri manusia laksana pisau, dimana pada saat yang bersamaan pisau dapat membantu dan membahayakan. Semisal ketika seseorang menggunakan pisau untuk memotong sayuran, pada saat itu pula pisau dapat melukai tangan seseorang jika tidak berhati-hati dalam penggunaanya. Emosi yang dikontrol dengan baik dapat meningkatkan antusias, kepuasan, saling percaya dan komitmen yang pada gilirannya berdampak besar terhadap peningkatan kualitas kehidupan manusia, (Martin, 2003). Sebaliknya, sebagaimana yang telah manusia alami, emosi yang tidak terkontrol dengan baik sering berakibat buruk dan merugikan diri manusia itu sendiri maupun orang lain. Memang emosional sebagai bagian penting dalam sisi kejiwaan manusia tidak akan lepas dari totalitas itu sendiri. Hampir setiap setiap tingkah laku kita punya keterkaitan tertentu dengan emosi.

Menurut James, faktor yang penting dalam emosi adalah umpan balik dari perubahan badani yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang menakutkan dan membingungkan. Biasa orang menyadari adanya suatu yang sedang terjadi secara internal ketika mereka marah, bingung, gembira, takut, tetapi mereka tidak dapat mengamati perubahan pada tekanan darah atau aktivitas di dalam perut mereka, (Ardani, 2008).

Secara aplikatif mengajarkan bagaimana mengendalikan emosi agar melahirkan suatu kecerdasan baru yakni kecerdasan emosional. Contohnya Nabi Muhammad SAW. Mengajarkan bagaimana mengendalikan diri dari emosi marah. Salah satu faktor peredam kemarahan adalah relaksasi tubuh dan melepaskan ketegangan. Duduk dan berbaring pada saat marah dapat mengendorkan kondisi tubuh dan bisa mengurangi ketegangan yang diakibatkan oleh rasa marah, (Muhammad Utsman Najati, 2005).

Emosional berfungsi mengarahkan tingkah laku seperti halnya dorongan. Emosi takut, misalnya, akan mendorong untuk mempertahankan diri, terkadang juga mendorongnya bersikap memusuhi. Adapun emosi cinta mendorongnya untuk mendekati obyek yang dicintainya. Alqur'an sendiri menggambarkan berbagai macam-macam emosional yang dirasakan manusia. Seperti cinta, takut, marah benci, sedih, malu, iri, cemburu, dan sombong. Tentu hal ini menjadi sangat menarik dan bermanfaat pandangan-pandangan al-Qur'an mengenai perilaku emosional dalam al-Quran dan dampak dalam dunia pendidikan.

Mengenal Emosional Secara etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa latin movere yang berarti menggerakkan atau bergerak. Kemudian ditambah dengan awalan "e untuk memberi arti bergerak menjauh. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi, (Darwis, 2006). Menurut makna paling harfiah, Oxford English Dictionary, sebagaimana dikutip oleh Daniel Goleman, mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap, (Goleman, 2000).

Menurut Crow & Crow, emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dalam diri) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu, (Hartati, 2004). Chaplin menjelaskan emosi bersifat lebih intens dibandingkan dengan perasaan, sehingga perubahan jasmaniah yang ditimbulkan oleh emosi lebih jelas dibandingkan perasaan. Aspek-aspek emosi mencakup perasaan subjektif, dasar fisiologis perasaan emosional, pengaruh emosi terhadap persepsi, berpikir, dan perilaku, lalu mencakup juga kelengkapan motivasional tertentu dan terakhir cara emosi ditunjukkan dalam bahasa, ekspresi wajah, dan gesture, (Syukur, 2011).

Sedangkan Silverman seorang psikolog, menyatakan bahwa emosi adalah perilaku yang terutama dipengaruhi oleh tanggapan mendalam yang terkondisikan. Menurut Hude (Darwis, 2006) bahwa emosi adalah suatu gejala psiko-fisiologis yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah laku, serta dalam bentuk ekspresi tertentu. Misalnya, emosi senang (joy) yang berkombinasi dengan penerimaan (acceptance) akan melahirkan cinta (love); emosi sedih (sadness) yang berkombinasi dengan kejutan (surprise) melahirkan kekecewaan mendalam (disappointment); cinta (love) berkombinasi dengan marah (anger) melahirkan kecemburuan (jealousy).

Berdasarkan pandangan beberapa ahli tersebut, dapat dilihat bahwa emosi sebagai suatu keadaan efektif yang disadari di mana alaminya perasaan seperti kegembiraan, sedih, takut, benci, dan cita (dibedakan dari keadaan kognitif dan keinginan disadari) serta perasaan-perasaan yang dapat mempengaruhi perilaku, dan umumnya mengundang komponen fisiologikal dan kognitif. Setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan dan pengalaman atau perubahan kepribadian sebagai pola baru yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian.

Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan emosional, perhatian akan perkembangan intelektual anak dianggap penting, hal ini sejalan dengan pandangan Semiawan bahwa "Stimulasi intelektual sangat dipengaruhi oleh keterlibatan emosional, bahkan emosi juga amat menentukan perkembangan intelektual anak secara bertahap, (Semiawan, 1997). Artinya secara timbal balik faktor kognitif juga terlibat dalam perkembangan emosional.

Dengan demikian, antara IQ dengan EQ tidak dapat dipisahkan perannya satu sama lain. Keberadaan IQ sangat menunjang berfungsinya EQ, demikian pula sebaliknya, keberadaan EQ sangat menentukan fungsi IQ. Fungsi emosi merupakan sebagai motivasi dalam bertingkah laku. Emosi juga membuat individu siap atau tidak siap untuk berinteraksi dengan lingkunannya melalui perubahan-perubahan fisiologis, (Danarjati, Murtiadi, & Ekawati, 2014).

Emosional Tinjauan Al-Qur'an 

Kosakata yang berdenotasi emosional tidak dijumpai secara spesifik di dalam al-Qur'an, tetapi bertebaran ayat yang berbicara atau berkaitan dengan perilaku emosi yang ditampilkan manusia dalam berbagai peristiwa kehidupan, (Darwis, 2006). Ungkapan al-Qur'an tentang emosi digambarkan langsung bersama peristiwa yang terjadi. Berbagai peristiwa emosional dijelaskan di dalam al-Qur'an. Muhammad Utsman Najati mengatakan, "dalam al-Qur'an dikemukakan gambaran yang cermat tentang berbagai emosi yang dirasakan manusia, seperti takut, marah, cinta, gembira, benci, cemburu, dengki, dan sedih.

Kajian psikologi misalnya merumuskan ciri-ciri tingkah laku manusia yang membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya dengan lima ciri: 1) Memiliki kepekaan sosial, 2) Memiliki kelangsungan, 3) Memiliki orientasi kepada tugas, 4) Mengandung nilai usaha dan perjuangan, dan 5) memiliki keunikan, (Sarwono, 1976). Pendekatan al-Qur'an yang demikian itu sangat memudahkan kita untuk melihat manusia dari berbagai dimensi, karena terkait langsung dengan realitas kehidupan sehari-hari yang tak lepas dari hubungan intrapersonal, interpersonal, dan metapersonal. Menurut al-Qur'an tingkah laku manusia memiliki karakteristik karakteristik sebagai berikut: 1) terkendali, 2) mengandung unsur tanggungjawab, 3) bersifat lahir dan batin, dan 4) berkategori tingkah laku individual dan tingkah laku kelompok, (Mubarok, 2000).

Proses kemunculan emosional melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis. Kebangkitan emosional pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa, yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut kemudian ditangkap oleh reseptor, lalu melalui otak. Otak menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan kebiasaan dalam mempersepsikan sebuah kejadian. Interpretasi yang dibuat kemudian memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh. Perubahan tersebut misalnya napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap, dan perubahan tekanan darah. Berikut ini dijelaskan perilaku emosional dasar yang diisyaratkan dalam al-Qur'an:

Takut 

Emosi takut merupakan salah satu emosi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena berperan untuk mempertahankan diri dari berbagai masalah yang dapat mengancam kehidupan itu sendiri. Emosi takut manusia dalam penuturan al-Qur'n mempunyai cakupan yang luas. Bukan hanya gambaran ketakutan di dunia ini seperti ketakutan pada kelaparan, kehilangan jiwa dan harta, bencana alam, melainkan juga menyangkut ketakutan pada kesengsaraan hidup di akhirat.

Manfaat rasa takut tidak hanya terbatas untuk menjaga manusia dari berbagai bahaya yang mengancamnya dalam kehidupan dunianya saja. tapi di antara kemanfaatannya yang terutama sekali ialah mendorong seorang mukmin untuk memelihara dirinya dari azab Allah dalam kehidupan akhirat nanti, (M Utsman Najati, 2004). Sebab, rasa takut dari siksa Allah akan mendorong seorang mukmin untuk berusaha tidak terjatuh dalam perbuatan maksiat dan berpegang teguh dengan ketakwaan pada Allah serta disiplin dalam beribadah kepadanya dan melakukan segala sesuatu yang diridhainya.

 

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berimanialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS, al-Anfaal,8:2)

Marah 

Emosi marah merupakan suatu emosi penting yang mempunyai fungsi esensial bagi kehidupan manusia,yakni membantunya dalam menjaga dirinya. Pada waktu seseorang sedang marah, energinya guna melakukan upaya fisik yang keras semakin meningkat. Al qur'an sendiri memberikan anjuran digunakannya kekerasan dalam menghadapi di jalan dan upaya untuk merealisasikan kekerasan dalam menghadapi orang-orang kafir yang menghalangi dalam rangka penyebaran dakwah Islam. Al Qur'an juga memberikan gambaran Nabi Musa As kepada kaumnya saat beliau mereka sedang menyembah anak sapi dari emas yang dibuat oleh Samiri.

 

Artinya: Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? dan Musapun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, Sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan Hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim". (QS. Al-Araaf 7: 150)

Dalam al-Qur'an terdapat deskripsi tentang emosi marah dan dampaknya atas tingkah laku manusia. Ini bias didapatkan dalam uraian tentang kemarahan Nabi Musa AS ketika ia kembali pada kaumnya dan didapatkannya mereka menyembah anak sapi dari emas dibuat oleh sami. Maka Nabi Musa pertama-tama dia lampiaskan amarahnya kepada saudaranya Yaitu Harun, dan memegang kepalanya dengan rasa penuh kemarahan.

Cinta 

Cinta memainkan peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab ia merupakan landasan kehidupan perkawinan, pembentukkan keluarga, dan pemeliharaan anak. Dalam tataran agama, cinta adalah pengikat antara manusia dengan tuhannya, dan berpegang teguh pada syariatnya. Cinta juga merupakan kontak batin yang menghubungkan kaum muslim dengan rasulnya, yang membuat mereka berpegang teguh pada sunnahnya, mengikuti anjuranya, dan menjadikannya sebagai suriteladan sepanjang masa, (Ardani, 2008).

 

Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhmusuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orangorang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran, 3: 103).

Gembira 

Gembira adalah ekspresi dari kalangan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan. Biasanya kegembiraan itu disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba (surprise) dan kegembiraan biasanya bersifat sosial, yaitu melibatkan orang-orang lain di sekitar orang yang gembira tersebut, (Shaleh, 2008).

 

Artinya : Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah Dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya Dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; Sesungguhnya Dia sangat gembira lagi bangga. ( QS. Huud 11: 9-10)

Benci 

Emosi benci merupakan kebalikan dari emosi cinta yaitu ungkapan dan rasa ketidaksenanagan, penolakan atau rasa Muak, dan berupaya menjauhi perkara-perkara yang menimbulakan rasa benci. Rasa beci dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:a) Perbedaan pendapat, b) Rasa cemburu terhadap kemenangan orang lain, c) Perbuatan yang melecehkan, d) Gaya bicara yang tinggi, e) Sikap angkuh, dan f) Gaya pakaian yang sensasional, (Muhammad Utsman Najati, 2005).

Mengisyaratkan emosi benci yang sering terjadi sebagaimana tergambar dalam al-Qur'an, umumnya mengarahkan kepada kebencian terhadap kebenaran yang datang dari Allah Swt berupa wahyu itu sendiri. Tema-tema kebencian dalam al-Qur'an terhitung sangat sedikit dibandingkan tema-tema antonimnya, semisal kesenangan.

    

Artinya : Luth berkata: "Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu". (Luth berdoa): "Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan". (QS. Asy Syu'araa  26: 168-169)


  . 

 

Artinya: Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (QS. At-Taubah 9:32-33)

Cemburu 

Cemburu adalah bentuk khusus dari kekhawatiran yang didasari oleh kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih saying dari seseorang. Seseorang yang mempunyai rasa cemburu selalu mempunyai sikap benci terhadap saingannya, (Shaleh, 2008) . Rasa cemburu di kalangan sesama saudara ini pun diungkapan oleh al-Qur'an dalam kisah Nabi Yusuf As dikisahkan bahwa saudara-saudara yusuf merasa cemburu kepadanya dan adiknya, karena Nabi Ya'qub As lebih cinta kepadanya dan adiknya dari pada kepada mereka

 

 

Artinya : (yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. bunuhlah Yusuf atau buanglah Dia kesuatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik. ( QS. Yusuf, 12: 8-9)

Dengki 

Dengki merupakan emosi yang dirasakan seseorang bila melihat orang lain memiliki sesuatu yang ia harapkan menjadi milikinya, bukan menjadi milik orang lain, (Muhammad Utsman Najati, 2005). Kedengkian yang demikian ini diungkapakan dalam al-Qur'an dalam kisah tentang Karun. Dituturkan bahwa karun keluar kepada kaumnya dengan penuh kemegahan. Ini membuat kaumnya merasa dengki kepadanya, mereka menginginkan hendaknya mereka bisa mempunyai harta dan emas seperti yang dimiliki Karun:

 

Artinya : Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". (QS. Al-Qashash, 28: 79).

Kemudian selanjutnya dalam al-Qur'an diungkap pula kedengkian-kedengkian orang-orang Yahudi dan musyrik terhadap anugrah kenabian yang dikaruniakan kepada Nabi Muhammad Saw, dan kedengkian mereka pada karunia keimanan dan petunjuk yang diberikan-nya kepada orang - orang mukmin.

 

Artinya : Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. AlBaqarah, 2:105)

Sedih 

Sedih merupakan lawan dari emosi gembira. Rasa sedih ini bisa terjadi apabila seseorang kehilangan orang lain yang akrab dengannya, atau sesuatu yang tinggi nilainya, atau apabila ia tertimpa suatu malapetaka, ataupun gagal dalam merealisasikan suatu urusan yang sangat penting, (Muhammad Utsman Najati, 2005). Dalam al-Qur'an mengisyaratkan kesedihan seorang ibu kepada anaknya Nabi Musa As, saat Nabi Musa As jauh dari ibunya, yang menaruhnya di dalam peti dan menghanyutkan kesungai.

 

Artinya : Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (QS. Al-Qashash, 28: 13)

Al-Qur'an juga menggambarkan kesedihan yang dialaminya Nabi Ya'qub As kehilangan putera kesayangannya, nabi Yusuf As:

 

 

 

Artinya: Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata: "Demi Allah, Senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau Termasuk orang-orang yang binasa". Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf, 12: 84-86).

Relevansi Emosional dalam Pendidikan 

Al-Quran memberikan petunjuk bagaimana mengelola emosi secara baik dan benar sehingga dapat melahirkan kecerdasan emosional memecah masalah menjadi persoalan yang sering bersifat ferenial dalam sejarah kehidupan manusia. Para ahli psikologi menyebutkan bahwa IQ hanya mempunyai peran sekitar 20% dalam menentukan keberhasilan hidup, sedangkan 80% sisianya ditentukan oleh faktor-faktor lain. Diantarnya yang terpenting adalah kecerdasan emosional. Dalam kehidupan banyak sekali masalahmasalah yang tidak dapat dipecah semata dengan menggunakan kemampuan intelektual seseorang. Kematangan emosi ternyata sangat menentukan keberhasilannya, dampaknya sangat besar dalam mencapai keberhasilan hidup, (Mustaqim & Ismail, 2001).

Menurut Khodijah, (2006) emosional berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Emosional yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosional yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosional positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar.

Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya. Dalam Al-Quran dan Hadist disebutkan bahwa manusia sejak lahir membawa fitrahnya yakni beragama islam, Seperti dalam firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat, 30: 30

 

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Rasulullah bersabda :"Setiap anak yang dilahirkan itu telah membawa fitah beragama(perasaan percaya kepada Allah SWT, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia beragama yahudi, nasrani dan majusi" (HR Al-Baihaqi)

Kemudian tujuan ini bisa dijabarkan lagi menjadi beberapa tujuan yang lebih khusus lagi, yaitu : a) Menanamkan rasa keagamaan pada anak, b) Memperkenalkan ajaran agama Islam melatih untuk menjalankan ajaran Islam, c) Membiasakan berakhlak mulia, d) Mengajarkan dan mengamalkan Al - Quran, dan e) Berbakti kepada kedua orangtua, (Amin & Zirzis, 2009).

Menurut Joyce & Shower (2000), beberapa model belajar yang dapat digunakan untuk mengembangkan aspek emosional anak dalam pembelajaran, antara lain :

Model Personal 

Model ini memfokuskan pada diri anak sebagai bagian sentral dalam keseluruhan proses dengan tujuan: a) mengenali dan mengembangkan emosi melalui perbaikan konsep diri, b) melatih anak untuk bertanggung jawab terhadap proses pendidikan yang dijalankan dengan menciptakan tujuan belajar yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi anak, dan c) mengembangkan cara berpikir kualitatif, seperti kreativitas dan ekspresi diri. Model tersebut dilakukan dengan cara memberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan emosi dan perasaan tanpa adanya kritikan dan memberikan kesempatan pada anak untuk membuat perencanaan serta menentukan keputusan sendiri dalam mencapai tujuan belajar.

Model Simulasi 

Model ini didasarkan pada prinsip cybernetics, yaitu menganalogikan manusia dengan mesin. Maksudnya melalui prinsip tersebut, anak diibaratkan sebagai sebuah mesin yang dapat mengatur umpan balik terhadap dirinya sendiri. Model ini memungkinkan anak untuk mengalami secara langsung situasi belajar, sehingga anak dapat merasakan dan selanjutnya memperbaiki perilaku yang masih belum tepat.

Model Bermain Peran 

Dalam pelaksanaannya model ini membuka peluang bagi anak untuk berperan dalam berbagai karakteristik kepribadian sehingga memungkinkan adanya eksplorasi perasaan dan ekspresi emosi serta memberikan pengalaman baru terhadap sikap, persepsi maupun nilai-nilai. Selain itu melalui bermain peran yang berbeda-beda, anak dapat melatih keterampilan untuk memecahkan masalah dari berbagai sudut pandang.

Meier juga mengungkapkan kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi kegembiraan berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri pembelajar.

Menurut Ashiabi, (2000), Upaya pendidik Untuk Meningkatkan Perkembangan Emosional Anak Dalam Proses Pembelajaran antara lain :

Acknowledgement Time.  Guru dapat mengatur waktu di sela-sela pembelajaran untuk membimbing anak-anak mengekspresikan perasaannya dan melibatkan tentang cara-cara mengatasi perasaan tersebut. Guru mendorong anak untuk mengekspresikan perhatian atau penghargaan kepada orang lain yang bersikap baik kepada mereka.

Feeling Time.  Tujuannya adalah membiarkan anak-anak untuk mengemukakan tentang penyebab dari emosi yang dirasakan, apa yang mereka lakukan dengan emosi tersebut, bagaimana mereka berpikir untuk membuat emosi itu berkurang, apa yang dipikirkan mereka tentang cara anak lain dalam menghadapi emosi tersebut.

Affection Activities.  Dalam proses pembelajaran, guru dapat membuat beberapa kegiatan dimana anak dapat menunjukkan afeksinya kepada anak lain. Tujuannya ialah mengajarkan anak-anak mengenai bagaimana menjalin pertemanan dan mengekspresikan emosinya secara tepat.

Emotional Management Techniques. Tujuan dari cara ini adalah agar anak dapat mengatur diri dan kemampuannya apabila mengekpresikan emosi negatif di luar kendali dirinya.

Social Problem Solving Approach. Tujuan strategi ini adalah menolong anak untuk menyelesaikan permasalahan dalam hubungan interpersonalnya, dengan melibatkan sifat empati, cara berkomunikasi yang baik, negosiasi, kompromi. Langkah yang dapat digunakan adalah bermain peran dengan membiarkan anak-anak dalam memecahkan masalahnya sendiri.

Karena itu, pembelajaran yang berhasil harus dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat menggunakan tugas-tugas belajar yang baik. Kemudian untuk mengembangkan emosional agar berdampak positif, maka perlu dilakukan upaya proses belajar yang salah satunya dengan menggunakan metode atau kegiatan bermain. Dengan bermain, anak dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut, marah dan cemas.

Melalui pendekatan tinjauan al-Qur'an yang demikian itu sangat memudahkan kita untuk melihat gambaran tingkah laku manusia dari berbagai dimensi, karena ungkapan al-Qur'an tentang emosional digambarkan langsung bersama peristiwa yang terjadi. dengan realitas kehidupan sehari-hari yang tak lepas dari hubungan intrapersonal, interpersonal, dan metapersonal. Seperti, emosional takut, emosional marah, emosional cinta, emosional gembira, emosional benci, emosional cemburu, emosional dengki, emosional sedih.

Berdasarkan tafsiran psikologi modern jelas tidak lebih berbeda sudut pandangan tentang emosional bahwa perilaku yang terutama dipengaruhi oleh tanggapan mendalam yang terkondisikan suatu gejala psiko-fisiologis yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah laku, serta dalam bentuk ekspresi tertentu. Sehingga keadaan efektif yang disadari di mana alaminya perasaan seperti kegembiraan, sedih, takut, benci, dan cita (dibedakan dari keadaan kognitif dan keinginan disadari) serta perasaanperasaan yang dapat mempengaruhi perilaku, dan umumnya mengundang komponen fisiologikal dan kognitif.

Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan emosional, perhatian akan perkembangan intelektual anak dianggap penting, hal ini "Stimulasi intelektual sangat dipengaruhi oleh keterlibatan emosional, bahkan emosi juga amat menentukan perkembangan intelektual anak secara bertahap. Artinya secara timbal balik faktor kognitif juga terlibat dalam perkembangan emosional. Dengan demikian, antara IQ dengan EQ tidak dapat dipisahkan perannya satu sama lain. Keberadaan IQ sangat menunjang berfungsinya EQ, demikian pula sebaliknya, keberadaan EQ sangat menentukan fungsi IQ.

Dampak emosional dalam pembelajaran sangat besar pengaruhnya baik pada kualitas maupun kuantitas belajar pada anak. Dalam dunia pendidikan, antara keluarga, sekolah, dan masyarakat harus berdampak dalam hal memupuk emosional positif anak. Sehingga tidak menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut, marah dan cemas. pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Emosional positif bisa menciptakan suasana lingkungan belajar yang menyenangkan atau kegembiraan belajar

Tulisan ini diharapkan akan menyajikan perilaku emosional dalam al-Qur'an. Serta berasumsi bahwa pandangan perilaku emosional dalam al-Qur'an patut dijadikan rujukan untuk menciptakan dunia pendidikan era sekarang menjadi jati dirinya yang menjadi kunci berkepribadian yang sehat, cerdas, dan kreatif. Serta menjunjung tinggi akhlakul karimah. Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun