"Silahkan dimakan neng," kata bapak tua dengan lambat dan serak sambil menyodorkan dua buah gelas plastic yang isinya pentol kuah. Bapak tua itu tersenyum namun terlihat kaku, antara muka dan mulutnya seperti tidak sinkron terlihat jajar genjang. Mukanya terlihat lebih pucat, matanya bulat cekung, dan bibirnya juga terlihat lebih hitam dari orang lain pada umumnya. Liya memandang Tissa, begitu juga dengan Tissa membalas pandangan Tissa.
"Perasaan gue kok aneh ya," Bisik Liya kepada Tissa.
"Perasaan lo aja kali," ketus Tissa, agar ia tidak kelihatan takut padahal ia juga takut.
"Ya emang perasaan gue Tiss, masak perasaaan mantan gue," Liya terlihat kesal selera ingin makan pentol seketika hilang, terlihat Tissa sudah hampir setengah saking laparnya. Liya melihat disekelilingnya kemudian beralih melihat Bapak Tua itu yang sedang memotong sayur karena penasaran lalu Ia mulai bertanya kepada Bapak penjual pentol.
"Bapak jualannya sampai jam berapa ya pak, kok tengah malem begini masih jualan? tanya Liya.
Penjual itu  melihat kearah Liya lalu tersenyum, Liya sedikit gelisah.
Kemudian Bapak tua itu berkata, "Sampai pentol bapak terjual minimal satu porsi neng, itu sudah lebih dari cukup," kata bapak tua.
Liya terkejut mendengar jawaban bapak tua itu,
"Ya ampun, jadi kami orang pertama yang beli pak," Liya menaruh pentol kuahnya di atas meja. Saat itu yang terdengar hanyalah suara jangkrik dan sahutan burung pelatuk. Liya seperti merasakan ada yang tidak beres.
Kemudian Bapak itu menjawab, "Iya neng kalian orang pertama beli," sambil tersenyum sinis pandangannya menoleh kearah Tissa.
Liya pun memandang Tissa,