Mohon tunggu...
Tulis Ansa
Tulis Ansa Mohon Tunggu... Administrasi - Setiap kesulitan pasti ada kemudahan

Siapapun yang ingin menjadi teman saya dengan cara follow akun ini dengan senang akan saya follow balik 😊 kita sama-sama belajar...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

G.G.P. (Gara-Gara Pentol)

25 Maret 2022   09:05 Diperbarui: 25 Maret 2022   09:12 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

G.G.P.  (Gara-gara PentoL)

by Andiyasa

Malam yang sunyi Tissa dengan serius mengerjakan tugas laporannya yang hampir mendekati Dedline, karena besok pagi laporan penelitian itu sudah harus dikumpulkan kepada dosen pengajarnya, sebenarnya tugas itu sudah seminggu diberikan namun seperti biasa otak Tissa tidak bekerja selama satu minggu itu dan ketika deline baru ide dan pikiran-pikirannya mengalir seperti air terjun riam sanggau ledo. Kata perkata ia ketik dikeyboardnya,  halaman perhalaman mulai terisi, kecepatan ia mengerjakan laporan tidak lain karena dibantu juga oleh Mbah gugel karena jikakalau sempat kuotanya habis mungkin dia mengerjakan baru setengah halaman. Disamping itu Liya temannya satu kos sudah nyenyak tidur, berbanding terbalik dengan Tissa, Liya selalu mengerjakan tugas kuliahnya dihari pertama tugas itu berikan. Liya dan Tissa adalah mahasiswa prodi sosiologi namun berbeda kelas, mereka berdua  menempati sebuah kos yang baru ditinggalinya selama lima hari. Kos sederhana dengan ukuran segi empat sedikit memanjang dengan dua tempat tidur. Karena selain harganya yang sedikit murah dibanding harga yang lainnya, kos baru mereka juga sangat tenang karena jauh dari jalan besar dan keramaian

Ditengah keseriusan dalam mengerjakan laporan, tiba tiba Tissa mendengar sesuatu dibalik diluar pintu kosnya, (suara pijakan kaki dan gedoran pintu.) Tissa pun memberhentikan ketikannya, Ia takut ada orang yang berniat mencuri motornya karena berada diluar kos. Dengan sedikit ragu ia  berdiri mendekati pintu, berjalan dengan perlahan lalu membuka membuka pintu (sura pintu)lalu keluar ia melihat sekelilingnya dan tidak ada siapa-siapa lalu ia mengunci mati stang motornya, ia pun kembali ke laptopnya.

Empat jam telah berlalu akhirnya Ia selesai mengerjakan laporan penelitiannya  yang berjudul "Analisa Data respon masyarakat terhadap perkembangan berita covid-19 dimedia social"

Tissa menjatuhkan badannya ketempat tidurnya "Akhirnya... selesai juga ya tuhannnnn." Kata Tissa sedikit agak keras, ia mereganggangkan otot-otot badannya yang telah kaku sehingga membuat temannya Liya yang sudah tidur akhirnya terbangun.

Liya yang terbangun dan masih mengumpulkan nyawanya pun berkata, "Berisikkkk," ucap Liya dengan melempar bantal kepada Tissa.

Tissa yang merasa lelah karena telah bertempur menyeimbangkan fisiknya dan otaknya menyebakan ia merasakan lapar. Ia ingin makan sesuatu, namun makanan dikosnya sudah habis tidak tersisa, Stok Mie Instan dan telur pun sudah habis,

Tissa menhampiri Liya yang duduk seperti patung "Liya, gua laper ni, temenin beliin makanan dong, gua pengen makan nasi goreng abu-abu tanpa kecap asin sama sayur please."

"Ya ampun, Tiss, burung hantu menangis denger omongannya lo, liat waktu dong kalo lagi laper, ini udah jam setengah 12, mana ada orang jualan tengah malam buta seperti ini, lagian takut ah jalan di daerah sini kan sepi kalo malem," ucap Liya, lalu menguap dengan mulutnya yang terbuka lebar seperti ingin melahap apa yang ada didepannya.

"Ini perut bukan perasaan Liya yang bisa gua tahan lagian kata anak kos sebelah, si Kunti  ada warung nasi goreng sampai jam 12 malem, diujung dekat jalan bersar pleaseeee, setengah jam lagi tutup ni,"

Skill Rayuan maut Tissa pun dikeluarkannya dengan memperlihat muka kasian dengan mata sedih seperti tidak makan 3 hari 3 malam.

"Kunti? Siapa itu, seram amat tu nama?" Tanya Liya. lalu Ia menguap untuk kedua kalinya.

"Anak kos sebelah paling ujung, nama panjangnya Rukun tisari, panggilannya aja kunti, temenin dong Lii" namun Liya tidak merespon, ia menggaruk-garuk kepalanya karena masih mengantuk. Dengan rasa terpaksa Tissa mengeluarkan jurus terakhirnya dan 99,9 persen orang pasti tidak akan menolaknya.

 "Oke Gue Traktir lo" ucap Tissa.

Mata Liya terbuka lebar, Lubang hidungnya membesar, dan rasa ngantuknya hilang seketika. Liya menoleh kearah Tissa dengan penuh suka cita.

"Iyaa, gua traktir lo, tapi jangan porsi jumbo ya, awas aja porsi jumbo." tambah Tissa, matanya kali ini sinis.

"Oke sippp My princess,,,," jawab Liya terlihat ujung ibu jari dan telunjuknya bertemu.

Mereka berdua pun berangkat kewarung nasi goreng  itu menggunakan sepeda motor milik Tissa, jalan begitu sepi, melewati gang kecil lalu memasuki jalan aspal yang begitu besar kearah kanan. hawa dingin mulai terasa menusuk kulit. Untungnya Tissa dan Liya menggunakan Stweater. sesekali terdengar kicauan burung pelatuk dan jangkrik yang bersahutan. Jalan yang memperhubungkan jalan akses gang kos Liya dan tissa ke jalan besar memang tergolong masih sepi, rumah dan bangunan masih belum terlalu ramai, karena jalan itu termasuk baru. Liya yang dibonceng Tissa merasa kedinginan yang luar biasa. Lalu ia meyimpulkan tangannya. Tidak ada rumah dan bangunan ia lewati.  Namun ditengah perjalanan Tiba-tiba motor yang mereka kendarai mendadak berhenti.

"Lo kok berhenti Tiss," Tanya Liya.

"Gak tau ni tiba-tiba berhenti, kita turun dulu, gue mau periksa motornya dulu,"

Tissa pun menghidupkan motornya beberapa kali, namun tetep saja tidak hidup. Angin malam bertiup pelan, bunyi katak sesekali terdengar, membuat bulu kuduk  berdua berdiri.

"Bensinnya habis kali Tis," kata Liya

Lisa menatap kesal kepada motornya "Gak mungkin, tadi siang gue ngisi full," Tissa terlihat heran. "kenapa ya gak biasanya kayak gini, "

Liya melihat disekeliling, tidak ada rumah, tidak ada siapa-siapa. Hanya mereka berdua dan jangkrik. Tidak ada orang satu pun yang melintas. Kecuali tronton besar sesekali. Mungkin karena sudah sangat tengah malam.

Tissa pun memeriksa bensinnya, dan Ia sangat terkejut, bensinnya tidak ada sama sekali. Motornya kehabisan bensin.

"Lohh, kok bensin motor gua habis," kata Tissa Ia terlihat sangat bingung. Didalam tangki motornya tidak ada sedikitpun tersisa, seperti ada orang sengaja membuangnya. Padahal hari ini Ia hanya kekampus yang jaraknya hanya menempuh 30 menit dari dari tempat kosnya, kalau diperkiraan tidak kurang dari setengah liter.

"Tu kan, bener, Hmm terus kita gimana ni Tiss,"

"Sumpah, gua pagi tadi isi pull, dan hari ini gue cuman kekampus, tangkinya bocor kali ya kita dorong aja deh, kayaknya didepan ada jual minyak deh tu agak terang." Ucap Tissa. Liya menoleh kehadapan yang hanya adalah satu cahaya kecil jauh didepan sejauh mata memandang. Mereka berdua memang jarang melewati jalan itu, karena berbeda arah dengan kampus mereka.

"Ya ampun Tissa Loe serius, itu jauh banget Liya, lagian belum tentu itu tukang jual bensin. kakiku pasti gak kuat," 

"daripada kita disini, yang ada kita kenal begal, mau lo," ancam Tissa, Ia memulai mendorong motornya.

"Ih, gara-gara lo laper ni, tahan dulu kek tadi sampai besok, makan kerak nasi campur mosako kan enak banyak tu sisa tadi sore," liya menggerutu.

"Bacot, padahal lo nya juga mau kan, buktinya gua bilang traktir, tadi lubang hidung lo membesar kayak lubang knalpot motor."

 Liya langsng memegang hidungnya. Ia terlihat kesal.

Langkah demi langkah mereka lalui dengan keringat malam yang mulai membasahi baju mereka, lampu cahaya yang mereka lihat semakin dekat, mereka pun bertambah semangat mendorong motornya.

"Ayo Liya, dikit lagiii," Seru Tissa

Liya terus mendorong.

 dan alangkah terkejutnya Tissa dan Liya setelah sampai tepat di depan tempat itu ternyata tempat itu bukan penjual bensin eceran melainkan tempat jual Pentol kuah.

"Apaaaa, kembalikan tenagaku ya tuhannnn," Liya berteriak.

"Alhamdulillah, gak makan nasi goreng, pentol pun jadi." Seru Tissa.

"Tissa kamu itu jahat...." Liya duduk ditepi jalan. Terlihat sebuah tempat berukuran kecil dengan gerobak diatasnya terdapat lemari kecil yang dibungkus plastic yang isinya terdapat macam pentol. Disekitarnya terdapat 3 buah kursi plastic untuk tempat duduk pembeli.

"Kita makan pentol dulu, nanti kita pikiran gimana caranya dapetin bensin, ya, gua teraktir," Tissa tersenyum manis.

"Ter Se Rah...," kata Liya dengan muka datar mengeja satu persatu kata itu. Mereka pun duduk dikursi plastic yang telah disediakan untuk pembeli. Tissa pun memesan Pentol dua buah porsi harga 5.000 rupiah

Terlihat penjual pentol itu seorang bapak tua sedikit beruban dan punya kumis yang tebal. Ia menggunakan baju berwarna hitam lengan pendek dan celana berwarna abu-abu lalu kain sarung melingkar bersilang dibadannya , sekilas tidak yang aneh yang terlihat, namun yang mengganjal adalah Bapak itu menggunakan kalung logam berwarna putih dengan lambang setan bertanduk berwarna merah terang mengkilau. Bulu kuduk Liya seketika berdiri, Liya berpikir, bagaimana bisa ada penjual pentol yang masih berjualan ditengah malam buta seperti ini. namun karena ia melihat Tissa sangat kelaparan ia menepis pikiran negatifnya.

"Silahkan dimakan neng," kata bapak tua dengan lambat dan serak sambil menyodorkan dua buah gelas plastic yang isinya pentol kuah. Bapak tua itu tersenyum namun terlihat kaku, antara muka dan mulutnya seperti tidak sinkron terlihat jajar genjang. Mukanya terlihat lebih pucat, matanya bulat cekung, dan bibirnya juga terlihat lebih hitam dari orang lain pada umumnya. Liya memandang Tissa, begitu juga dengan Tissa membalas pandangan Tissa.

"Perasaan gue kok aneh ya," Bisik Liya kepada Tissa.

"Perasaan lo aja kali," ketus Tissa, agar ia tidak kelihatan takut padahal ia juga takut.

"Ya emang perasaan gue Tiss, masak perasaaan mantan gue," Liya terlihat kesal selera ingin makan pentol seketika hilang, terlihat Tissa sudah hampir setengah saking laparnya. Liya melihat disekelilingnya kemudian beralih melihat Bapak Tua itu yang sedang memotong sayur karena penasaran lalu Ia mulai bertanya kepada Bapak penjual pentol.

"Bapak jualannya sampai jam berapa ya pak, kok tengah malem begini masih jualan? tanya Liya.

Penjual itu  melihat kearah Liya lalu tersenyum, Liya sedikit gelisah.

Kemudian Bapak tua itu berkata, "Sampai pentol bapak terjual minimal satu porsi neng, itu sudah lebih dari cukup," kata bapak tua.

Liya terkejut mendengar jawaban bapak tua itu,

"Ya ampun, jadi kami orang pertama yang beli pak," Liya menaruh pentol kuahnya di atas meja. Saat itu yang terdengar hanyalah suara jangkrik dan sahutan burung pelatuk. Liya seperti merasakan ada yang tidak beres.

Kemudian Bapak itu menjawab, "Iya neng kalian orang pertama beli," sambil tersenyum sinis pandangannya menoleh kearah Tissa.

Liya pun memandang Tissa,

"Tiss,   hah pentol loe udah habis," Liya terkejut, heran, melihat pentol kuahnya habis tak tersisa. Tissa benar-benar seperti tidak makan 3 hari lamanya,

"Hehe, gua benar-benar laper Lii, pentolnya enak lo," ucap Tissa, kemudian ia meletakkan bekas plastic pentol kuahnya  diatas meja.

"Tiss Loe dengar gak bapak itu bilang tadi, belum ada yang beli pentolnya selain kita" bisik Liya.

"Hah, masak sih, kasian banget bapaknya" ujar Tissa, berbeda dengan Liya, Tissa malah kasian kepada Bapak tua itu,

"Pak pesen satu lagi dong," seru Tissa. Bapak tua itu dengan cepat langsung membuatnya.

"Tiss, kok lo pesan lagi sih, lo gak ngerasa aneh ini tengah malam buta, kita orang pertama yang beli tau," Liya menggeram kesal. Tissa melirik ke arah bapak tua itu lagi. Muka Bapak tua benar-benar terlihat semakin pucat.

Tak lama Tissa berkata "Justru itu Liya, kasian bapaknya, dia sampai sekarang belum pulang karena belum ada yang beli sama sekali, mungkin dia gak punya uang untuk dikasih kekeluarganya, dia rela berjualan sampai tengah malam begini buat cari untuk keluarganya" jawab Tissa setengah berbisik dengan kalimat yang sedikit menyentuh.

"Tapi... " Liya tidak meneruskan kalimatnya sejenak "Iya juga sih, mungkin gue yang terlalu takut" perkataan Tissa sepertinya terdengar masuk akal.

Liya kembali melihat Bapak tua itu, dan sekitarnya, terlihat ukuran gerobak itu tergolong kecil, menggunakan payung warna warni yang besar, dan meja kayu persegi panjang, kemudian Ia melihat disudut dinding gerobak ada juga papan tipleks persegi empat yang sudah menempel, ternyata terdapat menu-menu berbagai varian rasa pentol yang ditulis tangan menggunakan Spidol,

 kenapa tadi bapak tidak bertanya mau beli pentol apa ya, Pikir Liya.  lalu Ia mengeja satu persatu.

ada Pentol Kuah, Pentol Pedas, Pentol bakar, dan terakhir adalah Pentol.....kematian, Liya mengerutkan dahinya, nafasnya mulai berdengus kencang. Ia berdiri sejenak memastikan tulisan  baris ke empat itu benar dengan apa yang barusan ia baca. Ternyata benar lebih tepatnya Pentol kematian jiwa. Liya sangat terkejut membaca tulisan itu dengan posisi badanya yang masih berdiri kaku Ia Lalu memanggil Tissa.

"Tissa Liat ini," Liya menunjuk Papan menu itu namun tidak ada respon,

"Tiss" Liya memanggil untuk kedua kalinya tapi Tissa tidak  menjawab sama sekali.

kemudian ia menoleh kepada Tissa, Terlihat Tissa hanya diam seribu bahasa dengan pandangan kosong kedepan, tiba-tiba mata Tissa berubah menjadi merah dengan urat mata yang tegang. Nafasnya berdengus seperti kerbau, Tangannya menggaruk-garuk meja dengan agak kencang.

"Tissa Lo kenapa, istifar Tissa, Pak tolongg teman saya kenapa ini" teriak Liya dengan panic sedikit merinding takut.

Namun Bapak tua itu tidak terlihat biji matanya tiba-tiba menghilang entah kemana. Liya semakin panik, lalu tidak sengaja mata Liya tertuju kembali melihat poster itu, ia melihat ada tulisan paling bawah dengan huruf  sedikit kecil tepat berada di pojok bawah menu itu yang bertuliskan

Memakan Pentol Tidak dibayar menggunakan uang, melainkan

 jiwa........

Liya sangat ketakutan membaca tulisan itu,

Tiba-tiba Liya mendengar sesuatu Seperti ada orang tepat berada di belakangnya, Liya menoleh perlahan bersamaan dengan membalikkan badannya, ternyata Tissa dengan mata yang merah, dengan muka yang sedikit pucat ditambah matanya yang melotot, jari tangannya melekuk bengkok dengan arah yang berbeda, membuat Liya diam ketakutan dan tidak bergerak sedikitpun. Kemudian Tissa tersenyum manis dengan matanya yang masih melotot besar berwarna merah darah lalu ia menggerakkan mulutnya dan berkata

"Liyaaaaaaaaaaaaa"

 

Hehe sampai disini y ages ceritanya kemungkinan ada part 2 nya wkwkw

My igeh : andiyasa11

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun