Mohon tunggu...
ANASTASIA IDA RISTIANI
ANASTASIA IDA RISTIANI Mohon Tunggu... Guru - GURU

Saya seorang guru di SD Pangudi Luhur Yogyakarta. Saat ini saya ingin mengembangkan diri dengan cara menulis di Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antarmateri Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

30 Maret 2023   10:38 Diperbarui: 30 Maret 2023   10:42 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

DISAJIKAN OLEH: ANASTASIA IDA RISTIANI, S.Si

CGP ANGKATAN 7

SD PANGUDI LUHUR 3 YOGYAKARTA

A. Pemikiran Reflektif Terkait Pengalaman Belajar

1. Pengalaman/Materi Pembelajaran yang Diperoleh

Supervisi akademik harus berfokus pada proses pembelajaran yang berpihak pada murid dan pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik. Kompetensi ini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sehingga rangkaian supervisi akademik digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru.

Namun, kepala sekolah seperti apakah yang dapat mendorong warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri, memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid? Kepala Sekolah yang dimaksud adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah dengan coaching.

Terkait dengan coaching ini, dalam modul 2.3 disajikan materi menarik bagi kita sebagai pemimpin pembelajaran, yaitu tentang coaching dalam supervisi akademik. Walaupun bukan sebagai kepala sekolah, namun kita adalah pemimpin pembelajaran yang bisa menjadi coach bagi teman sejawat. Dalam modul ini kita belajar bagaimana: 1) memahami konsep coaching secara umum dan konsep coaching dalam dunia pendidikan, 2) memahami paradigma berpikir dan prinsip coaching, 3) memahami kompetensi inti coaching dan alur TIRTA dalam percakapan coaching, 4) memahami supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching, serta 5) berbagi pemikiran terkait keterampilan coaching dengan supervisi akademik.

1) Konsep Coaching secara Umum

Beberapa definisi terkait coaching:

- Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

- Kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya (Whitmore, 2003).

- Bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif (International Coach Federation).

2) Coaching dalam Konteks Pendidikan

Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai "pamong" dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. 

Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Paradigma berpikir among dalam coaching adalah 1) coach dan coachee adalah mitra belajar, 2) emansipatif, 3) kasih dan persaudaraan, dan 4) ruang perjumpaan pribadi.

3) Paradigma Berpikir Coaching

Paradigma berpikir coaching yaitu: a) fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, b) bersikap terbuka dan ingin tahu, c) memiliki kesadaran diri yang kuat, dan d) Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

4) Prinsip Coaching

Prinsip coaching yaitu: a) kemitraan, b) proses kreatif, dan c) memaksimalkan potensi.

a) Kemitraan: Dalam coaching posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra, artinya setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri.

b) Proses kreatif: Proses kreatif dilakukan melalui percakapan, yang bersifat i) dua arah, ii) memicu proses berpikir coachee, dan iii) memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru.

c) Memaksimalkan potensi: Hal yang dilakukan untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat yaitu percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan dan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.

5) Kompetensi Inti Coaching

Kompetensi inti coaching yaitu a) kehadiran penuh(presence), b) mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan yang berbobot.

a) Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.

b) Mendengarkan aktif, keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.

c) Mengajukan pertanyaan berbobot, pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi. Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu dengan RASA (Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask).

6) Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA

Berikut adalah alur TIRTA:

a) Tujuan Umum: Tahap ini coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.

b) Identifikasi: Tahap ini coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.

c) Rencana Aksi: Tahap ini coach menanyakan pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat.

d) Tanggung jawab: Tahap ini coachee membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.

7) Supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching

Paradigma utama dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan adalah pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. Strategi untuk mencapai hal tersebut adalah melalui percakapan coaching dalam keseluruhan rangkaian supervisi akademik.

Prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching: 1) kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru; 2) konstruktif; 3) terencana; 4) reflektif; 5) objektif, 6) berkesinambungan, dan 7) komprehensif.  Pelaksanaan supervisi akademik ada tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Salah satu bagian dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau supervisi klinis. Siklus dalam supervisi klinis: 1) pra observasi, 2) observasi, dan 3) pasca observasi. Hal ini berguna untuk membangun hubungan guru dan supervisor sebagai mitra dalam pengembangan diri dan membantu perbaikan atau pengembangan dari hasil refleksi supervisor dan guru.

Kegiatan supervisi akademik tidak berhenti saat rangkaian supervisi klinis selesai. Namun harus dilanjutkan dengan proses tindak lanjut yang meliputi refleksi, perencanaan pengembangan diri dan pengembangan proses pembelajaran. Kegiatan tindak lanjut dapat berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan KKG di sekolah, fasilitasi dan diskusi, dan kegiatan lain secara berkala sesuai kebutuhan pengembangan diri.

2. Emosi-emosi yang Dirasakan Terkait Pengalaman Belajar

Dalam mempelajari modul 2.3 saya merasakan ketertarikan untuk memahami modul dengan berbagai tantangan tumpukan pekerjaan, namun tetap optimis bisa menyelesaikan tugas-tugas di dalamnya. Terlebih ada ruang kolaborasi untuk saling berbagi dan share pengalaman, terutama ada kolaborasi yang begitu baik saat praktik coaching sebagai coach maupun coachee. Demikian juga ketika praktik coaching dengan tiga peran sekaligus, yaitu sebagai coach, coachee, dan observer. Dengan adanya praktik coaching semakin memudahkan memahami coaching dengan prinsip, paradigma, kompetensi inti, dan alur TIRTA dalam coaching.

3. Keterlibatan dalam Proses Belajar 

Dalam proses belajar modul 2.3 hal baik yang saya rasakan adalah keterlibatan seluruh CGP dalam setiap alur pembelajaran modul. Terlebih dalam praktik coaching dengan pelibatan 3 peran. Masing-masing bisa mengesampingkan ego, meluangkan waktu dan tenaga untuk berkolaborasi dalam praktik. Padahal CGP terdiri dari berbagai unit kerja, jenjang pendidikan, dan tentunya kesibukan pada unit kerja masing-masing. Pada akhirnya saling membantu satu sama lain untuk menyelesaikan tugas.

4. Perbaikan Keterlibatan dalam Proses Belajar

Dalam praktik coaching sebagai coach perlu menggali lebih dalam dengan pertanyaan-pertanyaan berbobot yang bisa memantik coachee untuk terbuka. Sehingga coachee bisa menemukan solusi atas permasalahannya. Dalam hal ini kita harus punya wawasan dan literasi yang baik agar bisa memenuhi kebutuhan dari coachee.

5. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi

  • Sebagai sorang CGP, kompetensi yang berkembang setelah mempelajari modul ini adalah bisa menjadi coach bagi guru yang lain, mendorong proses kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, dan bisa menjadi penggerak komunitas praktisi. Dengan melaksanakan coaching menggunakan alur TIRTA, membantu kematangan diri sebagai guru. Guru menjadi lebih sabar, meluangkan waktu secara penuh dengan adanya kehadiran penuh/presence, bisa mendengarkan secara aktif/menyimak informasi dari orang lain tanpa melabel, memberi asumsi, asosiasi, maupun menjudment, serta bisa belajar untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan berbobot.

B. Analisis untuk Implementasi dalam Konteks CGP  

1. Memunculkan Pertanyaan Kritis yang Berhubungan dengan Konsep Materi dan Menggalinya

Pertanyaan yang muncul setelah mempelajari modul ini: Bagaimana konsep coaching ini diterapkan dalam supervisi akademik di sekolah?

Supervisi yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau teman sejawat terkadang belum seutuhnya menggunakan pendekatan coaching. Hal ini bisa saja terjadi karena supervisor belum menguasai teknik coaching dalam melakukan supervisi akademik. Salah satu bagian dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau supervisi klinis. Siklus dalam supervisi klinis: 1) pra observasi, 2) observasi, dan 3) pasca observasi. Saat pasca observasi menjadi tahapan penting untuk menggali potensi yang disupervisi. Tindakan ini dapat dilakukan dengan percakapan coaching. Jika supervisor tidak menggunakan percakapan coaching, bisa jadi tujuan supervisi untuk pengembangan potensi pendidik tidak terwujud. Hal yang sederhana, untuk menghadirkan kehadiran penuh, mendengarkan secara aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot belum sepenuhnya terpenuhi. Oleh karena itu ada baiknya kepala sekolah maupun teman sejawat yang melakukan supervise bisa menambah wawasannya dengan memahami konsep coaching untuk supervisi akademik.

2. Mengolah Materi yang Dipelajari dengan Pemikiran Pribadi Sehingga Tergali Wawasan (Insight) Baru

Pengertian coaching menurut International Coach Federation adalah bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Berdasarkan pengertian ini elemen utama dari definisi tersebut adalah mitra, potensi, dan proses kreatif. Jika coaching benar-benar bisa dilaksanakan di sekolah, maka pembelajaran untuk pemenuhuan kebutuhan peserta didik dapat terpenuhi. Proses coaching dapat dilaksanakan oleh KS dengan guru, guru dengan guru, maupun guru dengan peserta didik. Jika proses coaching benar-benar dilaksanakan dengan benar, maka potensi-potensi guru dan murid serta kebutuhan belajar murid akan tergali.

3. Menganalisis Tantangan yang Sesuai dengan Konteks Asal CGP

Selama proses menjalani sebagai CGP, banyak hal yang saya dapatkan dan diterapkan di sekolah. Namun tantangan pasti ada. Tantangan dalam diri maupun dari luar. Tantangan dari dalam diri lebih pada manajemen waktu (rutinitas sebagai guru maupun kegiatan di luar sekolah). Sehingga sebagai CGP belum bisa optimal dalam menerapkan hasil proses belajar CGP. Tantangan dari luar adalah terkadang kurang komunikasi dan kepercayaan pada tim kerja. Sehingga kolaborasi belum terwujud dengan baik. Sebagai contoh saat coaching, seorang coach harus mendudukkan dirinya sebagai mitra bagi coachee, namun bisa saja terjadi coach sebagai sumber belajar yang dominan. Sehingga coachee malah tidak berkembang/tidak muncul potensinya.

4. Memunculkan Alternatif Solusi terhadap Tantangan yang Diidentifikasi
Solusi-solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi: a) Kepala sekolah mendukung terhadap kegiatan CGP (sudah terjadi); b) Pengimbasan materi CGP (dalam modul ini coaching untuk supervise akademik) bisa dalam bentuk diskusi di unit kerja atau KKG; dan c) Mencoba praktik baik tentang coaching dengan rekan sejawat.

C. Membuat Keterhubungan
1. Pengalaman Masa Lalu

a. Supervisi akademik yang pernah terjadi sekian belas tahun yang lalu seolah hanya penilaian semata oleh pemangku kepentingan (Yayasan, Kepala Sekolah). Karena tujuan utama supervisi akademik saat itu adalah mengacu pada keputusan layak dan tidaknya guru tersebut mengajar. Sehingga bukan ke arah pengembangan diri pendidik. Bahkan ketika mau observasi, supervisor tidak melakukan pra obeservasi. Walaupun pasca observasi tetap dilakukan. Sehingga supervisi akademik masih beorientasi pada penilaian mengajar saja, belum mengacu kepada kebutuhan pendidik itu sendiri. Jika belum mengacu kepada kebutuhan pendidik, sama artinya juga belum mengacu pada kebutuhan belajar peserta didik atau berpihak pada murid. Kegiatan-kegiatan refleksi pasca observasi juga masih dominan kepada supervisor karena belum menggunakan pendekatan coaching.

b. Guru sebagai pemimpin pembelajaran belum mengembangkan pendekatan coaching kepada rekan sejawat maupun murid. Sehingga belum sepenuhnya memaksimalkan potensi yang ada pada rekan sejawat maupun murid.

2. Penerapan di Masa Mendatang

a. Harapannya proses supervisi akademik yang bersifat memberdayakan.  Sehingga supervisi ini bersifat pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. Kepala sekolah dan pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus pada peningkatan kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada murid yang bertujuan pada pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik pembelajaran.

b. Supervisor juga memerhatikan tahapan pada supervise akademik yaitu: 1) pra observasi, 2) observasi, dan 3) pasca observasi. Hal ini berguna untuk membangun hubungan guru dan supervisor sebagai mitra dalam pengembangan diri dan membantu perbaikan atau pengembangan dari hasil refleksi supervisor dan guru;

c. Supervisor di sekolah memahami prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching: 1) kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru; 2) konstruktif; 3) terencana; 4) reflektif; 5) objektif, 6) berkesinambungan, dan 7) komprehensif;

d. Guru sebagai pemimpin pembelajaran senantiasa siap untuk mengembangkan diri dan orang lain. Akan sangat bermanfaat dan bermakna menggunakan pendekatan coaching dan alur TIRTA.

3. Praktik Baik yang Dilakukan dari Modul Lain yang Telah Dipelajari

Modul 2.3 merupakan bagian dari paket modul 2, sehingga tidak bisa lepas dari modul 2.1, modul 2.2.

a. Keterkaitan modul 2.3 dengan modul 2.2

Praktik baik yang dilakukan setelah mempelajari modul 2.3 adalah melakukan praktik coaching baik dengan teman sejawat dan murid. Menurut International Coach Federation, coaching merupakan bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Untuk melaksanakan coaching yang baik berdasarkan paradigma berpikir coaching, prinsip coaching, dan kompetensi inti coaching, dan alur TIRTA, maka dibutuhkan sosok pendidik yang memerhatikan kebutuhan sosial dan emosional murid maupun dengan tenaga pendidik lainnya. Dalam praktik coaching dengan alur TIRTA dibutuhkan ketrampilan seorang coach yang mempunyai kesadaran penuh (mindfulness) dan kepenuhan KSE (kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, dan ketrampilan berelasi, pengambilan keputusan yang bertanggung jawab). Kebutuhan sosial dan emosioanl serta KSE ini dipelajari dalam modul 2.2.

b. Keterkaitan Modul 2.3 dengan Modul 2.1 

Secara definisi, supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Dalam modul 2.1 kita belajar bagaimana mendesain pengalaman belajar dan lingkungan belajar dengan menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid agar murid dapat mencapai tujuan pembelajarannya (pembelajaran berdiferensiasi). Agar supervisi akademik ini memberdayakan, maka supervise akademik dilakuan dengan pendekatan coaching.  Sehingga dalam praktik coaching yang dilaksanakan (relasi coach dengan guru) dapat membantu guru menemukan kekuatan dirinya saat pembelajaran. Dalam relasi dengan murid, guru membantu menemukan kekuatan/potensi dalam diri murid dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah.

c. Keterkaitan modul 2.3 dengan modul 2.1 serta modul 2.2

Praktik baik yang dilakukan adalah guru merencanakan dan melaksanakan praktik pembelajaran yang terintegrasi, yaitu dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran yang memerhatikan kebutuhan sosial dan emosional. Agar guru dapat melaksanakan pembelajaran yang demikian dibutuhkan supervisi akademik dengan pendekatan coaching yang berkesinambungan dari kepala sekolah (atau guru senior, rekan sejawat yang diberi tugas oleh KS). Kegiatan supervise akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak yaitu berdiferensiasi dan memerhatikan kebutuhan sosial serta emosional murid.

4. Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP

Sumber informasi lain tentang coaching dalam supervisi akademik selain bahan ajar PGP adalah: a) Media online: Guru Berbagi dan Youtube, b) Elaborasi dengan Instruktur, c) Ruang Kolaborasi dengan Fasilitator, d) PP pada saat kegiatan pendampingan individu, e) Praktik baik bersama CGP lainnya dan rekan sejawat di sekolah, dan f) KKG.

Demikian sajian koneksi antarmateri modul 2.3., semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun